MENCEGAH KEKERASAN TERHADAP ANAK
Oleh : Ahmad
Rizal Khadapi, SH ( Guru Relawan Pendidikan, SGI Angkatan VII)
Terbitnya
undang-undang perlindangan anak menjadi
awal baru dimulainya pencegahan dan penindakan kekerasan terhadap kepada anak.
Sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi HAM, kebebesan dan
kemerdekaan, sudah sewajarnya jikalau pemerintah memainkan peran yang lebih
baik dalam menanggulangi kekerasan terhadap anak. Arus perkembangan teknologi
informasi dan perkembangan sosial lainnya, juga turut mempengaruhi semakin
meningkatnya kekerasan terhadap anak.
Makna anak
sebagaimana pasal 1 angka 1 UUPA No. 23 Tahun 2003 adalah anak yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan
pada pasal 1 angka 2 UUPA makna perlindungan anak diartikan sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Anak
sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa merupakan asset masa depan bangsa ini. Oleh
sebab itu kita perlu memahami hakekat perlindungan terhadap anak, tidak hanya
merupakan urusan keluarga, tapi juga urusan negara dan agama. Karena ia
merupakan urusan Negara. Kewajiban Negara adalah membuat suatu model peraturan
yang baik (good regulation model) untuk melindungi anak dari kekerasan dan
kejahatan. Seringkali kita mendengar atau menonton di media baik media
elektronik ataupun media cetak berbagai jenis kekerasan dan kejahatan terhadap
anak semakin marak terjadi. Seperti pelecehan seksual terhadap anak di bawah
umur, perdagangan anak, perbudakan anak, atau yang lebih kejam adalah mutilasi
terhadap anak.
Menurut
data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2014 saja
tercatat 1.365 kasus kekerasan terhadap
anak. Kasus-kasus ini meliputi kekerasan
fisik, psikis, hingga seksual. Angka ini terbilang tinggi. Jika di rata-ratakan
maka terdapat 3,97/hari kasus kekekrasan terhadap anak yang terjadi dalam satu
tahun. Berdasarkan data KPAI kasus kekerasan terhadap anak yang paling tinggi
adalah kekerasan seksual dengan 621 kasus, selanjutnya kasus pembunuhan dengan
168 kasus, kekerasan fisik 142 kasus, pencurian dan penculikan 137 kasus, kecelakaan
76 kasus, penganiayaan 74 kasus, kepemilikan senjata tajam 55 kasus, bunuh diri
dan aborsi 51 kasus, dan kekerasan psikis 41 kasus.
Melihat
data diatas tentu kita tercengang, karena yang menjadi urutan teratas kekerasan
terhadap anak adalah kekerasan seksual. Artinya secara nyata bahaya seks dan
kemorosotan moral sedang melanda anak bangsa ini. Pemerintah harus lebih pro
aktif dalam melakukan kegiatan kegiatan pereventif untuk mencegah kekerasan
terhadap anak.
Namun
tidak hanya pemerintah yang harus berlari untuk mencegah kekerasan terhadap
anak, masyarakat dituntut untuk peka jika disekitar lingkungan ada indikasi
terjadi kekerasan terhadap anak. Lebih dalam lagi menurut Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Anis Baswedan menyatakan, interaksi yang terjalin
baik antara orang tua dan sekolah dapat menghindarkan anak dari kasus
kekerasan. Dalam hal ini peran sekolah harus lebih aktif. Sebab fungsi sekolah
tidak hanya fungsi transfer ilmu pengetahuan, tapi juga fungsi perlindungan
terhadap anak. Karena usia anak-anak dan remaja umumnya lebih banyak
berada di sekolah.
Baru
setelah itu menjadi urusan keluarga. Kepedulian orang tua terhadap anaknya,
dengan cara memberikan perhatian seperti menelepon anak jika berada diluar
rumah, menanyakan kabar anak setelah pulang sekolah, menanyakan dengan siapa
mereka berteman dan berpergian, merupakan contoh bentuk perhatian orang tua
pada anak.
Oleh
sebab itu dalam hal ini, peran dari Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan
Sekolah dituntut untuk lebih peka mencegah kekerasan terhadap anak. Sinergi
keempat elemen tersebut menjadi hal yang tidak mustahil untuk mencegah
kekerasan terhadap anak. Ingat di era globalisasi ini peluang kekerasan
terhadap anak semakin besar dan lebar,
jika tidak dilakukan tindakan yang lebih tepat. Bisa jadi generasi penerus
bangsa akan rusak di panggang oleh para algojo-lagojo anak.Dunia anak harus
diselamatkan, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus bangsa
yang akan memajukan bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih