TEORI MAQASHID IMAM IBNU ASYUR*
oleh
Ahmad Rizal Khadapi (MSI UII)
A.
Latar Belakang
Salah satu
problematika dalam aplikasi hukum yang tetap hangat diperdabatkan, baik yang
klasik maupun yang kontemporer, adalah tentang tujuan hukum itu sendiri. Ada
yang beranggapan bahwa ketika hukum itu di buat, sudah tentu memiliki tujuan sehingga
masa selanjutnya aplikasi hukum merupakan urusan sebab dan akibat tanpa perlu
lagi melihat konteks tujuan awal hukum.
Persoalan
maqashid syariah ini telah menjadi sejarah dalam pranata kajian hukum Islam. Jika kita melihat
sejarah maka kita bisa menyepakati beberapa ulama yang telah berperan besar
dalam proses menjadikan maqashid syariah terus berkembang dalam ranah kajian
hukum Islam.
Tercatat imam
at-Turmuzi al-Hakim (abad 3 H) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata
kata maqashid dalam kitabnya al-sholeh wa maqashiduha yang
menguraikan tentang tujuan dan hikmah dari ibada sholat.[1]
Setelah beliau kemudian mucul nama Abu Mansyur al-Maturidy (333 H) dengan
karyanya Ma’khad al-Syara’
disusul Ab Bakar al-Qaffal
al-Saysi (375 H) dan al-Baqilany (403 H).[2]
Pasca
al-Baqilany, muncullah nama Imam Harmain al-Juwaeny (478 H) dengan al-Burhan,
al-Waraqat, al-Ghiyatsi, Maghitsul Khalq, al-Gazali (505 H) dengan karyanya
dibidang fikh dan uhsul fikh seperti; al-Mustashfa, al-Mankhul, al-Wajiz, Ihya
Ulumuddiin dan Syifa al-Ghalil. [3]
Lalu ada nama
al-Razy (606 H) dengan mafatih al-Ghalib, al-Ayat al-Bayyinat, al-Mahsul dan
Asas at-Taqdis. Lalu ada nama Saifuddin al-Amidy (631 H) dengan bukunya
al-Ahkam, dan Ghayatul Maram. Ibnu Hajib (646 H) dengan Nafai al-Ushul, Syarh
al-Mahshul, al-Furuq, al-Ihkam fi Tamyiz al-Fatwa ‘an al-Ahkam wa Tasharruf
al-Qodhi wl Imam.
Setelah itu muncullah al-Baidawi (685 H0, Izzudin Abdussalam (660
H) al-Asnawi (776 H), ibnu Subuki (771 H), at-Thufi (716 H), ibn Taimiyyah (768
H), dan ibn Qoyyim (751 H).[4]
Setelah itu
muncullah imam al-Syatibi (790 H), dengan ide briliannya untuk mengkodifikasi
konsep-konsep para serjana klasik yang berserakan menjadi satu disiplin ilmu
tersendiri. Setelah beliau ternyata
estafet diskursus tentang maqashid syariah tidak ditemukan lagi.
Pada awal Abad
20 muncullah imam Ibn Asyur, dengan konsep reformasi maqashid, yang menawarkan
pendekatan baru terhadap study maqashid syaraiah dengan mengacu kondisi zaman
yang sesuai realitas kekinian dan konteks modern. Upaya reformasi beliau
tertuang dalam bukunya yang terbit pada tahun 1946 H dengan judul Maqashid
al-Syariah al-Islamiyah.[5]
Berkaitan dengan latar belakang diatas, study dalam makalah ini
adalah tentang pemikiran maqashid syariah Imam Ibn Asyur. Yaitu
bagaimanakah konsep maqashid syariah Imam
Ibn Asyur?
B.
Biografi Singkat Ibnu Asyur
Pada abad ke-20
muncullah seorang pakar maqashid syariah dari Tunisia yang bernama Muhammad
Tahir Ibnu Asyur (1879-1973 M) yang dianggap sebagai bapak maqashid syariah
kontemporer setelah al-Syathibi. Asyur berhasil menggolkan maqashid syariah
sebagai konsep baru yang telepas dari
kajian ushul fiqh, yang sebelumnya merupakan bagian dari ushul fiqh.[6]
Nama lengkapnya
Muhammad al-Tahir ibn Muhmmad ibn Muhammad al-Thair ibn Muhammad ibn Muhammmad
Al-Syadhill ibn al-Alim Abd al-Qodir Muhammad ibn Asyur. Ia dilhairkan di pantai La Marsa, sekitar dua
puluh kilometer dari kota Tunisia pada tahun 1926 H, bertepatan dengan 1879 M.[7] ia
lahir dan meninggal di Tunisia pada hari ahad, 3 Rajab 1393 H, bertepatan degan
12 Juni 1973 M.[8]
Ibn Asyur
memiliki keunggulan dalam pemikiran orientasi al-maqashid dalam tafsirnya
al-tahrir wa tanwir dimana beliau mengungkap maqashid qur’ani dan
menjelaskannya bahwa al-Qur’an adalah pedoman yang pertama dalam melakukan
perbaikan atau reformasi system.[9]
Ayahnya,
Muhammad ibn Muhammad al-Tahir ibn Asyur, seorang ulama yang menguasai banyak
cabang ilmu. Sedangkan ibunya, bernama Fatimah merupakan anak al-wazir Muhammad
al-Aziz al Bu’thur. ayahnya menikah dengan Fatimah yang kemudian melahirkan
tiga putra dan dua putri.
Dalam bidang
maqahid syariah beliau di juluki sebagai guru kedua, setelah julukan pertama di
sandangkan kepada al Syatibi. Ibnu Asyur menghasilkan banyak karya dalam bidang
keilmuan seperti fikih, ushul fiqh, sastra Arab. Beberapa karyanya adalah sebagai berikut:[10]
1.
Bidang Ilmu Keislaman
a.
Tafsir,
al-tahir wa al tanwir
b.
Maqashid
al-Syariat al –Islamiyyah
c.
Ushul
al-Nizam al-Ijtima’I fi al-Islam
d.
A
Laysa al-Subh bi Qorib
e.
Al-Waqf
wa Atharuhu fi al-Islam
f.
Kasyf
al-Mu’thi min al-Ma’ani wa al-Alfaz al-Waqiah fi al Muwatta’
g.
Qissat
al-Muwallad
h.
Hawasyi
‘ala al-Tanqih li Syihab al-Din alQarafi fi Ushul al-Fiqh
i.
Radd
‘ala Kitab al-Islam wa Ushul al-Hukm, Ta’lif ‘Ali ‘Abd al-Raziq
j.
Fatawa
Rasaiil Fiqhiyyah
k.
Al-Tawdhih
wa al-Tashih fi ushul al-fiqh
l.
Al-Nazr
al-Fasih ind Madhayiq al-Anzar fi al-Jami’ al-Sahih
2.
Bidang Bahasa (lughah) dan Sastra Arab
a.
Ushul
al-Insya’ wa al-Khitabah
b.
Mujaz
al-Balaghah
c.
Syarh
Qosidah al-A’sya fi Madh al-Muhallaq
d.
Syarh
Diwan Basyar
e.
Al-Wadih
fi Musykilat al-Mutanabbi li ibn janni
f.
Saraqat
al-Mutanabbi
g.
Syarh
al Muqaddimah al-Adabiyyah li al-Marzqi ‘ala Diwan al-Hamasah
h.
Tahqiq
Fawaid al-Aqyan li al-Fath ibn Khaqan ma’a Syarh ibn Zakur
i.
Diwan
al-Nabighah al-Zabiyani (jam, Syarh wa Ta’liq)
j.
Tahqiq
Muqaddimah fi al-Nahw li Khalf al-Ahmar.
k.
Tarajum
li Ba’d al-A’lam
l.
Tahqiq
Kitab al-Iqtidab li al-Batlayusi ma’a Syarh Kitab Adab al-Katib
m.
Jam’
wa Syarh Diwan Sahim
n.
Syarh
Mu’allaqah Imra’ill Qays
o.
Tahqiq
li Syarh al-Qurasyi ‘ala Diwan al-Mutanabbi
p.
Ghara’ib
al-Isti’mai
q.
Tashih
wa Ta’liq ‘ala Kitab al-Intisar li Jalinus li Hakim Ibn Zahr
r.
Syarh
Diwan ibn al-Hashaas
Sejak
kecil ibn Asyur telah menghafal
al-Qur’an, mempelajari bahasa Persia, dan memepeljari ilmu ilmu dalam bidang
bahasa (nahwu), serta kitab-kita mazhab imam Malik. Sejak usia 14 tahun ia
sudah menimba ilmu di Universitas Zaitunah. Universitas ini merupakan isntitusi
pendidikan tertua di wilayah barat (Maghribi) telah ada sejak abad 8 M.[11]
Pada tahun 1899
M, Ibn Asyur dipercaya untuk mengajar di Universitas Zaitunah. Karirnya dengan
cepat menanjak hingga pada tahun 1905 beliau sudah berada di jajaran pengajar
tingkat satu. Demikianlah biografi singkat dari Ibn Asyur.
C.
Kajian Maqashid Syariah Ibn Asyur
1.
Pengertia Maqashid Syariah
Ibn Asyur boleh dikatakan sebagai orang pertama yang membuat buku dengan menggunakan istilah
al-maqashid sekaligur merefresentasikan seluruh isi pembahasannya. Ibn Asyur
pula yang menyerukan untuk menjadikan al-maqashid sebagai ilmu yang mandiri
terpisah dari ushul fiqh. [12]
Secara bahasa maqashid syariah terdiri dari dua kata, yakni
“maqashid” dan syariah. Kata maqashid merupakan bentuk jamak dari kata maqshid
yang berbentuk masdar mimi (yakni kalimat masdar yang dimulai dengan
penambahan mim pada awlanya). [13] kata maqshid sendiri memiliki beberapa makna:[14]
a)
Pegangan, mendatangkan sesuatu
b)
Jalan yang lurus
c)
Keadilan, keseimbangan
d)
Pecahan
Dalam konteks
hukum Islam kelasik, terminology maqashid sering disebut dengan istilah
mashalih oleh ulama-ulama kelasik.[15] Maqashid
memiliki pengertian tujuan, maksud, objektif, prinsip, sasaran, tujuan akhir,
dan niat. [16]
Sedangkan kata syariah
berarti jalan menuju sumber air atau sumber pokok kehidupan.[17]
Syariah adalah hukum-hukum Allah yang diperuntukkan kepada manusia yang memuat
kebijaksanaan dan kesejahtraan dalam kehidupan dunia dan akhirat.[18]
Kata syariah yang sejatinya berarti hukum-hukum Allah, baik yang ditetapkan
sendiri oleh Allah ataupun ditetapkan Nabi saw sebagai penjelasan atas hukum
yang ditetapkan oleh Allah.[19]
Menurut Amir
Syarifuddin maqashid syariah berarti apa
yang dimaksud oleh Allah dalam menetapkan hukum, apa yang dituju dalam
menetapkan hukum atau apa yang dicapai oleh Allah dalam menetapkan suatu hukum.[20]
Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili, maqashid syariah adalah nilai-nilai dan
tujuan syara’ yang tersirat dalam segenap atau sebagian besar dari
hukum-hukumNya.
Nilai-nilai itu
di pandang sebagai tujuan dan rahasia syariat yang ditetapkan oleh syar’i
(pembuat syariat) dalam setiap ketentuan hukum.[21]
Ibn Asyur sendiri mengartikan maqashid syariah sebagai hikmah, dan rahasia
serta tujuan diturunkannya syariat secara umum dengan tanpa mengkhususkan diri
pada satu bidang tertentu.[22]
2.
Pandangan Maqashid Syariah Ibn Asyur
Menurut Ibn Asyur legalitas maqashid disebutkan dalam al-Qur’an,
bahwa Allah swt, sebagai (pembuat hukum) mustahil menurunkan syariat kepada
manusia tanpa di iringi dengan tujuan dan hikmah-hikmah.[23] Lanjut
beliau ada tiga cara untuk memahami maqashid syariah, pertama melalui metode
induktif, kedua dengan menggunakan dali-dalil al-Qur’an secara jelas dan kecil
kemungkinan untuk dipalingkan dari makna nazirnya. Ketiga dapat ditemukan
langsung dari dalil-dalil sunnah yang mutawatir.[24]
Secara lengkap berikut penjelasan ketiga cara untuk memahami maqashid syariah:[25]
a) Melalui
metode Induktif (istiqra’) yakni mengkaji syariat dari semua aspek
berdasarkan ayat pertikular (fakta-fakta, yang utama, yang khusus). Cara ini dibagi dalam dua kualifikasi. Pertama
meneliti semua hukum yang diketahui kausanya (al-Illah), contoh larangan
meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain, demikian pula
larangan menawar sesuatu barang dagangan yang sedang di tawar oang lain. Dari
Illah ini dapat ditarik suatu maqashid, yaitu kelanggengan persaudaraan sesama
suadara seiman. Dengan berdasar pada maqashid itu maka tidak haram memimang
pinangan orang lain setelah pelamar sebelumnya membatalkan rencana untuk
menikahinya.[26]
Kedua meneliti dalil-dalil hukum yang sama al-illahnya, sampai yakin bahwa
al-illah tersebtu adalah maqshid-nya. Seperti larangan syarak membeli produk
makan yang belum ada di tangan, adanya larangan monopoli produk makanan. Semua
larangan ini adalah hukum syarak yang berujung pada satu al-illah hukum yang
sama, yaitu larangan menghambat peradaran produk makanan di pasaran. Dari
al-illah ini dapat diketahui adanya maqahid syariah, yaitu tujuan bagi kencaran
peredaran produk makanan, dan mempermudah orang memperoleh makanan.[27]
b) Maqashid
yang dapat ditemukan secara langsung dari dalil-dalil al-Qur’an secara jelas
serta kecil kemungkinan untuk dipalingkan dari makan zahirnya. Seperti bunyi
ayat 183 surat al-Baqarah tentang kewajiban puasa “kutiba ‘alaikum al-siyam.”
Pada ayat ini sangat kecil kemungkinan untuk mengartikan kata kutiba
dengan arti selain diwajibkan dan tidak memaknai sebagai di tulis.[28]
Contoh nilai universal yang ditetapkan beradasarkan pengertian tekstual
ayat al-Qur’an adalah kemudahan, kebencian terhadap kerusakan, dan memakan
harta orang lain secara illegal, menjauhi permusuhan dan mengedepankan
kelapangan.[29]
c) Maqashid
dapat ditemukan langsung melalui dalil-dalil sunnah yang mutawatir, baik
mutawatir secara ma’nawi maupun a’mali. Secara ma’nawi berarti difahami dari
pengalaman sekelompok sahabat yang menyaksikan perbuatan Nabi saw., seperti di
syariatkannya khutbah pada dua hari raya.[30]
Sedangkan secara amali berarti maqahid yang difahami dari prakti seorang
sahabat. Ia berulang kali melakukan perbuatan di masa hidup Nabi saw.
Ibn Asyur
mencontohkan dengan sebuah hadis yang dibukukan dalam sahih bukhari. Di
riwayatkan dari al-Azraq ibn Qays, ia menceritakan “kami berada disebuah tepi
sungai yang sedang kekeringan di daerah ahwaz, lalu abu Barzah datang dengan
mengendarai seekor kuda. Kemudian mengistirahatkan kudanya untuk sholat, lalu
tiba-tiba kudanya lari. Maka iapun menghentikan sholatnya dan mengejar kudanya,
lalu ia kembali sholat. Diantara kami ada yang berkomentar : lihat Abu barzah,
dia telah merusak sholatnya demi seekor kuda. Abu Barzah kemudian berkomentar
semenjak saya terpisah dengan Nabi Saw, belum ada seorangpun yang pernah
menghinaku. Rumahku sangat jauh, seandainya saya salat dan membbiarkan kuda itu
pergi, saya tidak akan tiba ke keluargaku hingga malam hari. Diriwatkan bahwa
Abu Barzah itu adalah salah seorang sahabat Nabi saw, yang mendahulukan dimensi
taysir dalam ijtihad, berdasarkan penglihatannya terhaap perbuatan Nabi saw. “
Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa salah satu dari konsep maqashid syariah
adalah konsep taysir.
Ibn Asyur dalam kitabnya membagi maqashid syariah menjadi dua
bagian, yaitu maqashid syariah yang
bersifat umum (maqashid al-ammah) dan
maqashid syariah yang bersifat khusus (maqashid al-khassah). [31]
Secara lengkap berikut pengertian dua jenis maqashid ibn Asyur, sebagaimana ditulis oleh Andriyaldi tersebtut: [32]
Maqashid
syariah yang bersifat umum artinya
makna-makna dan hikmah-hikmah yang diperhatikan syar’i (Allah) dalam semua
ketentuan syariah, atau sebagaimana besarnya dimana tidak hanya khusus dalam hukum-hukum
fikih tertenu saja. Maqashid syariah yang bersifat khusus adalah
hal-hal yang dikehendaki syar’i (Allah)
untuk merealisasikan tujuan tujuan manusia yang bermanfaat atau untuk
memelihara kemaslhatan umum mereka dalam tindakan-tindakan mereka secara
khusus.
3.
Pandangan Ibn Asyur tentang Maqashid Syariah
Setidaknya ada beberapa pandangan imam ibn Asyur tentang konsep
maqashid syariah: pertama, perlunya menjadikan maqashid syariah sebagai
sebuah disiplin ilmu tersendiri. Kedua, korelasi al fitrah (naruli
beragama), al-samahah (toleransi), al-muswat (egaliter), dan al-hurriyah (kemerdekaan bertindak).[33]
Secara umum teori maqashid ibn Asyur dapat dijabarkan sebagai
berikut; (a) pendepinisian maqashid umum dan maqashid khusus, (b),
menjelaskan ta’lil, berdasarkan ta’lil ini beliau membagi hukum menjadi tiga
bagian yaitu; 1), hukum yang berkategori mu’allal (mengandung illah) yang harus
eksplisit atau berindikasi kuat kearah itu. 2) hukum yang bersifat ta’abbudi
semata, dalam konteks ini tidak ada petunjuk kecuali hikmahnya, 3) hukum yang
berada diantara dua kategori hukum tersebut. Artinya mengandung illatnya sangat
samar.[34]
Beliau
juga mengisyaratkan metode penetapan maqashid dengan memaparkan mazhab Syatibi,
menjelaskan saddu zari’ah, menjelaskan kaidah al-wasa’il dan macam-macamnya
yang berkaitan hubungannya dengan maqashid.[35]
Menurut ibn Asyur bahwa tujuan umum dari penetapan syariah adalah
untuk melindungi system keummatan agar tetap hidup. Melindungi lima kebutuhan
utama menjadi kewajiban umat secara universal bisa juga menjadi kewajiban ummat
secara individual. Menurutnya
kesetaraan semua individu dalam komunitas umat baik jiwa maupun pekerjaannya
merupakan tujuan pokok syariah, inilah yang disebut al-hurriyyah (kebebasan)[36]
D.
Kesimpulan
Dari kajian
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ibn Asyur memiliki konsep yang reformatif
terhadap maqashid syariah. Dimana beliau tidak hanya menjadikan maqashid
syariah sebagai sesuatu yang hanya terpaut pada satu sisi saja, namun beliau
juga menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan maqashid syariah itu untuk melindungi
lima kebutuhan utama menjadi kewajiban umat secara universal dan juga secara
individual.
Menurut beliau
maqashid syariah harus menjadi disiplin ilmu tersendiri secara independen
terlepas dari ilmu ushul fiqh. Gagasan ini beliau tuangkan dalam karyanya “maqashid
al-syariah al-islamiyyah”.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyaldi, 2014., Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam
Muhammad Ibnu Asyur, ( Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7,)
Balqasim al-Ghalli, 1996., Syaikh al-jami’ al-A’zam Muhammad
al-Tahir ibn Asyur, Hayatuhu wa Atharuhu ( Beirut : Dar Ibn Hazm)
H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta:
Penerbit Kencana)
Ismail Hasani, 1995., Nazariyyat al-Maqashid ind al-Imam
Muhammad al-Tahir Inn Asyur, cet . I (Virginia: Ma’had al-Islami li al-Fikr
al-Islami,)
Muhammad Husayn, 2006., Tanzir
al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al Tahir ibn Asyru fi Kitabihi Mawashid
al-Syariat al Islamiyyah ( Al Jazair : al – Jami,ah Al jazair,)
M. Arfan Muammar dkk 2013, Studi Islam Perspektif
inside/outside, ( Yogyakarta : IRCiSoD Cet.II,)
Muhammad Ibn Asyur, 1366., Maqashid al-Syariat al-Islamiyyah, (Tunisia: Maktabah al-Istiqoma).
Muhammad Said Ramadhan al-Buti, 1998., Maqashid al-Syariat al
Islamiyyah wa alaqatuh bi al Adillat al Syariah (Saudi Arabia: Dar
al-Hijrah)
Mustafa al-Ghalyani, 2003., jami’ Durus al-Arabiyyah, jilid
I (Beirut : Maktabah al-Asyiriyyah)
Tim Penulis UII, 2012., Pribumisasi Hukum Islam, Cet. I
(Yogyakarta: PPs FIAI UII)
Safriadi, 2014., Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid
Syariah, ( Jurnal Ilmiah Islam Futura, vol XIII)
Totok Jumantoro, 2005., dan Samsul Munir Amin, kamus ilmu Ushul
Fiqh, cet.I (Jakarta: Amzah)
Wahbah Zuhaili, 2005., Ushul al-Fiqh al Islami, Jilid II,
cet. XiV (Beirut: Dar al-Fikr)
[1] Andriyaldi., Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam
Muhammad Ibnu Asyur, ( Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, 2014),
hlm. 24
[2] Ibid..,
[3] Ibid..,
[4] Ibid..,
[5]Andriyaldi, Teori Maqashid..,hlm, 25
[6] M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam Perspektif inside/outside,
( Yogyakarta : IRCiSoD Cet.II, 2013), hlm., 434
[7] Ismail Hasani, Nazariyyat
al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al-Tahir Inn Asyur, cet . I (Virginia:
Ma’had al-Islami li al-Fikr al-Islami, 1995) 80
[8] Muhammad Husayn, Tanzir
al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al Tahir ibn Asyru fi Kitabihi Mawashid
al-Syariat al Islamiyyah ( Al Jazair : al – Jami,ah Al jazair, 2006), 24
[9] Tim Penulis UII, Pribumisasi Hukum Islam, Cet. I
(Yogyakarta: PPs FIAI UII, 2012) hlm. 148
[10] Balqasim al-Ghalli, Syaikh al-jami’ al-A’zam Muhammad al-Tahir
ibn Asyur, Hayatuhu wa Atharuhu ( Beirut :
Dar Ibn Hazm, 1996), hlm. 68-70
[11] Safriadi, Kontribusi ibn
Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah, ( Jurnal Ilmiah Islam Futura, vol
XIII, 2014), hlm.81
[13] Mustafa al-Ghalyani, jami’ Durus al-Arabiyyah, jilid I
(Beirut : Maktabah al-Asyiriyyah, 2003) hlm., 129
[14] Muhammad Said Ramadhan al-Buti, Maqashid al-Syariat al
Islamiyyah wa alaqatuh bi al Adillat al Syariah (Saudi Arabia: Dar
al-Hijrah, 1998), hlm., 26-28
[15] M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
[16] M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
[17] Totok Jumantoro, dan Samsul Munir Amin, kamus ilmu Ushul Fiqh, cet.I
(Jakarta: Amzah, 2005), 196
[18] M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
[19] H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta:
Penerbit Kencana), hlm 231
[20] H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta:
Penerbit Kencana), hlm 231
[21] Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al Islami, Jilid II, cet. XiV
(Beirut: Dar al-Fikr, 2005), hlm., 307
[22] Muhammad Ibn Asyur,
Maqahid al-Syariat al-Islamiyyah, (Tunisia: Maktabah al-Istiqomah, 1366 H). hlm., 50
[23] Muhammad Ibn Asyur, Maqashid al-Syariat..,hlm.9
[24] Safriadi, Kontribusi ibn
Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 86
[25] Safriadi, Kontribusi ibn
Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 86
[26] Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,16
[27] Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,16 -17
[28] Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,17
[29] Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,20
[30] Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,17-18
[31] Safriadi, Kontribusi ibn
Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 88
[32] Andriyaldi, Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam
Muhammad Ibnu Asyur, ( Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, 2014),
hlm., 30
[33] Imam Ibn Asyur, Maqashid Syariah al-islamiyah, hlm 259
[34] Tim penulis UII, Pribumisasi..,hlm 148
[35] Ibid.,
[36] Ibid., 149
*Tulisan dalam makalah sengaja tidak di edit, Makalah ini telah dipersentasikan pada kelas MSI UII, Makul Maqashid Syariah, dan pada saat di postkan, sedang dilakukan revisi (perbaikan)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih