KESUNGGUHAN MEMBANGUN PENDIDIKAN



 oleh
Ahmad Rizal Khadapi
 
Kita perlu bertanya ulang tentang bagaimana kita harus bersungguh-sungguh menjadi pendidik yang baik. Ada semacam ketidakpedulian terhadap diri kita sendiri sebagai pendidik. Bukan karena kita tidak mampu memperbaiki diri, hanya kita terlalu acuh sebagai pendidik atas kondisi yang kita alami terhadap diri kita sendiri selaku pendidik. Berapa banyak diantara kita sebagai pendidik yang menjalankan tugas dengan baik dan tepat waktu ketika berada di sekolah. Seperti  datang di  sekolah maksimal 15 menit sebelum lonceng berbunyi, menjaga kebersihan, kerapihan, etika kerja, serta disiplin dalam administrasi.
Sebagai orang yang baru berkecimpung dalam dunia pendidikan, saya sebenarnya tidak banyak memahami masalah guru selama ini. Sepintas saya melihat kualitas guru kita memang masih belum bisa dihandalkan, dibandingkan kualitas guru negea tetangga kita seperti di Malaysia, Singapura, atau Brunei Darussalam. Diantara sebab kualitas guru belum baik karena faktor tingkat pendidikan guru, akses guru untuk datang ke sekolah, akses peralatan dan perlengkapan mengajar, semangat guru, gaji yang minim/kurang, serta kondisi daerah tugas.
Dampak yang kemudian lahir adalah kualitas pendidikan kita yang tidak mengalami perbaikan dari tahun ketahun, meski presiden berganti, menteri berganti, kurikulum berganti, tapi kualitas pendidikan untuk sebagian besar masyarakat ternyata juga tidak berubah. Oleh sebab itu kita sebagai guru perlu berfikir ulang kembali tentang bagiamana kita menjadi guru yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.
Menurut Suko Sri Anggono S.Pd (dalam sebua diskusi sederhana di Pontianak Agustus 2015), ia mengatakan ada empat permasalah pokok dunia pendidikan kita, yang menyebabkan kualitas pendidikan di negara kita tidak mengalami perubahan yang signifikan antara lain: (a) masalah di hulu yaitu kampus Pendidikan dan Tenaga Kependidikan tidak memiliki standard kualitas lulusan. Banyak kampus pendidikan yang tidak mempunyai labschool sebagai laboratorium pendidikan, tidak seperti kampus kedokteran yang memiliki rumah sakit tersendiri.
(b) masalah sarana dan prasarana pendidikan, ini terkait dengan peningkatan kualitas sekolah. Jika banyak sekolah yang tidak memiliki ruang belajar ideal aman dan nyaman, tentu saja peserta didik akan terganggu dalam proses pembelajaran. (c) masalah kualitas guru, walaupun sarana dan prasaran pendidikan sudah mantab, jika guru tidak memiliki kualitas yang terstandar dan teruji dengan baik, maka sudah bisa dipastikan sarana dan prasarana itu akan menjadi barang yang tidak berguna. Seperti misalnya alat praga yang ada di sekolah, banyak guru tidak memanfaatkan alat peraga secara maksimal karena tidak tahu/faham cara menggunakan alat praga tersebut.
Dan yang terakhir (d) akses pendidikan atau keterjangkauan untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan baik. Anak anak diplosok Indonesia kadang harus berjalan berkilo-kilometer untuk sampai di sekolah, atau mesti melewati jembatan maut untuk mencapai sekolah. Di sisi yang lain walaupun dana BOS sudah ada dari APBN tetapi tidak menjamin kemudian semua anak Indonesia memperoleh akses pendidikan yang layak. Apa lagi untuk jenjang SMA dan Perguruan Tinggi biayanya begitu mahal.
Namun yang paling penting dari semua itu adalah pengingkatan kualitas guru, walaupun sertifikasi guru telah dilakukan, namun sasaran sertifikasi guru masih untuk sisi kesejahteraan guru, bukan peningkatan kualitas guru. Maka kedepan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kemendibud, yaitu memperbaiki orientasi pendidikan keguruan dan memperbaiki proses sertifikasi guru yang tidak hanya untuk mensejahterakan guru, melainkan juga kualitas guru. Wacana penghilangan sertifikasi guru tentu sangat disayangkan, jika benar benar terjadi maka pemerintah juga harus membuat instrument baru untuk peningkatan kualitas guru (pendidik dan tenaga kependidikan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia