SOEKARNO
![]() |
Soekarno |
Sejak usia muda, para pemimpin bangsa sudah belajar hidup mandiri,
bahkan diajarkan orang tua agar tak menjadi anak manja, atau menjadi anak
rumahan yang hanya belajar. Mereka diajak keluar dari keluarga besar menghadapi berbagai
tantangan. Terlibat aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan dan bertemu
dengan tokoh-tokoh besar.
Presiden pertama dan proklamator Indonesia Ir. Soekarno misalnya hanya
tinggal sebentar dengan orangtuanya. Setelah itu ia tinggal bersama kakeknya,
Raden Hardjokromo di Tulung Agung, lalu pindah ke Mojokerto supaya bisa sekolah
ke Eoropeesche Legere School (ELS) dan melanjutkan ke Hoogere Burgere School
(HBS) di Surabaya.
Di Kota buaya itu, menurut catatan sejarah, Soekarno menumpang pada
pimpinan Sarekat Islam, H.O.S Tjokroaminoto, yang turut menggelorakan semangat
kebangsaan dan kepemimpinannya. Ia kemudian mendirikan Jong Java (Pemuda Jawa)
pada 1918 sebelum berangkat ke Bandung menjadi mahasiswa di ITB yang saat itu
bernama Technische Hoge School.
Di Bandung, Soekarno tinggal di kerabat H.O.S Tjokroaminoto yaitu Haji Sanusi yang
memperkenalkannya pada tokoh-tokoh nasionalis seperti Ki Hajar Dewantara,
Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker. Interaksi inilah yang membedakan
antara Soekarno dengan rata-rata lulusan ITB lainnya. Maka, tak mengherankan,
Soekarno malah terlibat pada gerakan-gerakan yang bermuara pada perjuagan merebut
kemerdekaan. Ia, misalnya, mendirikan Algemene Studie Club, lalu Partai
Nasional Indonesia.
Sebagai seorang driver, keterlibatannya bukan tanpa risiko. Insinyur
muda ini bukannya memiliki kerja pada perusahaan Belanda, malahan menjadai
tahanannya. Ia ditangkap beberapa kali, dipenjarakaran di Banceuy, lalu
dipindahkan ke Sukamiskin. Setelah itu dilepaskan, ditangkap lagi, lalu
diasingkan ke Flores dan ke Bengkulu ia baru dilepaskan pada masa penjajahan
Jepang (1942). Jadi, sejarah Bung Karno agak mirip dengan Nelson Mandela (
bapak bangsa Afrika Selatan, dalam sejarahnya ia dikenal sebagai seorang anti
apertheid) yang juga dipenjara sepanjang usia mudanya.
Tapi apa yang membuat mereka mempunyai kesamaan adalah semangat
kebangsaanya yang tak pernah pudar, willpower-nya begitu kuat. Dimanapun
mereka diasingkan, selalu saja ada yang dikerjakan. Sayap-sayap mereka
tak pernah patah atau diikat oleh belenggu apa pun. Mereka fokus pada apa yang
mereka percayai, tak pernah mundur dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Itu sebabnya, Soekarno (bersama Bung Hatta) begitu lincah
mengumandangkan kemerdekaan Indonesia dengan memanfaatkan kelemahan Jepang yang
saat itu hendak menunggangi tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Ada yang
mengatakan, saat diasingkan di Ende, Soekarno merasakan indahnya persahabatan
dengan para ulama Katolik dari masaryarakat Indonesia Timur. konon, dari
situlah Soekarno menggali Pancasila, sehingga pada saat kemerdekaan ia sudah
siap dengan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan termasuk merumuskan
naskah Proklamasi Kemerdekaan.
Kegigihan Soekarno membangun negara kesatuan Indonesia yang terdiri dari
berbagai etnik, bahasa, dan tinggal dalam ribuan pulau yang dulu berada di
bawah kerajaan-kerajaan lokal bukan tanpa ujian. Apalagi bangsa ini begitu
mudah dipecah-belah oleh Belanda dengan politik devide et impera. Belanda
sendiri masih kembali melakukan serangkaian agresi militer. Tanpa kemampuan
menyatukan bangsa untuk mengorganisasi perlawanan, sulit rasanya menyaksikan
keutuhan Indonesia yang amat beragam ini.
Setelah itu sejarahpun mencatat,
beragam pemberontakan dan pergolakan politik juga dialami oleh mendiang
Soekarno. Tetapi karisma bapak bangsa yang diakui sebagai pejuang perdamain
dunia ini sulit ditemukan tandingannya hingga hari ini.
*diambil dari buku self driving (Rhenald Kasali) hlm. 14-15
Daftar Pustaka
Kasali Rhenald, 2016, Self Driving cet. Ke-14, Jakarta:
Penerbit Mizan.
https://en.wikipedia.org/wiki/Sukarno
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih