Mengembangkan Metode Belajar Anak (Santri) Kampung Qur’an
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjt3NYbjhPtR1lYJtM0FfCqUv1fWDHYqK8UdMzSU05ORqbDZqMAY_Z0QE1FRyQVaP7Gk4CgRMeTtxWGDWoT_7wLD7IO93JHE_IXHDdpT4g0SRQecj2eZ4AWBNvZ0-R_uyUNDIPyaiup8dE/s320/IMG_20180110_161340+%25282%2529.jpg)
Tahfizul Qur’an memang tujuan, itu menjadi visi tersendiri yang
melatarbelakangi kampung ini di tunjuk menjadi kampung qur’an. Tapi sedari awal
saya sudah sadar, bahwa saya sebenarnya tidak tepat berada disini, sebab saya
bukan seorang penghafal qur’an. Juga bukan ustadz lulusan pondok. Kadang latar
belakang saya yang seperti ini membuat saya merasa tidak percaya diri.
Namun, semua ini adalah proses yang masih terus berjalan. Saya tahu
tidak mudah memang untuk merubah diri, apalagi merubah orang lain. Namun inilah
nasib, bahwa semuanya memiliki ketentuan dari yang Maha Kuasa. Saya tidak
mungkin meninggalkan kampung ini sekarang, tanpa mewariskan satu hal yang monumental.
Berangkat dari kegelisahan itu, saya mencoba untuk membuat inisiatif
tersendiri. entah ini akan berhasil atau tidak nantinya. Saya ingin membuat
modul pembelajaran satu tahun kedepan. Modul ini berfungsi untuk membantu saya
mencapai visi yang saya sebutkan diatas. Anak-anak disini memang semakin hari
semakin menurun kuantitas yang mengaji. Saya tidak tahu sebabnya, namun tentu
saja selain karena faktor eksternal juga pasti karena internal dalam diri saya.
Ketika saya mencoba untuk mengembangkan ide-ide kreatif seputar metode
belajar bagi santri di kampung qur’an, biasanya ada sedikit gangguan berupa
faktor alam seperti cuaca, kegiatan masyarakat, dll yang membuat kehilangan fokus
terhadap metode itu. Kadang saya juga bertanya, apakah saya tidak melenceng
dengan menggunakan metode itu.
Tapi tentu saja, ini sebagai tantangan. Saya disini sedang belajar,
tidak boleh berputus asa. Walaupun perasaan ini telah membuat saya merasa
bersalah. Setidaknya setahun kedepan akan saya tebus dengan prestasi. Sebab saya
tidak mungkin pergi tanpa ada bekas yang menyejarah. Entah sampai tahun berapa
saya disini. Bagi saya dengan keadaan seperti ini sebenarnya tantangannya jauh
lebih hebat.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHNNgsXRmQUgiJ3sIGrLEpYgdZX46ecmoESBkY7duEcObKJTMwr0oA8h-v43yeEi1EvxnFl2kcttxheI_gWC17xalzNEofhHMSVSh0nw3vJcm-9XFEUx72S4n-gAbT8mtM9HR1E2hGYrY/s320/IMG_20180110_161422+%25282%2529.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHNNgsXRmQUgiJ3sIGrLEpYgdZX46ecmoESBkY7duEcObKJTMwr0oA8h-v43yeEi1EvxnFl2kcttxheI_gWC17xalzNEofhHMSVSh0nw3vJcm-9XFEUx72S4n-gAbT8mtM9HR1E2hGYrY/s320/IMG_20180110_161422+%25282%2529.jpg)
Kalau di sekolah dulu aturan dan kurikulum sudah ada. Disini saya mesti
merancang itu. Kalau di sekolah dulu tim kerja saya ada, disini saya mesti
melakukannya sendiri. Hari ini tidak banyak anak yang hadir, alasannya karena
mereka les di sekolah, ada juga karena pulang terlalu sore, lebih dari itu ada
yang memang tidak mau lagi mengaji.
Beberapa anak seperti Devina, Shinta, Yeni, Rika, dan Andre sudah tidak
mau lagi mengaji. Absesnsi yang tertulis 42 hanya angka belaka, sementara yang
hadir tidak mencapai angka itu. Heran juga saya, mengapa anak-anak tidak
memiliki semangat yang kuat untuk mengaji. Apa yang mesti saya lakukan, dan
metode seperti apa yang tepat agar anak-anak ini betah mengaji. Sebab mereka
memiliki masa depan di sekolah, tapi memiliki akhirat di tampat ngaji.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw5ULG_9Q3BeTP_MXrkuQ2Ge76XmprMmUbiapEHs0SWq-0biFM6NeEzptobmEdzmcq2wRheIhwwrVUCbgwSkW9QxPsF4c_0IlW54lOj39GTS0Zvjv1CDflhAlieDovWQslLozrxlSmpo0/s320/IMG_20180110_161451+%25282%2529.jpg)
1.
Belajar
Kelompok
Biasanya metode belajar seperti ini saya lakukan untuk mempermudah
anak-anak yang penguasaan materi mengajinya menjadi lebih cepat untuk
berkembang, dan menerima materi.
Kalau anak-anak yang memiliki kecerdasan kurang cepat berada dalam
kelompok yang cerdas, maka tentu saja dia akan menyesuaikan diri dengan teman
kelompoknya. Ini menurut pendapat saya.
2.
Belajar sambil
bermain
Metode belajar sambil bermain saya lakukan untuk membuat anak tidak
mudah bosan dalam menerima materi mengaji. Maklum penatnya tugas-tugas di
sekolah, jangan sampai kebawa di tempat mengaji. Sehingga sebisa mungkin
anak-anak yang ngaji merasa senang, bukan merasa bosan.
Metode belajar face to face saya lakukan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan kemampuan membaca Qur’an pada anak. Apakah sudah lancar, semakin
lancar, dan semakin fasih, atau justru sebaliknya.
4.
Belajar klasikal
Metode belajar klasikal biasanya saya gunakan untuk satu materi mengaji
yang harus diterima oleh semua anak. Misalnya materi tahsin, materi fiqh,
materi-materi tajwid, dan menghafal. Khusus untuk menghafal saya gunakan diri
saya sebagai model untuk mereka ikuti ayat-ayat qur’an yang saya baca dan
kemudian mereka hafalkan.
5.
Belajar secara
mandiri
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-QhA97PIlN12Cxbu2OS7sitaH45qsnCYxaqwAYUX-l-5crx3RuYLKv3F0G4dnH1p9iioaw1t5JRsbaxCLyfZZzEv6OIFTVsOZW01RL-iPpt_iezs8H3sJv9I5rLEi8wN7SBPtwsQ7_xA/s320/IMG_20180110_163832.jpg)
Terlepas dari
metode-metode yang saya coba kembangkan ini. Tetap saja saya meiliki
kekhawatiran bahwa anak-anak ini mengalami depresi ketika mengaji, dan
kehilangan esensi dari apa yang saya tanamkan. Terutama, apakah memaksa
anak-anak menghafal Qur’an dengang tingkat kesulitan yang kita fahamii, akan membuat mereka bahagia atau tertekan..?
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih