Catatan Kecil Hari Ini

Setelah berada di lombok saya malah merindukan suasana rantauan. Mungkin karena dari dulu sudah suka merantau, atau dari dulu sudah ingin hidup mandiri, ingin melihat kota-kota lain selain daerah saya sendiri. Dan semua impian itu tecapai, hanya beberapa yang berkaitan dengan impian tentang ke luar negeri yang belum bisa tercapai. Saya juga bingung bagaimana mewujudkannya saat ini. Tapi itu tidak bisa dengan cepat. Kepulangan saya dari jawa adalah untuk rehat di lombok barang 2 atau 3 bulan, setelah itu mungkin akan tidak di rumah lagi. Entahlah inspirasi apa yang membuat saya ingin selalu bepergian, tapi menulis adalah sesuatu yang memotivasi saya untuk terus jalan-jalan ke luar daerah ataupun ke luar negeri. Barangkali banyak yang sudah ke luar daerah atau ke luar negeri, tapi sedikit yang menuliskannya. Saya tidak tahu bagaimana impian-impian itu bisa di raih, ia seperti air yang mengalir begitu saja di sungai, saya menikmati proses demi proses ini. Walaupun saya sudah tertinggal dalam banyak hal, terutama menyangkut materi, tentu saja ada rekan-rekan yang sudah seusia saya yang jauh lebih tinggi kedudukan materinya ketimbang saya. 
Menikmati proses demi proses perjalan ke luar daerah ini telah membuat saya mengenal banyak orang, dari mulai di tasik malaya bersama kang Aos sekeluarga saya pernah tinggal di rumahnya selama satu bulan. Kemudian di Bogor bersama teman-teman dari berbagai daerah di asrama Sekolah Guru Indonesia, ada juga di kalimantan Barat bersama pak Abdullah, Pak Yanto, Pak Muis, Pak Paino, dan bu Nur yang sudah menjadi rekan guru saya selama mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar di sana. Lanjut pindah ke Merapi Yogyakarta, tepatnya kurang dari 7 Km dari puncak Merapi ada perkampungan bernama Kali Tengah Kidul desa Gelagah Harjo, disana saya tinggal kurang lebih selama lima bulan, menikmati alam yang indah, udara yang dingin, suasanan mistis yang kental, dan membuat saya mengenal para warga suku Jawa yang taat menjalankan tradisi, para warga pekerja keras yang tidak mengenal waktu siang malam menambang pasir di sungai gendol, dan tentu saja sosok sosok Individu seperti Mas Aryo, Mbak Fatimah, mbak Wati telah membuat saya memiliki banyak inspirasi tentang anak muda yang tidak pernah tinggal di kampung halamannya. Berlanjut ke Purworejo, disini saya mengenal banyak teman dan menemukan banyak keluarga baru dari kalangan anak muda, sampai dengan orang tua, saya berusaha akrab walaupun selama hampir tiga tahun berada disana saya belum pernah lancar berbahasa Jawa. Saya tinggal di rumahnya mbah Pon, rumahnya bu Painah dan pak Man, bersama mbah Min, Lilin dan Tito. Tidur bercengkerama, memasak, dan makan bersama dengan mereka. Ada juga pak Kaum Sudiyo sebagai tokoh masyarakat disana bersama ucok dan bu karsinem serta mbak Atun. Mereka adalah kelarga mukhlisin. Orang-orang yang selalu ikhlah menerima saya dalam keadaan apapun, sehat ataupun sakit. Selama saya di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo sepekan lamanya, mereka silih berganti menjaga saya. Jasanya sangat besar dalam proses pembentukan karakter pribadi saya.
Selain itu di ujung masa tugas saya sebagai pendamping kampung Qur’an Rukem Purworejo, saya bertemu dengan ustadz Miftahurrohman. Seorang penghafal Qur’an yang rendah hati, lulusan dari Institute Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Sayangnya saya tidak punya cukup waktu untuk bisa bersama beliau terus dalam satu lokasi tugas. Dengan perintah dari mas Jay selaku manajer Program di lembaga tempat saya bernaung maka tugas pindah segera dilaksanakan ke kampung halaman di Lombok. Sungguh pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya, dalam rentan waktu hampir lima tahun sejak 2014 lalu saya telah berada di banyak daerah. Bertemu juga dengan rekan-rekan yang sangat luar biasa, serta berhasil menuntaskan study lanjut saya di jenjang Magister Hukum.
Selanjutnya saya sedang merencanakan banyak hal. Barangkali semuanya akan sesuai rencana jika dipatok dengan rencana saya pada tahun 2014 lalu. Rencana melanjutkan study lagi ke jenjang Doktoral, atau lebih utama adalah menikah. Mungkin pilihan kedua lebih memungkinkan untuk saat ini. Alhamdulillah dukungan kedua orang tua sudah mantab untuk melihat saya segera mengakhiri masa lajang. Saya selalu senyum kalau sudah menulis tentang pernikahan. Biasanya memang harus di rahasiakan. Sebab kita tidak pernah tahu kapan jodoh itu datang, walaupun rencana memang perlu, sekedar menjadi patokan agar kita bisa lebih berani ke jenjang kehidupan yang lebih serius.
Hemmm...., kira-kira begitulah. Saya gak tahu pertimbangan apalagi yang membuat saya belum seratus persen untuk melangkah ke jenjang ini. Tapi tentu saja, keberanian akan tumbuh sendiri seiring dengan waktu yang terus berjalan, kesiapan mental akan lebih matang lagi, dan segala hal yang tadinya terlalu saklek bisa lebih di lenturkan kembali. Mungkin bisa jadi, lebih banyak suara subang terdengar dari luar yang kita perhatikan, daripada kata hati sendiri. Sebab diri sendiri yang tahu kapan kesiapan itu muncul, dan dengan siapa kita betul-betul merasa siap, hatta sebenarnya tidak ada persiapan yang mantab.
Saya hari ini memilih menjalankan semua rutinitas saya seperti biasa di kampung halaman, kembali bisa membaca buku secara rutin, menulis lagi, dan bercengkrama dengan tetangga. Berlari kembali berama pak Karim tetangga saya yang berasal dari flores sudah hampir 20 tahun menikah dengan bu de saya, lalu kini memiliki dua orang anak. Kalau malam suka duduk di gazebo sederhana belakang rumah. Kemudian bisa berjamaah di masjid bersama kakek, bisa pergi ngaji bersama beliau ke kampung sebelah di rumah alm. TGH Asy’ari, lalu yang lebih penting lagi adalah bercengkrama dengan warga kampung halaman saya. Sebab sudah lama saya tidak melakukan hal ini. Banyak sekali yang sudah berubah, adik-adik saya dari saudara sepupunya ibu rupanya sudah banyak yang menikah.
Problematika warga disini, rupanya hampir sama dengan warga lombok secara umum. Yaitu menikah tanpa pertimbangan yang matang, menikah dengan banyak ketidak siapan, dan menikah di usia yang masih sangat muda. Banyak diantara mereka yang menikah, lalu ditinggal suaminya pergi merantau jadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri. Tapi perubahan yang paling matang adalah meningkatnya derajat hidup tetangga-tetangga saya dari sisi ekonomi, seperti misalnya Haji Fajrun, Haji Adi, kakak Yus, Kakak Adin dll. Semua itu berkat bisnis yang mereka jalankan.
Banyak pelajaran yang bisa di ambil, dan satu sisi yang menjadi kesedihan saya adalah saya tidak lagi menemukan suasana khas kampung di kampung saya. Rupanya banyak sawah dan kebun yang berubah fungsi jadi pemukiman penduduk, rumah rumah warga sudah banyak yang berdiri megah, dan membentang diantara sawah-sawah hijau atau pepohonan hijau yang dulu rindang kini tidak lagi. Jalan depan rumah saya juga sudah tidak lagi asyik dilalui karena dulu banyak lubang yang harus dihindari ketika berkendara di musim hujan, kini semua tinggal loss terus. Sayangnya kebersihan masih menjadi masalah utama. Seringkali got depan rumah atau got pinggir jalan berubah jadi bak sampah dadakan. Dan hampir semua warga membuang sampah di got depan rumah mereka. Bahkan pernah beberapa waktu lalu ketika masuk musim hujan besar nan lebat, got-got depan rumah dan pinggir jalan itu tak lagi dapat menampung aliran air yang begitu besar, akhirnya tumpahan air itu menggenangi seluruh badan jalan dan hampir masuk ke rumah rumah warga.
Lebih penting dari semua itu adalah saya bisa terus bersama dengan keluarga, bersama dengan ibu saya, juga adik adik saya. Setiap hari menjalani rutinitas yang terus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas hidup kami.  Baik kualitas dari sisi lingkungan, sosial, agama, juga dari sisi ekonomi. Maklum saja keluarga saya adalah keluarga dengan tingkat pendidikan rata-rata warga NTB. Saya sendiri yang termasuk agak berbeda, karena bisa terus merasakan nikmatnya menjadi mahasiswa. Seusautu yang sangat luar biasa dalam diri saya, tinggal bagaimana menjadikannya sarana untuk meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan yang maha esa. Seperti kata teman saya “jangan sampai kita paksakan keinginan kita, sebab itu bisa membuat kita tidak bersukur pada Allah atas nikmat hidup lain yang sudah Allah berikan.”
Sementara itu pertaruhan keimanan terjadi dalam diri saya, ibu saya baru baru ini meminta saya untuk mundur dari lembaga tempat saya bekerja, memang sudah lama barangkali meinginkan ini, tetapi belum bisa saya wujudkan dalam waktu yang dekat. Miss manajemen sepertinya sedang terjadi di tingkat pusat, kami orang lapangan tidak tahu apa-apa tapi cukup mengganggu pikiran saya, kalau saya memikirkan bagaimana semestinya saya bisa meningkatkan grade kehidupan saya dengan keberadaan saya di lembaga ini. Nyatanya memang belum bisa diwujudkan. Mungkin suatu saat nanti.
Jadi memang banyak hal yang bisa saya lakukan dalam waktu singkat ini. Terutama menyangkut fokus kajian saya pada bidang sosiologi Islam, penerapan syariah di kampung-kampung yang  menjadi basic saya, dan keinginan saya yang lain untuk meningkatkan kadar serta kualitas penerapan agama di masyarakat. Saya yakin agama itu bukan saja soal zakat, sholat, puasa, dan haji, tapi agama itu adalah juga soal membangun masyarakat yang sehat dan bersih, agama itu juga soal teknologi yang bisa membuat orang semakin kenal dengan Thannya, agama itu juga soal pendidikan yang membuat anak-anak semakin memiliki visi kehidupan masa depan. Memang membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menerapkan ini semua, saya belum menyusun langkah-langkah taktisnya, keberadaan saya disini salah satunya adalah dalam rangka hal tersebut. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia