HARI GURU


doc.pribadi

Setelah lama gak nulis, kini saya coba nulis lagi. kali ini nulis tentang guru. Kebetulan 25  November kemarin diperingati sebagai hari guru.  Guru atau akrab dalam diri kita adalah pendidik. Kebetulan saya tahun lalu secara formal masih menjadi guru. Banyak kenangan yang terasa. Setahun menjadi guru sebenarnya tak cukup lama bagi saya. Seperti panggilan kemanusian, saya masih ingin menjadi guru lagi. Bagi saya menjadi guru itu sesuatu yang menarik sekaligus menyenangkan hati.

Menarik karena bisa nyebur langsung dalam dunia  pendidikan dan anak, lebih-lebih bisa mengembangkan ilmu pengetahuan. Jadi guru juga  menyenangkan hati, karena memang ada rasa plong di hati ketika sehari-hari bertemu dengan siswa. Tentunya waktu itu, saya menjadi guru dengan segala pasilitas yang mumpuni dari lembaga yang mewadahi saya. 

Saya tidak tahu..,bagaimana dengan guru-guru yang lain. Seperti kita ketahui, guru di Indonesia statusnya ada dua. Pertama  guru pegawai negeri, merupakan guru yang telah di angakat oleh negara dengan status menjadi aparatur sipil negara, diberikan gaji, tunjangan, dan fasilitas yang memadai dan jenjang karir yang jelas sampai pensiun. Kedua  guru honorer, merupakan pegawai kontrak non PNS yang di angkat oleh sekolah ataupun pemerintah daerah guna membantu tugas guru negeri atau menyiasati kekurangan guru di sekolah. Guru honorer biasanya tidak memiliki gaji yang besar, dan mengajar tidak hanya di satu sekolah,  tergantung pada mata pelajaran yang diampunya saja. 

Nasib dua jenis guru ini berbeda. Kalau guru PNS, insya Allah di jamin oleh negara kesejahtraanya. Sedangkan guru honorer, tidak ada yang menjamin. Kadang2 juga guru honores harus ngutang sana-sini untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan dulu pernah muncul di media, seorang guru honorer di Jakarta nyambi sebagai tukang parkir. Mungkin di daerah-daerah masih banyak guru honorer yang bekerja paruh waktu sana-sini. Jumlah guru honorer di Indonesia hampir satu juta jiwa, kisaran angkanya skitar 812.064 guru honorer, angka yang tidak sedikit bukan..?

Sedangkan jumlah guru PNS dikisaran angka 1.765.410 orang. Maka perkiraan jumlah guru di Indonesia, sekitar 2,5 juta jiwa. Jika berbicara tentang guru, tentu saja banyak hal memang yang masih menjadi catatan, baik soal profesionalitas ataupun soal kesejahteraan.

Namun saya pikir, dari pada memperdebatkan tentang kedua persoalan di atas yang ujungnya bermuara pada kualitas pendidikan. Mending kita coba bicarakan, sebab kenapa kedua persoalan itu muncul. Teman-taman pasti tahu, hampir seluruh daerah di Indonesia ada lebih dari satu perguruan tinggi pendidikannya baik swasta ataupun negeri. Contoh di daerah saya, Lombok Timur NTB, terdapat lebih dari 3 perguruan tinggi pendidikan. Ada Sekolat Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) di Anjani dan Pancor, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STI)  di desa Danger, ada Institut Agama Islam H ( jurusan Tarbiyah) di Pancor. 

Alhamdulillah, peluang menjadi mahasiswa keguruan sangat besar. Lalu kenapa orang memilih masuk di perguruan tinggi keguruan, namun setelah lulus ternyata tidak menjadi guru. Atau menjadi guru tapi tidak maksimal..? bisa jadi jawabannya beragam. Tapi dalam pandangan saya, beberapa alasan masuk ke perguruan tinggi keguruan sebagai berikut:

a.       Tidak ada paradigma profesi lain.
b.      Tidak ada pilihan lain yang lebih mudah ketika memilih jurusan/fakultas
c.       Ikut-ikutan asal kuliah
d.      Tidak tahu, ngalir aja

Ini persoalan, bagi kita..? kalau jawabannya demikian, maka sebenarnya tidak pernah ada yang sungguh-sungguh masuk FKIP, IKIP, atau PTKIP untuk menjadi guru. Kalau sudah begini, maka dampaknya ketika lulusan ini kemudian divangkat menjadi guru, dia mengawalinya dengan rasa terpaksa dan tidak siap. Makanya setelah menjadi Sarjana pendidikanpun, lulusan ini harus menjalani program tambahan yaitu program pendidikan profesi guru. 

Setelah jadi PNS pun masih harus di sertifikasi lagi, untuk mencapai kategori guru profesional. Ternyata setelah mendapat sertifikat guru profesional, nyatanya banyak yang belum professional. Maka, seperti yang dulu pernah di tulis oleh Asep Sapaat dalam artikelnya. Bahwa untuk mencetak guru yang benar-benar guru, tidak cukup dengan banyaknya perguruan tinggi-perguruan tinggi keguruan. Atau memperbanyak jumlah fakultas-fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Ataupun membuat program-program sertifikasi terhadap para guru.

Tapi yang lebih penting adalah melihat hulunya. Hulunya dimana..??? yaitu pada proses seleksi calon-calon mahasiswa Keguruan Ilmu Pendidikan di kampus atau perguruan tinggi (PT). Disini seleksi harus dilaksankan dengan cermat, tepat, cerdas, dan unggul, serta sungguh-sungguh.  Maka inti dari permasalahan profesionalitas guru saat ini adalah jangan asal seleksi, jangan asal meluluskan orang masuk PTKIP...!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia