Ketika Aan tadak Sekolah
Suatu ketika
saat saya bertamu kerumah salah satu warga,
saya merasa ada yang aneh dengan kondisi rumah tersebut. saya pandangi
sekeliling rumah tersebut, ternyata yang ada hanya pohon kelapa. Pohon kelapa
yang tumbuh subur dengan batangnya yang menjulang tinggi. Ribuan pohon kelapa
terhampar dalam pandangan saya. Rumah kecil beratapkan seng dan berdinding kayu
itu berdiri miring diantara tegaknya pohon kelapa.
Dalam hati
saya bergumam, sungguh daerah ini adalah daerah yang penuh potensi, dengan ribuan
pohon kelapa yang terhampar, namun dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan.
Aneh...!!! jika diantara kokohnya pohon kelapa, ada satu rumah yang tidak mampu
berdiri tegak. Piker saya ini menandakan orang rumah ini tidak mampu
memaksimalkan potensi kelapa yang dimilikinya.
Sayapun
melangkah menuju pintu rumah tersebut, saya lepas sepatu pandopel karet warna
hitam yang saya gunakan. Tiga langkah dari teras rumah, pintu rumahnya kemudian
saya ketuk. Tok..tok...tok..!!! Assalamualaikum...??? desir saya, sambil
menghadap belakang pintu, karena setau saya etika kalu bertamu tidak boleh
langsung menghada pintu rumah yang kita tuju.
Satu menit
kemudian pemilik rumah itu keluar. Wajah putih keriput, dengan senyum 7 cm
memandang kearah saya. Waalaikumsalam ...Eh ada pak ngah Khadapi rupanye.., ape
kaba; ni pak ngah..?? tumben kerumah, jawab belia. Sambil saya membalikkan arah
badan, dan menyoyongkan tangan saya. Saya menjawab.. ya ni pak Long... saye nak
ksini sebanta;; saja. Nak tengok Aan yang beberapa hari tadak masuk sekolah.
Di daerah
penempatan, saya dipanggil pak ngah Khadapi, panggilan akrab bagi saya oleh
warga. 6 bulan yang lalu, dalam satu pertmuan dengan warga saya cerita bahwa
saya anak ke-3 dari 6 bersaudara. Warga kemudian memanggil saya pak ngah, karena
saya anak yang ke-3. Kalau anak yang pertama dipanggilnya pak long (bagi
laki-laki) dan yang perempuan kak long, singkatan dari anak sulung. Sedangkan
bagi anak terakhir dipanggilnya pak cu (bagi laki-laki) dan perempuan kak cu,
singkatan dari anak bungsu.
Saya
kemudian diajak masuk keruang tamu oleh pak Thalib, bapak dari Aan. Sambil
berjalan saya bertanya, nape pula Aan beberapa hari ni tadak masuk sekolah, Pak
Long..? silahkan duduk pak.., kata beliau sambil tersenyum. Jadi begini pak
ngah, beberape hari ne memang Aan tadak masuk sekolah, sebab ie nak bantu saye
tanam jagung di lading. Saye tadak ade yang ngawankan, sedangkan mamaknye,
masih sakit.
Sementara
ladang jagung itu, sudah terlanjur di bakar, dan tinggal kini memasuki masa
tanam. Oleh sebab tulah beberape hari ne Aan memang sengaje saye minta untuk
tadak sekolah luq. Supaye ade yang ngawankan nanam jagug to di ladang. Mohon
izinnye yah dari bapak. Sambil Aan keluar dari dapur menuju ruang tamu
sederhana tempat saya dan pak Long Talib bicara, ia membawa satu ceret air kopi
dengan dua gelas yang menyertai.
Pak long
Talib pun menuangkan ceret yang berisi kopi itu ke kedua gelas tadi. Satu gelas
untuk saya, dan satu gelas untuk pak long. Aan duduk disebelah bapaknya. Saya
kemudian minta izin minum kopi yang telah dituangkan. Setelah satu sreet air
kopi saya minum. Saya tersenyum, dan kemudian menjawab.. ooo kalu memang
demikian pak, tak apelah jika Aan mesti bantu bapak dulu untuk tanam jagung di
ladang. Namun nanti kalau sudah selesai, Aan masuk sekolah lagi ya.. pinta
saya.
Aan adalah
siswa kelas 6, sudah hampir satu peka ia
tidak masuk sekolah. Tidak ada surat izin yang datang ke tangan saya sebagai
guru. Biasanya anak-anak yang lain kalau akan tidak masuk sekolah, mereka
menitipkan surat ditangan saya. Namun Aan tidak melakukannya. Di awal pertemuan
kelas dulu, saya menekankan aturan, bahwa kalau ada keperluan dalam waktu lama
yang membuat tidak bisa masuk sekolah, maka kalian harus mengirimkan surat
izin. Sedangkan kalau sakit, juga harus menuliskan surat keterangan sakit.
Sehingga di presensi kehadiran siswa, bapak bisa menulis keterangan kenapa
kalian tidak masuk sekolah.
Toleransi
Alpa (tidak masuk sekolah tanpa keterangan) yang saya kenakan adalah 3 hari.
Jika lebih dari 3 hari, maka saya mesti berkunjung kerumah si anak. Hal ini
saya lakukan agar saya mengetahui kenapa anak tidak masuk sekolah. Dengan demikian fakta dibalik tidak masuknya
siswa tanpa keterangan, saya bisa maklumi.
Sekitara 30
menit saya bicara dengan pak Long Talib. Saya kemudian pamit, untuk balik ke
sekolah. Maklum selama penempatan saya tinggal di sekolah. Kepada Aan saya juga
berpesan agar dia membantu ibu bapaknya dengan baik, dan menjadi anak yang
berbakti. Esok senin insya Allah Aan sudah bisa masuk sekolah pak ngah, sahut
bapaknya.
Aan adalah
siswa yang cerdas di sekolah. Ia selalu aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan
saya di kelas. Seringkali ia menjadi siswa yang pertama menyelesaikan soal
latihan matematika. Sikapnya yang baik membuat banyak siswa dekat padanya. Ia
member contoh yang baik bagi teman teman yang lain. Datang ke sekolahs sangat
pagi, sebelum teman temannya yang lain datang. Walaupun bukan ia yang kena
jadwal piket kebersihan kelas, namun ia selalu menyapu kelas dengan bersih,
menghapus papan tulis, dan mengambil air untuk ember cuci tangan di dalam
kelas.
Saat jam
istirahat, ia selalu menyempatkan diri ke perpustakaan sekolah. Membaca buku
cerita sejarah, dan cerita dongeng adalah kesukaannya. Biasanya ia juga
merapikan buku buku yang berserakan di meja baca, dan mengembalikannya ke rak
buku. Keterbatasan ekonomi keluarganya, membuat ia harus membantu orang tuanya.
Baik di ladang ataupun di sekolah. Di sekolah ia tidak hanya datang membawa tas
dan buku, tapi ia juga datang dengan membawa jajanan dan kue untuk di jual
kepada teman2nya.
Kue dan
jajanan itu dibuat oleh mamaknya, dan tugas dia adalah menjualnya di sekolah.
Keuntungannya tidak banyak kalau semua laku terjual biasanya ia untung Rp
10.000 dan ia tabung setengahnya di Bu Ira. Sedangkan setengahnya lagi, ia
gunakan untuk belanja. Sedangkan jika tidak semua kuenya terjual, ia biasanya
memperoleh keuntungan Rp 5000. Semuanya ia tabung.
Kini setelah
datang kerumahnya, saya faham apa yang ia alami. Sebagai seorang guru, memang
sangat urgen bagi kita untuk mengetahui kenapa anak didik kita tidak masuk
sekolah dalam beberapa hari. Agar kita mampu meberikan penilaian yang obyektif
terhadap peserta didik. Tentunya pendidikan itu tidak hanya di sekolah, lebih
penting pendidikan itu di rumah dan keluarga. Aan adalah contoh yang baik dalam
dunia pendidikan keluarga, ia lebih memilih berbakit kepada orang tuanya, dan
membantu bapaknya. Namun ia tak pernah patah semangat untuk datang ke sekolah,
ia rajin di sekolah juga cerdas.
Kita
berharap, karakter anak didik kita yang lain, akan seperti Aan, tidak hanya
cerdas secara intlektual, namun juga cerdas secara sikap dan budi pekerti.
Dengan demikian suatu saat nanti kita akan menemukan para pengisi kemerdekaan
bangsa yang lebih berkarakter, dan compatible.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih