AGAMA, PEMBENTUK KARAKTER SOSIAL ANAK*
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKD5INEmF7Yk8nx__9r5MX5z4IBXP_r93Hj2Gii9bUEdL9JA2ApJxyjrStwTrJZQfzSH5Kne5KStQ3xp4Mgd8p-5RRp1zg-4NHXD4gOSAdNo4xts2bUbx6e-Sjk5DolsiweRr5pJGAQOY/s320/20150623_054048.jpg)
Dalam sistem pendidikan di negara
kita, pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan.
Penitik-beratan pendidikan pada kecerdasan intelektual akan membuat ketidak
seimbangan dalam menanamkan nilai sosial pada peserta didik. Oleh karena itu,
sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Siddik “Agama
memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat.”.
Maka
menyeimbangkan potensi anak dalam sisi kecerdasan intlektual dan spiritual akan
menjadikan peserta didik memiliki nilai sosial dalam masyarakat. salah satu caranya
adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan. Lanjut M. Siddik “bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat”.
Menurut Pepi
Nuroniah dalam 1000 guru mengatakan, ada beberapa beberapa elemen yang
cukup berpengaruh dalam proses pendidikan. Pertema, Keluarga ; apa
yang sering dikatakan orang tua akan menjadi sugesti yang akan terus terbawa
hingga ia mampu memahami segala hal yang terjadi di sekitarnya, hingga ia mampu
mengontrol emosi dan alam bawah sadar yang akan terus mengontrol tindakannya.
Sosialisasi yang baik dari keluarga akan memberikan manfaat yang sangat baik.
Kedua,
Teman atau Sahabat ; teman
yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula pada kepribadian kita, akan
sangat berpengaruh terhadap pendidikan-pendidikan kecil yang akan kita peroleh.
Setelah keluarga, kita akan sering bertemu dan bergabung dengan seorang teman,
sebagai tempat berinteraksi, dan bertukar pendapat. Sebagai contoh, ketika
dalam satu kotak terdapat dua buah kertas, kertas A kita coba untuk sirami
sebuah tinta maka kemungkinan besar kertas B juga akan ikut terkena juga,
bukan? Nah, seperti itulah 2 buah kertas sama dengan seseorang yang selalu
bersama-sama dan ia akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Ketiga, Media ; media
yang dimaksud di sini adalah media massa. Seiring dengan perkembangan teknologi
saat ini, segala hal yang sering kita saksikan akan menjadi acuan. Sebab, apa
yang kita lihat, dengar, dan rasakan tanpa sadar akan mempengaruh diri kita.
Maka dari itu kita harus cerdas dalam menggunakan media dan memanfaatkannya.
Ilmu itu tidak hanya dari
pembelajaran yang dijelaskan oleh seorang guru, baik itu di sekolah, di kampus
atau bahkan penjelasan yang terus dijelaskan oleh atasan kepada bawahannya di
tempat kerja, melainkan lebih dari itu. Sebab itulah urgensi mendidik anak di era
informasi dan teknologi ini tidak cukup hanya memberikan pengetahuan yang
bresifat kognitif saja, tapi juga harus berbasis pada tatanan social
kemasyarakatan, dengan cara menambahkan forsi pendidikan agama di sekolah.
Membekali karakter sosial
kemasyarakatan anak dalam agama Islam sendiri telah memiliki dua elemen sebagai
pilar dasarnya, antara lain: Pilar
pertama yaitu kepedulian, hal ini diterangkan dalam hadist Nabi Saw “Tidaklah
sempurna iman seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang sedang tetangganya
kelaparan. (HR. Ibnu Abi Syaibah, dalam kitab iman,
dari sahabat Ibnu Abbas no. 29748)”.
Pilar
kedua adalah kejujuran, prihal sikap
jujur, Nabi Saw telah menerangkan dalam hadistnya “Hendaklah kamu berpegang kepada kejujuran,
karena kejujuran itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan itu akan membawa kepada
surga (kebahagiaan), dan hendaklah tetap seseorang itu bersifat jujur dan
memilih kejujuran hingga ia tertulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Jauhilah olehmu dusta, karena dusta itu akan membawa kepada keburukan dan
keburukan itu akan membawa ke neraka (kehancuran...”
Aries Musnandar pernah
menyinggung pendidikan untuk anak yang hanya memfokuskan pada sisi intlektual.
Ia mengatakan “sepatutnya, mendidik dan membentuk karakter anak didik kita jangan
disamakan atau diidentikkan dengan kegiatan industri dalam memproses raw
material menjadi finished goods, Hal ini mengingat anak sebagai manusia
merupakan makhluk unik, penuh misteri dan dinamis (umm,2014)”.
Akhirnya kita semua bersepakat,
bahwa landasan membentuk karakter dasar anak dalam pendidikan, tidak cukup
hanya dengan mengembangkan kecerdasan Intlectual
saja. Tapi harus pula diimbangi dengan kecerdasarn spiritual, melalui implementasi pandidikan agama yang
sungguh-sungguh oleh semua pihak di lingkungan sekolah ataupun lingkungan
masyarakat.
*Ahmad Rizal Khadapi adalah Relawan Guru,
Sekolah Guru Indonesia (SGI) Angkatan
VII
Ditempatkan sebagai
Guru di SDN 12 Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
Berasal dari
Mataram, NTB
Cp, 082251688128
fb; rizalkhadapi,
twitter @khadapiahmad
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih