Selagi Kembali
Hari-hari yang membingungkan bagi saya,
memilih antara tetap berdiam disini menanti kemajuan, atau berpindah segera
menjemput kemajuan dan impian itu. Saya tak dapat memungkiri rasa di dalam hati
saya, bahwa ada tuntutan untuk segera mengakhiri masa-masa kesendirian ini, dan
menempuh jalan hidup baru yang lebih kompetitif. Walaupun saya tidak tahu jalan
hidup baru itu apakah akan lebih indah atau justru sebaliknya. Namun hidup
tentu bukan untuk menakutkan masa depan. Sebab kita tahu mau tidak mau kita ingin
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Barangkali ini yang disebut masa
menjenuhkan, kedewasaan berfikir kita betul betul diuji, harapan untuk menjadi
lebih baik senantiasa tersemat dalam diri. Optimis dan pesimis seolah menjadi
pilihan saya sekarang.
Mau mengatakan diri saya ingin optimis,
nyatanya keadaan seolah mengatakan sebaliknya. Dan mau mengatakan diri saya
untuk pesimis, seperti saya hidup seolah tak punya Tuhan, ini hanya bentuk
keprihatinan atas diri saya sendiri. Nyatanya saya tidak punya cukup komitmen
untuk meneruskan proses ini secara terus menerus. Terlalu cepat saya merasa
bosan dengan sesuatu yang bersifat stagnan, sementara perubahan dunia luar
terus saja terjadi. Saya berada pada iklim kompetisi yang meninabobokkan saya,
kemudian resah dengan keadaan itu.
Bagi saya periubahan adalah sebuah kepastian,
namun saya belum terlampau cakap mencermati perubahan itu, dan menjadikannya
sebagai peluang untuk lebih sukses dimasa depan. Ini tentu menjadi satu dilema
tersendiri, apakah kita hanya menjadi satu orang yang hidup dengan diri bukan
sebagai diri sendiri, atau kita ingin hidup sebagai diri sendiri, dan memimpin
diri sendiri dengan tepat adalah satu keputusan yang lebih baik.
Tapi setidaknya kampung dan lembaga ini telah
mengajarkan saya banyak hal, bahwa saya tak bisa memanfaatkan kesempatan ini,
tentu saja menjadi reflesksi tersendiri bagi saya. Ketika semua bergerak maju,
lalu apakah saya tidak sedang bergerak maju.? Ini pertanyaan yang teramat
penting bagi saya untuk saya reflesikan. Lalu apa sih arti kemajuan itu bagi
diri saya. Dalam hal karir, kepribadian, prestasi, keuangan, agama, dan sosial
budaya. Jika memang kemajuan pada bidang-bidang itu saya inginkan, dan tidak
segera menemukan peluang itu ada disini, maka tentu saya juga perlu mempertimbangkan
keberadaan saya disini.
Peningkapasitas pribadi yang signifikan
barangkali menjadi target saya, dari mulai relationship hingga keberadaan
peran.. peran ini yang nampak agak sulit saya kembangkan. Entah karena sudah
terlampau nyaman dengan keadaan, atau karena memang saya sedang betul-betul
buta pada diri saya sendiri.
Pada posisi saya sebagai relawan sesungguhnay
saya bisa saja merefleksikan peran itu. Menjadi betul-betul all out pada bidang
yang saya geluti, dan membutuhkan banyak pelatihan serta motivasi untuk terus menerus
untuk membuka peluang yang lebih baik. Beberapa hari yang lalu saya ditawari
teman untuk bekerja sebagai staff legal di perusahaan yang ia kembangkan. Tentu
ini sangat menarik dan menantang bagi saya. Konsepnya barangkali akan
menjadikan saya lebih baik lagi.
Karena itu, kehidupan kita sebagai manusia
sebenarnya ditentukan oleh seberapa penting kita bagi orang lain. Dengan
karakter bawaan yang ada pada dirikita, sementara tuntutan masyarakat untuk
menjadikan dirikita menjadi lebih bermanfaat masih belum bisa kita penuhi.
Tentu dengan keadaan kita semacam ini, kita menyadari pada titik ini bahwa
kekurangan itu sepenuhnya ada, dan harus bisa duntuk dipangkas, sampai pada
titik dihilangkan. Serangkaian hal ini menuntu motivasi penuh dari diri dan
keluarga. Namun sayang kadang motivasi dari dalam diri itu tak cukup kuat untuk
sepenuhnya mendukung.
Kadang ia sperti angin, kencang dan slow
bagaikan lambaian pohon kelapa. Mungkin saja karena ketidakjelasan atau
kekurangan tujuan inti itu, sehingga motivasi dari dalam diri itu sulit untuk
dijadikan istiqomah. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan motivasi dari luar
khsusunya keluarga. Ia seperti tak mengetahui jejak apa yang hendak dicari oleh
anggota keluarga ini. Bahtera hidup keluarga seperti kapal bocor, yang lain
melubangi sementara yang lain menambal. Sehingga ada yang lupa diurus,
dianggapnya ia sudah tidak memerlukan motivasi dan dorongan kembali.
Hal ini tentu membutuhkan satu energi, dan
energi ini biasanya berasal dari luar. Dimana kita bisa menemukan kekuatan
lebih dalam dan motivasi lebih tinggi untuk terus berkembang, berubah, dan
semakin kuat mengarungi kehidupan dunia. Relationship menjadi tugas inti dari
keadaan ini. Sayangnya kadang faktor lingkungan menjadi biang untuk
dipersalahkan. Kalau saja ingin berubah, karena itu ada skema dan perencanaan
yang sesungguhnya harus mulai dibuat dan dilaksanakan.
Jika memang menginginkan perubahan hidup
kearah yang lebih baik, tentu kita bisa menempuhnya melalui dua cara, yaitu doa
dan ikhtia. Doa menyangkut permohonan kepada Allah atas ide yang kita miliki
supaya diberi kemudahan, sementara ikhtiar menyangkut aplikasi dari perumusan
ide yang telah dibuat tersebut, ketika dua hal ini bertemu, kita tinggal
menunggu atau memetik hasil. Apapun hasil dari perumusan dan pengaplikasian ide
ini harus bisa diterima, sebagai sebuah takdir yang telah ditentukan. Disisi
lain kita juga mesti merencakan sesuatu yang baru, ketika terjadi kegagalan
sebagai buah dari pengaplikasiannya, maka kita sudah siap dengan rencana baru
yang lebih baik dan matang untuk dilaksanakan.
Ketika kita sadari apa yang menjadi kekurangan
dan kelebihan kita, maka sepenuhnya peluang untuk menjadi lebih baik itu
sesungguhnya terbuka lebar. Ini keyakinan yang perlu saya tanamkan pada diri
saya sendiri. Lebih dari apa yang saya tahu saat ini, keadaan ini telah
menjadikan saya menjadi merasa munduru beberapa tahun. Walaupun pada dasarnya
ada kemajuan signifikan dari sisi pendidikan, relationship, kualitas hidup, dan
kenyamanan. Tapi tetap saja membutuhkan sisi baik yang lebih baik lagi.
Karena itu sepertinya memang perlu sedikit
rehat untuk mengetahui bahwa diri ini memiliki satu titik rasa jenuh dengan
jalan panjang hidup yang telah dilakukan. Saya selalu berandai-andai tentang
motivasi dari keluarga yang lebih lagi. Keinginan tentang diri saya yang ingin
saya wujudkan, dan mungkin sikap dewasa yang perlu saya tunjukkan. Saya pada
titik ini masih memiliki cita-cita yang terus tumbuh, cita-cita tentang masa
depan dan keluarga yang lebih baik. Walaupun sudah berkali-kali gagal untuk
mengakhiri masa lajang, tentu saja akan ada waktu yang tepat Allah berikan
untuk mengakhiri masa-masa kegalauan dalam kesendirian ini. Bukan karena tidak
mau mengakhiri saat ini, hanya mungkin pada sisi tertentu Allah sedang
mempersiapka who the best for me.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih