Kembali ke Pancasila



           
Ditengah hiruk pikuk memburuknya kondisi perekonomian bangsa saat ini. Kita dihadapkan pada berbagai kondisi sosial masyarakat dan lingkungan hidup yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Level terakhir priode bulan September nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mencpai angka Rp 14.300 perdolar. Ini merupakan nilai tukar terendah sejak era  reformasi.
            Dampak dari kondis lesunya perekonomian bangsa adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh kerja di sejumlah perusahaan. Pemerintah beralasan bahwa lesunya perekonomian nasional  karena perekonomian global yang juga sedang mengalami pelambatan pertumbuhan. Tidak hanya Indonesia yang terkena dampak pelambatan kondisi ekonomi global, namun beberapa Negara tetangga juga, kata pemerintah.
            Namun ditengah lesunya kondisi perekonomian nasional, ternyata berbanding terbalik dengan antusiasme masyarakat Indonesia untuk menononton konser Bonjovi yang beberapa waktu lalau di selanggarakan. Tiket satu kali nonton konser tersebut rata-rata harganya mencapai Rp 3.000.000,00. Tentu saja ada satu paradigma yang terbalik dalam diri masyarakat kita.
            Bagaimana tidak..??? pemerintah mengklaim kita sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, dengan drasnya arus impor barang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin tertekan. Namun dalam waktu yang bersamaan ternyata ada sebagian besar masyarakat yang tidak berat mengeluarkan isi kantongnya sebesar 2 kali lipat gaji buruh pabrik setiap bulan.
            Kondisi sosial yang demikian memang mengagetkan kita. Karena ada sebagian besar rakyat kita di daerah  sedang mengalami berbagai macam krisis, seperti di daerah selatan Lombok dan dareah Bantul Yogyakarta saat ini sedang mengalami krisis air bersih . kemudian di pulau Kalimantan dan Sumatera sedang mengalami krisis udara bersih, sebab kabut asap akibat pembakaran lahan tiap hari kondisinya semakin pekat. Jarak pandang terjauh hanya mencapai 50 meter. Di provinsi Aceh terjadi banjir bandang.
            Akibat dari kabut asap tersebut, nelayan tidak bisa melaut, banyak sekolah diliburkan, berbagai penyakit sistem pernapasan menghantui masyarakat, dan berbagai dampak lain yang mungkin saja bisa terjadi. Selain permasalahan-permasalahan diatas, kita juga dihadapkan pada keadaan penegakan hukum yang semakin lemah, sejak pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh POLRI. Kemudian Presiden Joko Widodo melantik PLT KPK yang baru. Sejak saat itulah KPK dirasakan mengalami kemandulan dalam pemberantasan korupsi.
            Sampai saat ini, kiprah KPK masih menjadi harapan rakyat dalam pemberantasan korupsi. Namun dalam beberapa kali peristiwa, terjadi situasi yang dianggap melemahkan KPK. Ini yang membuat masyarakat menjadi lumpuh harapannya terhadap situasi penegakan hukum nasional.
            Oleh sebab itu, melihat berbagai bentuk dinamika sosial, politik, hukum, dan ekonomi diatas. Patutlah kiranya kita semua kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa pejuang. Agara semangat kita sebagai anak bangsa tidak lupus dimakan keadaan. Sebagai bangsa yang pernah di jajah oleh Belanda selama 3,5 abad kita mampu untuk keluar dari cengkramannya. Karena kita memiliki semangat sebagai bangsa pejuang.
            Kini cengkraman imprealisme baru, hadir dalam diri bangsa ini. Bergabai kekayaan alam kita masih di pegang oleh asing. Pola pikir generasi muda bangsa kita sangat gampang dipengaruhi budaya luar. Maka asing akan dengan mudah merekayasa pemikiran anak muda bangsa kita.
            Satu solusi atas permasalahan tersebut harus mampu kita ketengahkan secara baik-baik. Kalau boleh berpendapat, saya ingin mengetangahkan satu alternatif pemikiran untuk mereduksi gejolak sosial, hukum, dan ekonomi diatas. Walaupun ini masih bersifat abstrak, namun hemat saya tidak ada salahnya untuk saya ketengahkan.
            Karakter sebagai bangsa pejuang telah sejak lama ada dalam masyarakat kita. Namun dalam beberapa dekade belakangan sudah mulai hilang tergerus zaman. Selain kita mesti kembali sebagai bangsa pejuang, kita juga mesti kembali pada Pancasila dan UUD 1945. Diantara sila-sila dalam pancasila yang bisa menjadi pedoman penguat karakter bangsa adalah, 1.Ketuhanan Yang Maha Esa, 2.Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3.Persatuan Indonesia, 4.Kerakyatan Yang di Pimpin Oleh Hikamat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan 5.Keadaidlan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
            Menurut hemat saya, saat ini pancasila tidak lagi menjadi pedoman berbangsa dan bernegara bangsa kita. Kita bangga menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun pada saat yang bersamaan Negara tidak melindungi agama dan ummat beragama dalam menjalan ibadah. Ketika Agama Islam di nodai oleh berbagai aliran kepercayaan seperti Ahmadiyah, Negara malah diam. Karena diamnya Negara, ummat Islam yang sudah merasa tersinggung dengan aliran Ahmadiyah, kemudian menyerang warga Ahmadiyah.  Ada juga penyerangan terhadap ummat Islam di Tolikora oleh ummat agama lainnya. Perlindungan hukum tidak diberikan kepada Agama oleh Negara.
            Harusnya, menurut hemat saya negara juga mesti memberikan perlindungan terhadap kemurnian suatau agama. Karena bangsa kita menganut kefahaman Tuhan itu Esa. Agama yang diakui keberadaannya di Indonesia ada 6, Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Agar ia tidak dikacaukan oleh agama yang lain ataupun aliran yang lain. Kedua kita bangga menyatakan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kenyataan saat ini terjadi kesenjangan sosial antar masyarakat, yang kaya semakin kaya, yang miskin jarang diperhatikan. Memang program pemerintah sedang berjalan dalam memberantas kemiskinan. Namun efektifitas program tersebut masih belum maksimal dirasakan.
            Saya kira dua hal tersebut cukup sebagai contoh saja. Dan saran yang ingin saya sampaikan adalah kita semua mesti kembali pada nilai nilai pancasila. Dengan cara penekanan nilai dan karakter pancasila harus kembali ditanamkan di dunia pendidikan kita, melaui sekolah-sekolah. Pola penananamn nilai-nilai pancasila, mesti memiliki program tersendiri, dan masuk dalam kurikulum nasional pendidikan kita. Sebagai contoh simple misalnya, untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila harus ditambahkan dengan kata “nilai moral” .  Jadi Pendidikan Pancasila dan Nilai Moral, ini dimaksudkan agar pendidikan pancasila tidak hanya sekedar menjadi pengetahuan, namun juga masuk menjadi karakter anak bangsa.
            Maka kembali ke jadi diri kita sebagai bangsa besar, sebagai bangsa pejuang, dengan landasan falsafah hidup Pancasila sebagai dasar kita bernegera, akan mampu menggerus arus zaman yang sudah tak terbendung lagi. Akan mampu menyadarkan generasi muda agar mereka peduli pada bangsanya, akan mampu mengajarkan para pejabat agar tak korupsi dalam menjalankan amanah, akan mampu menyadarkan para pengusaha Indonesia agar ia tangguh dalam bekerja dan mapu bersaing ditataran global. Dan tentu saja akan memberikan rules  bagi pemerintah dalam membentuk kebijakan, membuat peraturan, dan meningkatkan pembangungan bangsa. Akhirnya kita semua harus punya komitmen untuk menanamkan sila-sila pancasila dalam dirikita sebagai anak bangsa.
           
           
           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia