NEGERI ASAP
Memasuki
musim kemarau, dua pulau besar di Indonesia yaitu Kalimantan dan Sumatera di
kepung kabut asap. Bukan kali ini saja kabut asap terjadi, namun hampir tiap
tahun sejak 18 tahun yang lalu. Kabut asap di musim kemarau seolah menjadi sahabat buruk bagi para warga di
kedua pulau tersebut.
Kabut
asap ini muncul disebabkan karena efek dari pembakaran lahan yang dilakukan
oleh warga untuk memulai musim tanam baru. Atau juga dilakukan oleh perusahaan
untuk membuka lahan perkebunan baru. Sayangnya efek dari pembakaran lahan yang tidak
sedikit itu tidak pernah dipertimbangkan matang-matang sehingga menimbulkan
kabut asap.
Tidak
sedikit kota-kota yang ada di kedua pulau itu kemudian terkena efeknya. Seperti
di kota Pontianak misalnya, beberapa kali jadwal penerbangan di Bandar Udara
Supadio Pontianak mengalami delay (keterlambatan). Selain itu juga, sekolah
juga diliburkan untuk menghindari anak anak terkena sesak nafas.
Belum
lagi efek kesehatan yang akan timbul dari pekatnya kabut asap, seperti penyakit
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Oleh Karena itu warga masyarakat
disarankan untuk menggunakan masker ketika mereka keluar rumah. Efek lain yang
timbul adalah dampak lingkungan jangka panjang, dimana pemanasan global yang
disebabkan dari hancurnya hutan di Kalimantan akan menyebabkan gletser (tanah
es) di kutub utara lebih cepat mencair. Sehingga beberapa pulau kecil
diprediksi akan tenggalam dalam seratus tahun kedepan. Saat ini saja suhu
tertinggi di kota Pontianak pada siang hari mencapai 41 drajat celcius.
Al-Qur’an
menjelaskan “ zhoharol fasadu fil barri
wal bahri bimaa kasabat aidinnas yang
artinya telah terjadi kerusakan di darat ataupun di laut karena disebabkan oleh
perbuatan tangan manusia”. Apa yang saat ini terjadi, berupa kebakaran
lahan, rusaknya hutan, langkanya hewan dan binatang lainnya, semua karena ulah
tangan manusia yang tidak humanis dalam mengelola alam yang dititipkan Allah
swt kepada kita. Boleh jadi kita sebagai manusia saat ini diberikan azab oleh
Allah, karena kita tidak memelihara dan merawat alam ini secara sustainable (berkelanjutan).
Apa
jadinya jika hutan, lahan pertanian, lingkugan laut, yang diamanahkan Allah
kepada bangsa ini dalam tempo 70 tahun kemerdekaan kita, sudah rusak sedemikian
parah. Bisa jadi dalam 70 tahun kedepan kita tidak akan lagi menemukan hewan
dan binatang unik di hutan, biota-biota laut nan lucu serta semua kekayaan alam
Indonesia yang beragam jenisnya. Karena saat ini saja kita sudah mengalami
maraknya kerusakan lingkungan.
Lalu
siapa yang bertanggung jawab atas kabut asap yang terjadi di Sumatera dan
Kalimantan...? tentu saja semua pihak harus bertanggung jawab. Peneyelamatan
dan penyelarasan hutan dan lahan harus segara dilakukan oleh semua pihak,
terutama pemerintah sebagai pengendali masyarakat. Tidak hanya oleh pemerintah,
namun juga oleh masyarakat tentunya.
Pemerintah,
perusahaan, dan masyarakat, harus bersinergi dalam mengatasi permasalah asap
ini. Jangan sampai pemerintah hanya ketiban susahnya saja, sementara pembakar
lahan duduk gemulai menertawakan masyarakat yang terkena efek kabut asap.
Hukuman
yang seberat-beratnya harus diberikan kepada siapa saja yang membakar lahan
ataupun hutan dengan sengaja. Karena kita tidak mau menjadi korban terus
menerus dari efek pembakaran lahan yang sitematis dan dari tahun ketahun selalu
saja terulang. Jika pemerintah tidak tegas dalam mengani perkaran pembakaran
lahan ini, maka tidak menutup kemungkinan tahun depan pasti akan terjadi
kembali.
Kita
juga menyambut baik, Presiden Jokowi yang langsung terjun ke Palembang untuk
melihat langsung kondisi lahan yang terbakar. Tapi yang sangat kita perlukan
adalah tindakan tegas pemerintah terhadap perusahaan yang diduga melakukan
pembakaran lahan. Semoga bangsa ini bisa lebih menghargai anugrah Tuhan yang
dititipkan kepada kita sebagai manusia.
Sebagaimana
para founding fathers (pendiri bangsa) yang sejak awal kemerdekaan telah
menyadari begitu kayanya Indonesia dengan kekayaan alam. Kemudian mereka
membuat pasal khusus tentang perlindungan kekayaan alam hanya untuk kemakmuran
bangsa dan rakyat. Sebagaimana yang termuat dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) 1945 “bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih