Zakat Dalam Realitas Sosial Masyarakat Desa
Zakat Dalam Realitas Sosial Masyarakat Desa
Haji Im adalah salah satu orang kaya di desa saya, hampir setiap tahun pada bulan ramadhan ia selalu mengeluarkan zakat mal (zakat harta) sebanyak 2,5% dari total harta yang dimiliki nya. Pemilik bengkel mobil di kampung Dmarata desa Paokmotong ini adalah warga Muslim yang sangat sadar dengan kewajiban membayar zakat. Begitu juga dengan haji Airlangga atau yang biasa disapa dengan haji Aer, adalah dermawan yang biasa mengeluarkan zakat mal setiap tahun pada bulan ramadhan, ia juga adalah seorang Pemiliki bengkel mobil di pinggir jalan raya Masbagik Mataram di seputar Bagek Bontong.
Demikian halnya dengan Haji Ikhsan (Echan) setiap tahun biasanya ia dapat mengeluarkan zakat mal berkisar antara 300-500 juta rupiah, lain halnya dikampung sebelah Haji Jahar tahun ini mengeluarkan zakat mal berkisar 40-50 juta rupiah tiap tahun.
Besarnya potensi zakat ini sepertinya tidak atau belum mampu dilirik secara baik oleh para lembaga zakat. Sehingga kebanyakan mereka menyalurkan zakatnya secara konvensional (langsung memberikan uang) kepada penerima zakat.Pada bulan ramadhan biasanya orang orang sekitar kampung datang mengetuk pintu rumahnya untuk menarik pembayaran zakat. Entah berapa total hartanya dan kita juga tidak pernah tahu berapa total zakat yang harus dibayar setiap tahunnya.
Biasanya setiap orang menerima zakat yang ia bagikan dalam bentuk amplop warna putih, berisi antara Rp 50.000 - Rp 100.000 tergantung siapa yang dikasih dan tujuannya kemana, sebab yang datang mengetuk pintu beliau selalu dihitung sebagai orang orang tidak mampu atau miskin.
Zakat menurut Yusuf Qardhawi merupakan Faridah maliyah dan bersifat sosial. Dia merupakan rukun Islam yang ketiga. Barangsiapa tidak mau menunaikan zakat karena pelit maka ia di ta'zie atau zakat itu diambil darinya secara paksa.
Lebih lanjut menurut beliau zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya kepada si fakir sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir (penerima zakat) dan kewajiban atas para Muzakki (pemberi zakat).
Beliau menambahkan, Islam tidak menetapkan nishab dalam jumlah yang besar. Hal ini agar ikut serta dalam menunaikan zakat dan menjadikan persentase yang wajib dizakatkan sederhana. Yaitu 2,5% pada emas, perak, dan barang perdagangan, 5% pada tanaman yang disiram memakai alat, 10% untuk yang disiram tanpa alat, dan 20% untuk rikaz (barang temuan purbakala) dan tambang. Semakin besar kepayahan seseorang maka semakin ringan kadar zakatnya.
Pembagian penerima zakat di masyarakat berdasarkan atas tiga kriteria utama, yaitu miskin, garimin, dan Sabilillah. Walaupun sebenarnya dalam Al-Quran terdapat 8 kategori (asnaf) orang yang berhak menerima zakat. Namun demikian disini, tiga kategori diatasi sudah cukup mewakili.
Ketentuan mengenai kriteria penerima zakat ini dapat kita temukan dalam QS At Taubah 60.
Allah SWT berfirman:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا لْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَا لْمُؤَلَّـفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَا بِ وَا لْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 60)
H. Sulaiman Rasyid dalam Fiqh Islam mengungkapkan menurut Mazhab Syafi'i Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih, tetapi tidak sampai sampai mencukupi. Yang dimaksud dengan kecukupan ialah cukup menurut umur biasa, 62 tahun. Maka yang mencukupi dalam masa tersebut dinamakan "kaya", tidak boleh diberi zakat, ini dinamakan kaya dengan harta. Adapun kaya dengan usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu tiap tiap hari atau tiap bulan, maka kecukupannya dihitung setiap harinya atau setiap bulan. Apabila pada suatu hari penghasilannya tidak mencukupi, hari itu dia boleh menerima zakat. Adanya rumah yang didiami, perkakas rumah tangga, pakaian, dan lain lain yang diperlukan setiap hari tidak terhitung sebagai kekayaan, berarti tidak menghalangonya dari keadaan yang tergolong fakir atau miskin.
Sementara yang dimaksud dengan Sabilillah adalah bala tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri, sedangkan tidak mendapat gaji yang tertentu dan tidak pula mendapat bagian harta ya g disediakan untuk keperluan peperangan dalam kesatuan balatentara. Menurut Ibnu Asir, Sabilillah adalah semua amalan kebaikan yang yang dimaksud "mendekatkan diri kepada Allah SWT" bukan hanya kepada peperangan, bukan pula lebih jelas maknanya terhadap peperangan.
Pendapat yang kedua ini sering dipakai untuk mengkategorikan orang yang membangun masjid, madrasah, musholla, taman pendidikan Al-Qur'an sebagai asnaf yang termaksud dalam Sabilillah.
Garimin adalah orang yang berhutang. Terdapat tiga kategori orang yang berhutang; a. Orang yang berutang karena mendamaikan dua orang yang betselisih, b. Orang yang berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah, atau yang tidak mubah, tapi dia sudah tobat, c. Orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijaminnya itu tidak dapat membayar utang. Menurut Sulaiman Rasyid yang (b dan c) diberi zakat kalau ia tidak mampu membayar utangnya. Tetapi yang pertama (a) diberi, sekalipun dia kaya.
Dalam kasus yang penulis amati di desa, kebanyakan para pemberi zakat menyalurkan zakatnya secara langsung kepada penerima (garimin) sebanyak yang sudah dibagi berdasarkan total zakat mal walaupun mungkin saja yang menerima zakat belum tentu terlunasi hutangnya dengan menerima zakat tersebut. Akadnya tentu saja akad sebagai garimin.
Penulis melihat bahwa model pemberdayaan zakat di masyarakat mengedepankan pemerataan pada tiga kategori penerima zakat diatas. Penulis menyatakan berkaitan dengan pengoptimalan zakat agar terdapat badan khusus penarik zakat yang ada di desa baik itu merupakan gabungan takdir masjid atau yang ditentukan khusus oleh desa setelah disepakati bersama para Muzakki.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih