KORUPSI, DAN SISTEM PENDIDIKAN KITA

Oleh
Ahmad Rizal Khadapi

Mengambil judul ini, sebenarnya saya agak sedikit berat, sebab berbicara tentang korupsi. Pada dasarnya saya bukanlah orang yang ahli untuk membahas seputar korupsi. Namun saya merasa tertarik berbicara tentang korupsi, sebab beberapa hari belakangan ini kasus dugaan suap yang melibatkan IG (ketua DPD RI) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK telah memancing rasa gelisah saya untuk berbicara seputar korupsi.
            Maka, munculah ide untuk menulis tentang korupsi, waluapun dalam tulisan ini banyak kutipan dari sana-sini. Tapi gak jadi masalah, yang penting saya coba mempelajari, mengkaji, dan sedikit memberi komentar, pendapat, atau sekedar saran dan kritik saja.
            Oke...!!! mari kita mulai, secara harfiah Korupsi atau rasuah (dalam bahasa Latin dimaknakan sebagai  corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
            Sementara itu Alatas (1983) menyatakan bahwa korupsi secara umum adalah apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan si pemberi. Lebih lanjut Alatas menyebutkan tiga fenomena yang termasuk dalam korupsi yaitu bribery, extortion dan nepotism.
Dengan demikian korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus dan kesewenangan terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang/kekuasaan dan kekuatan kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan/kekuaasaan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi dan atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Sebagaimana tercantum dalam bab II pasal 2 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:  Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
            Kembali ke kasusnya IG, dalam press rilisnya tanggal 17 september 2016 KPK menyatakan  “tersangka IG selaku Ketua DPD RI diduga menerima hadiah atau janji dari XS dan M berupa uang senilai Rp100 juta, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, terkait dengan proses pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV SB di Tahun 2016”.
            Terlepas dari besar atau kecilnya total nilai suap yang di duga diterima oleh IG. Saya mencermati bahwa ada satu hal yang salah dalam proses pemberantasan korupsi di negeri kita. Sepertinya adanya KPK tidak lantas membuat korupsi hilang dari dari negeri ini. Lantas saya coba renungkan, bahwa Singapura dan beberapa negara maju di dunia tidak memiliki lembaga seperti KPK, toh tingkat persepsi korupsi di negera tersebut tetap rendah.
            Saya coba berfikir akar masalah dari korupsi sebagai satu tindak pidana yang acap kali melibatkan tiga komponen yaitu penguasa, pengusaha, dan penegak hukum menurut hemat saya tidak lepas dari kondisi sosial kemasyarakatan kita dan lebih utama adalah sistem pendidikan kita. Sebagai pendapat  Alatas (1983), menyebutkan  faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah :
  1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi posisi kunci yangg mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi
  2. Kelemahan pengajaran pengajaran agama dan etika
  3. Kolonialisme
  4. Kurangnya pendidikan
  5. Kemiskinan
  6. Tiadanya tindak hukum yang keras (tegas)
  7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk prilaku anti korupsi
  8. Struktur pemerintahan
  9. Perubahan radikal
  10. Keadaan masyarakat
Setelah mencermati sepuluh factor penyebab korupsi diatas, dua diantara sepeluh factor utamanya adalah (a.kelemahan pengajaran agama dan etika dan kurangnya pendidikan). Hemat saya dua hal ini terkait dengan sistem pendidikan pada satu negara. Lalu adakah keterkaitan antara sistem pendidikan kita dan maraknya kasus korupsi di negeri ini..? dalam pandangan saya, kalau boleh berfikir sederhana, mereka yang hari ini menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana korupsi adalah mereka yang lahir dari sistem pendidikan negeri.
Dalam tulisannya, Syafri Mangku Prawira menyatakan “faktor penyebab yang sangat utama mewabahnya korupsi adalah perilaku manusianya. Sementara dua faktor ekonomi dan hukum hanyalah sebagai unsur pendorong. Perilaku individu sangat terkait dengan proses dan output pendidikan.
       Sistem pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat, dan pendidikan formal dalam ruang kelas selama ini sangat kurang menciptakan individu manusia yang memiliki kecerdasan emosional, spiritual, dan sosial yang tinggi seperti jiwa beriman dan takut pada adzab Tuhan yang pedih, bersih, jujur, berinisiatif, kerja keras dan cerdas, kebersamaan, dan tanggungjawab
         Lebih lanjut, menurut beliau selama ini institusi pendidikan begitu mendambakan dan asyik berwacana dalam membentuk lulusan yang cerdas intelektual. Padahal tidak sedikit korupsi dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi. Dengan kata lain hubungan negatif antara factor-faktor pendidikan dengan perilaku korupsi tidaklah selalu mutlak terjadi. Berati ada faktor keteladanan dari para pemimpin atau pejabat yang sangat kurang”.
            Memang, pendidikan kita belum mampu mencegah terjadinya praktek-praktek kolutif. Saya tidak bisa memaparkan sebabnya. Namun banyaknya pengangguran usia muda dari lulusan SMA/SMK secara tidak langsung telah menjadi bukti gagalnya sistem pendidikan kita. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) angak pengangguran usia 15-19 tahun pada 2010 ada di level 23,23% angka ini meningkat pada tahun 2015 menjadi 31,12%. Pengangguran muda banyak di sumbang oleh lulusan SMK 9,84%  yang seharusnya menjadi lulusan siap kerja, sedangkan lulusan SMA 6,95 %. Lulusan SMP 6,74% dan lulusan SD 3,44%.
            Walaupun kita sepakat, bahwa relevansi (keterkaitan secara langsung) antara maraknya korupsi dengan sistem pendidikan kita belum ada bukti secara ilmiah. Tapi kita yakin bahwa korupsi yang ada di negera kita tidak lepas dari buruknya sistem pendidikan negeri ini. Sehingga yang perlu dilakukan oleh negara saat ini adalah memperbaiki sistem pendidikan, dari orientasi akademik semata ke orientasi pendidikan yang menekankan, nasionalisme (nationalism), keberanian (mettle), kejujuran (akuntabilitas), kesederhanaan (simplicity), kemajuan (advancement), akhlak mulia (character, morality), sikap relijiusitas (religious), kewirausahaan (entruepreunership), dan penguasaan infromasi dan teknolologi masa depan (information and technology).
           


sumber :

-https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
-https://ronawajah.wordpress.com/2012/11/24/pendidikan-dan-perilaku-korupsi/
-https://uharsputra.wordpress.com/artikel-2/budaya-korupsi-dan-pendidikan/
-http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3682-kpk-tahan-3-tersangka-ott-suap-ketua-dpd-ri
-koran_republika_edisi_rabu_14_september_2016_hal.6_opini_tajuk_pengangguran_usia_muda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia