Cerita Saya tentang Guru
Tidak perlu risau dengan keadaan, kita sedang
bergerak kearah yang pasti menuju sebuah cahaya. Hanya saja saat ini memang
kita sedang berada dalam sebuah terowongan yang gelap, dan kita tidak punya
senter untuk menyinari setitik demi setitik warna gelap ini. Yang kita butuhkan
adalah kesabaran dalam diri. Kesabaran menghadapi semua ini, karena akan ada
masa dimana saat saat seperti akan terlepas dari dirikita.
Berdoalah kepada TuhanMu, niscaya akan
dikabulkan. Maka yang perlu kita lakukan saat ini adalah berdoa, memohon kepada
yang kuasa agar kita dimudahkan dalam menjalani setiap proses. Karena kita
tidak mungkin diberikan sebuah perkara, tanpa kita punya kemampuan menghadapi
perkara itu.
Kita meyakini bersama apa yang sedang kita
lakukan untuk negeri ini. Bekerjalah, maka Allah akan melihat kerja kerja kita.
Tidak perlu risau dengan apa kata orang. Memang demikianlah suatu perkara,
pasti memiliki perhatian dari banyak orang. Yang pasti semua ini menjadi
ketentua terbaik dariNya.
Tawakkaltualallah.. adalah prinsip yang mesti
kita pegang. Segiat apapun kita berusaha, dan semaksimal apapun raihan kerja
kita semua adalah hasil dari takdirNya. Kini kita perlu berbicara lebih dalam
tentang sebuah continuitas pengabdian. Akankah selesai dari institusi ini,
pengabdian kita dalam dunia pendidikan juga selesai.
Saya berharap tidak..., karena dunia
pendidikan Indonesia sangat membutuhkan kita, sebagai guru guru transformative,
yang senantiasa menjunjung profesionalitas kerja dan kreatifitas mengajar. Kita
sudah faham bersama, bagaimana kualitas guru didaerah terpencil. Walalupun kadang
kita tidak percaya dibuatnya.. karena ternyata begitu banyak hal yang menjadi
kekurangan guru guru di daerah.
Tapi kekurangan kekurangan kualitas para guru
ini, tidak pernah bisa ditangani secara serius oleh pemerintah. Saya tidak
sedang bermaksud menyalahkan. Namun kenyataannya memang demikian. Sungguh kasihan
guru guru ini, karena mereka seolah menjadi korban dari kebijakan pemerintah. Misalnya
ketika guru-guru dipaksa untuk melaksanakan kurikulum 2013, banyak guru
didaerah yang mengeluh bingung dengan model penilaian siswa dalam kurikulum
ini.
Walauapun mereka sudah mengikuti pelatihan
k-13 , ternyata tidak banyak materi yang mampu diaplikasikan, bahkan tidak sama
sekali. Karena setelah mereka kembali ke sekolah kurikulum yang dipakai adalah
KTSP, model mengajarnya juga masih sama seperti model mengajara di era kita
baru merdeka.
Sekarang para guru disibukkan dengan urusan
berkas ini dan itu. Untuk guru di daerah terpencil yang terbatas akses jalan
dan teknologi, urusan urusan seperti ini akan menghambat mereka untuk mengajar
dikelas. Saya tidak tahu bagaimana seorang guru memberikan nilai kepada
siswanya, sementara ia seringkali tidak masuk. Saya juga tidak tahu bagaiamana
seorang kepala sekolah memanajemen sekolahnya, sementara ia jarang berada
disekolah.
Inilah keterbatasan..!! hasil dari tambal
sulam pendidikan. Sedari dulu para guru diminta untuk menamatkan jenjang
pendidikan minimal S1. Tapi ternyata, ini juga tak mempan untuk meningkatkan
kualitas mengajar para guru. Karena usia mereka yang sudah tidak produktif
lagi. Atau karena semangat mereka yang sudah mulai pudar. Entahlah.. yang pasti
kita ingin melihat keseimbangan kualitas mengajar dengan tingginya jenjang
pendidikan seorang guru.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih