RESOLUSi 19
Ibu-Ibu Mengaji
Hampir tiap Magrib saya denger lantunan ayat
suci Al-Quran dari ibu ibu disini. Mereka membaca dengan kesungguhan hati. Stidaknya itu penilaian saya. Coba anda tebak..., Dengan rutinitas yang pada setiap hari. Mereka masih luangkan waktu untuk datang mengaji setiap Magrib.
suci Al-Quran dari ibu ibu disini. Mereka membaca dengan kesungguhan hati. Stidaknya itu penilaian saya. Coba anda tebak..., Dengan rutinitas yang pada setiap hari. Mereka masih luangkan waktu untuk datang mengaji setiap Magrib.
Ibu Tinah misalnya. Ia bekerja dari jam 6 pagi hingga jam 5 sore sebagai penjual menu makan keliling di kota. Setiap hari harus bolak balik Purworejo kota hingga ke Kuto arjo yang berjarak kira kira 10 km meter. Pekerjaan itu dilakoni tiap hari. Hari Minggu ia bekerja paruh waktu sampai jam 12 siang saja. Karena biasanya ada pengajian ibu ibu pekanan.
Dengan suasana badan yang sudah lelah seperti itu. Bu Tinah masih sempatkan waktu datang ke Musholla Mitaahul Hudaa. Bahkan setiap jam 4 pagi kurang 15 menit beliau sudah sampai Musholla. Lalu mengawali pagi dengan bacaan surat al-Waqiah.
Selain beliau ada juga Bu Karsinem. Panggilan akrabnya Bu Kar. Setiap hari keliling kota bekerja sebagai penjajakan makanan tradisional keliling dari rumah ke rumah. Biasanya ia kayuh sepeda untuk keliling menyajikan barang jualannya. Pergi bekerja jam setengah enam pagi dan pulang kira kira menjelang ashar sekitar jam tiga sore.
Tak banyak waktu, sebab sesampai di rumah biasanya cucian sudah menumpuk. Juga dilakukan aktifitas lain seperti membersihkan rumah, mengepel, menyapu, hingga mencuci piring kotor. Setelah itu siap siap ke Musholla sekitar 20 meter dari rumah. Tak ada kata capek juga lelah dalam diri Bu Kar. Semangat membaca Qur'an selalu menggema dalam dirinya. Kadang ia juga ditunjuk sebagai Nyai yang ngisi pengajian ibu ibu warga kampung.
Bu Kar adalah istri dari Pak Kaum Sudiyo. Anak tertuanya yang bernama Atun sudah menikah setahun yang lalu saat saya baru 14 bulan disini. Saya turut menjadi saksi pernikahan anaknya. Sudah di karunia seorang cucu bernama Rara. Usianya baru 10 bulan. Selain Atun, Bu Kar punya anak laki laki bernama Ucok yang merantau ke Jakarta.
Ada juga Bu Roh, Bu Jumi, Bu Painah, Bu Parianik, Bu Risma, mereka semua rata rata berjumlah 7-10 orang setiap malam. Dengan bacaan Qur'an khas ibu ibu, bunyi yang terdengar memang terasa agak aneh. Tentu jangan anda bayangkan akan sama seperti Qori atau misalnya Syaikh Musyairi Ryashid. Bacaan Qur'an yang terdengar masih sederhana, tapi tetap indah. Sebab dibawakan dengan ketulusan hati. Kadang beberapa huruf bacaan terdengar agak kaku di ucapkan. Bacaan panjang ataupun pendek malu malu untuk diucapkan dengan betul betul sesuai. Huruf A'in yang paling terasa terdengar paling aneh.
Namun itulah bacaan Qur'an ibu ibu disini. Tidak dibebani seorang hamba kecuali sesuai dengan kemampuan hambaNya. Itu Firman Tuhan yang Maha Esa. Maka kita tidak menuntut lebih disini. Malah bersyukur ada ibu ibu yang begitu sibuknya setiap hari bekerja demi kepulan asap dapur membantu ekonomi keluarga dan sekolah anak. Ada kekaguman pada mereka semua juga ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat mereka semua mampu melantunkan ayat ayat suci Al-Quran. Sebab sedari kecil para ibu ibu ini tidak mendapatkan pendidikan agama yang baik. Sulit bagi kita membayangkan bagaimana kondisi masa kecil mereka, yang orang tuanya masih percaya dengan keyakinan lama dan cendrung berbau Islam Kejawen. Maka tak ada kata yang tepat bagi para ibu-ibu ini selain SALUT....!!!!!
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih