Kopi dan Koran, Relasi Kritik Media Massa
Oleh
Ahmad
Rizal Khadapi
Pegiat pendidikan, sedang menginisiasi "Institute for Education Research & Development
West Nusa Tenggara"
![]() |
gambar Ilustrasi |
Selamat pagi..semua....!!!, puji
syukur pada Tuhan yang maha Esa. kita
semua telah terbangun kembali, dan bersiap dengan aktifitas keseharian kita. Ada
petani yang sedari tadi habis sembahyang subuh langsung pergi ke sawahnya. Ada juga
tukang ojek yang sejak azan subuh menunggu penumpang yang akan diantar ke
pasar. Ada pegawai yang sudah siap dengan pakaian dinasnya, karena instansinya
6 hari kerja. Ada anak-anak sekolah yang tengah berjalan menuju sekolah dengan
cerianya.
Ada para pedagang sayur, pedagang snack, pedagang roti, dan berbagai
bentuk barang dagangan para pedagang lainnya sejak selesai subuh tadi sudah
berangkat ke pasar. Ada ibu-ibu yang membawa bayi kecilnya menyusuri jalan
sepanjang kampung untuk menikmati segarnya udara pagi bersama sang buah hati. Semuanya
terasa nikmat, karena kampung ini telah memberi warna dalam hidup saya.
Sesuatu yang tak saya dapat di waktu-waktu
yang lalu. Seperti biasa, saya melakukan rutinitas pagi dengan secangkir kopi
hangat ditemani sebuah Koran. Membaca berita sambil minum kopi, bagi saya akan
memberi inspirasi sebelum menjalankan rutinitas yang lain. Asupan informasi
sudah menjadi kebutuhan saya setiap hari. Minimal kalau tidak baca Koran yang
baca buku, kalau tidak baca buku ya baca Qur’an (one day one juz) kalau bisa.
Membaca kata orang, adalah pintu melihat dunia lainnya. Kita tidak
pernah tahu kehidupan orang diluar sana, tanpa kita membaca. Kita tidak akan
bisa mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa membaca dan meneliti. Hidup ini
adalah proses, dan setiap proses dalam kehidupan mesti ada yang menulisnya
sebab aktifitas ibadah kita saja sudah ada dua malaikat setiap hari mencatatnya,
dan semoga kelak akan ada yang membacanya.
Seorang teman saya memposting status
di facebook agar memilih istri yang suka membaca. Sebab dengan begitu
anak-anak yang lahir dari rahimnya Insya Allah akan pintar. Benar ataukah tidak..?,
semua itu takdir/ketentuan Allah swt. Kopi dan Koran, bagi saya dua hal yang
tak bisa dipisahkan. It’s there in my life. It’s give me spirit for success.
Master guru saya di SGI, suatu ketika
bercerita bahwa setiap pagi ia tak bisa sarapan berat alias sarapan nasi. Ia
ganti sarapan pagi itu dengan secangkir kopi dan kudapan makanan ringan,
seperti tempe goreng (mendoan dalam bahasa jawa), tahu isi, dan sncak tradisional lainnya. Karena ia
akan lebih semangat kalau sudah minum kopi.
Ooo
ya...bagi saya kopi tidak sekedar sebagai kopi. Akan terasa lebih pas jika kopi
hangat dibarengi dengan aktifitas membaca. Dan teman-teman saya di kabupaten Kubu Raya sudah tahu prihal
kebiasaan saya ini. “Kalau mas khadapi sudah bikin kopi, pasti disisinya sudah
ada koran” begitulah kira-kira kata bang Midun (Hamidun)
Kopi dan Koran, betapa besar jasa para
pembuat berita di Koran. Karena mereka kita tahu informasi disana-sini tanpa
kita perlu mencarinya sendiri. Akhir-akhir ini saya mulai gelisah dengan isi
berita di Koran, terutama Koran lokal. Saya menilai Koran saat ini hanya
memberitakan seputar hal-hal yang sama dan tidak terlalu penting untuk dibaca. Koran
lokal di daerah saya misalnya, isi beritanya hanya berputar pada masalah
itu-itu saja. Padahal tidak terlalu penting untuk diketahui masyarakat.
Ada berita di Koran, “ibu-ibu PKK Dinas.....
melakuakan bakti sosial, atau gadis cantik ketabrak tronton, atau kepala
dinas... tidak setuju prihal....” ketika membaca berita yang dimuat dengan
seksama, saya kadang mengatakan dalam hati..”loh apa pesan atau nilai edukatif
yang coba disuguhkan dari berita ini..?”, ternyata tidak ada. Sebab kenapa..?
media hari ini sudah money oriented
kata teman saya. Sehingga berita-berita yang disajikan hanya informasi toq. Dalam sebuah teori mengatakan “sesuatu
yang diberitakan secara terus menerus, walaupun
berita itu tidak penting, akan dianggap penting oleh masyarakat, karena
sering diberitakan.” Contohnya, berita
mengenai gubernur DKI Jakarta yang sekarang. Hampir setiap hari muncul di media
cetak dan elektronik. Padahal pemilu DKI tahun depan, tapi media sudah
memberitakan ini jauh-jauh hari. Dan mengatakan bahwa berdasarkan hasil survey
ahok paling tinggi elektabilitasnya.
Ya.. jelas tinggilah..!!! orang setiap
hari diberitakan, masyarakat dijejali informasi tentang dia terus. Maka kalau
masyarakat ditanya siap calon gubernur DKI tahun depan. Orang otomatis akan
nyebut ahok. Sebab secara tidak langsung
masyarakat dihipnotis untuk tahu tentand dia. Dan settingan media massa sudah membuat ahok
populer, bisa jadi ini adalah kampanye terselubung. Tapi tentu saya atau kita
semua tidak ingin bersuudzon terkait hal ini, ya kan...?
Padahal
kalau kita cermati, ada banyak tokoh-tokoh
yang secara kapasitas dan elektabilitas jauh lebih kompeten jadi
gubernur DKI. Seperti Prof. Yusril Ihza Mahendra pakah hukum tata negara
sekaligus mantan menteri. Ada juga Ustadz Yusuf Mansyur, ada juga Ridwan Kamil
wali kota Bandung walaupun ia mengatakan tidak akan hijrah ke DKI untuk pilkada
2017. Ada pula Tri Rismaharini wali kota Surabaya yang sudah tidak diragukan
lagi track record nya sebagai
pemimpin.
Kita sebagai masyarakat jangan
dibutakan oleh media. Karena setiap hari membaca berita-berita seperti itu yang
tidak penting dan tidak punya pesan edukatif. Maka sudah seharusnya kita juga
mengkritisi media massa. Ingat ini era teknologi, kita bisa memberikan kritik
atau saran melalui twiiter, facebook, instagram, dll.
Yang
perlu kita fahami bersama bahwa kita memberikan kritik atau saran bukan karena
kepentingan suku, agama, rasa, atau aliran tertentu yang kita anut. Tapi kita
mengkritisi karena sikap yang jernih, pikiran yang bersih, dan rasa jenuh kita
melihat, membaca, dan mendengar informasi-informasi yang tak penting tersaji
setiap hari oleh media massa.
Kita butuh perubahan, dan perubahan
akan terjadi dimulai dari satu hal yang kecil. Saya kira media massa, baik
cetak ataupun elektronik, baik nasional ataupun lokal. Lebih-lebih di daerah
saya yang masih mengandalkan koran sebagai saran mendapat informasi, harus
segara berbenah untuk menyajikan berita-berita yang lebih urgent dan inovatif, berita yang yang lebih kren dan lebih
mendidik. Bukan berita yang memberi kesan negative
pada yang diberitakan.
Berita
yang mampu memberi inspirasi, sehingga anak muda sekalipun akan suka baca koran,
anak kecil seklipun akan suka baca koran. Tidak kalah pentingnya desain dan
warna sajian berita di koran juga mesti dibuat lebih futuristis. Agar membuat
masyarakat lebih tertarik untuk membacanya. Wallohu A’lam.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih