Kisah di Balik Penempatan, A Note of Restgha Noriega


Fose Tim Kubu Raya SGI VII Inspirasi
Setelah lebih dari empat hari proses mengantar teman-teman ke lokasi penempatannya masing-masing. Maka tiba giliran saya yang akan di antar menuju lokasi penempatan oleh mas Dika. Sebagai team leader salah satu kewajibannya adalah ikut turut serta dalam proses mengantar teman-teman SGI ke penempatannya masing-masing. Maka tak heran jika kemudian sayalah orang yang paling akhir di antar oleh mas Dika.
                Restgha adalah peserta pertama yang di antar ke lokasi penempatannya. Ia ditempatkan di desa Kubu Padi kecamatan Kuala Mandor, tepatnya di SDN 12 Kuala Mandor B. Jarak dari kota Pontianak ke lokasi penemapatannya harus di tempuh dengan menggunakan kapal motor. Kapal motor ini biasanya mengantar sampai tujuan, dan hanya beroperasi pada waktu pagi jam 8, sore jam 5 dan malam jam 2 pagi.
               
                  Lokasi penempatannya Restgha boleh di bilang paling eksotis di antara teman-teman yang sudah kami antar. Selama perjalanan menuju lokasi penempatan melewati sungai kapuas, kiri kanan yang kami lihat adalah pepohonan dengan daun lebat. lima jam lamanya perjalanan kami lalui dengan menggunakan kapal motor, selama itu pula kami hanya melihat pohon-pohon berkeliaran tumbuh di pinggir sungai, sesekali kami juga melihat rumah warga yang terbuat dari kayu. Air sungai kapuas berwarna  kecoklatan, saya sendiri heran apa yang menyebabkan air sungai ini berwarna coklat.
             
               Selain melihat rumah-rumah warga. banyaknya bisa dihitung dengan jari. Kami juga sesekali melihat warga yang mandi, mencuci dan lain sebagainya di bibir sungai. Saya tak bisa membayangkan apakah air sungai ini akan mampu membersihkan badan, mengingat warna air yang sudah coklat, seoalah tak bersahabat dengan kulit. Tapi itulah kehidupan warga, saya kira juga kalau bukan karena sudah terbiasa, mungkin saja akan terjadi kelainan pada kulit mereka, namun nyatanya tidak.
             
              Kami berangkat mengantar Restgha pada pukul 8 pagi, dan baru sampai di lokasi penempatannya sekitar jam 1 siang. Sekolahnya sangat terpencil, karena hanya ada satu dua rumah yang kami lihat. Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya cukup jauh, sekitar jarak Ampenan ke Mataram kota. Yang kami lihat adalah rumah rumah panggung  terbuat dari kayu. Bisa jadi rumah tersebut sengaja di buat dengan sistem rumah panggung agar tak mudah tergenang air atau mencegah binatang masuk. Maklum saja setiap kali hujan pasti air menggenangi.
            
                Air di daerah ini terasa payau. Kombinasi antara air sungai dan air laut, membuat air memiliki kadar garam yang tinggi. Walaupun menggali sumur yang dalam, tetap saja air sumur akan terasa payau. Biasanya warga sekitar menggunakan air hujan untuk minum dan memasak. Air hujan juga di tampung dalam sebuah bak air penampungan besar di setiap rumah rumah warga.
               
                   Rumah-rumah yang ada disini memang memiliki karakter yang khas. Restgha sendiri akan ditempatkan di rumah dinas sekolah. Ia akan tinggal sendiri di rumah tersebut, walaupun saya tahu Restgha adalah seorang penakut.. atau kita sebut kurang pemberani tapi untuk saat ini ia harus jadi pemberani. Rumah pak kepala sekolah tak jauh dari rumah dinasnya Restgha, hanya saja kalau malam memang sangat gelap. Walaupun penerangan disini menggunakan listrik PLN, namun karena daerah ini daerah terpencil di tengah hutan, maka lampu jalanpun jarang dipasang. Adapun kalau ada yang menggunakan lampu, hanya lampu pijar 5 Wat.
                Lebih dari itu semangat mengabdi teh Restgha dari sejak pembinaan di asrama SGI, menjadi modal utama bagi dirinya untuk senantiasa memberikan yang terbaik bagi masyarakat desa penempatan. Restgha adalah salah satu dari anggota tim SGI VII penempatan Kubu Raya yang memiliki komitmen luar biasa atas pendidikan. Salah satu koran lokal sempat memuat profilnya  sebagai salah satu dari generasi muda Indonesia yang memberikan masa mudanya untuk pengabdian di bidang pendidikan selama satu tahun melalui program Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa. Tentunya sebagai sesama generasi muda, kami berharap, dapat mendedikasikan apa yang kami miliki bagi kemajuan pendidikan bangsa.

                  Apapun yang terjadi kami tetap mengabdi. Semoga kelak kami bisa lebih baik lagi memberikan kontribusi luar biasa untuk membangun pendidikan Indonesia. Restgha selamat mengabdi, jaga diri baik-baik, saya akan mendoakan yang terbaik untukmu. Begitupun bagi anggota tim saya yang lain, mas Suko, Asyanti, Riyanti, dan Risty, Insya Allah kita akan menjadi orang-orang yang berhasil. See you all next time.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia