PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUN
Oleh
Ahmad Rizal Khadapi
Tentang Ibnu Khaldun
Kelahiran Ibnu
Khaldun pada tanggal 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 di Tunisia. Oleh ayahnya ia
diberi nama Abdurrahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Latar belakang
keluarganya merupakan politikus, aristocrat, dan intlektual. Sebagaimana para
pemikir Islam lainnya, pendidikan masa kecilnya berlangsung secara tradisional.
Belajar membaca Al-qur’an, Hadist, Fikih, sastra, dan Nahu Saraf dengan serjana-serjana terkenal
pada waktu itu. Ia meninggal di Kairo Mesir pada tanggal 25 Ramadhan 808 H/ 19
Maret 1406.
Ketika usia
telah memasuki 17 tahun, ia kemudian belajar sendiri (otodidak), meneruskan apa
yang telah diperolehnya pada masa pendidikan formal sebelumnya. Popularitas Ibnu
Khaldun sebagai ilmuwan dapat dilihat dari karya monumentalnya yang berjudul
Al-Muqaddimah. Seluruh bangunan ilmunya dalam kitab tersebut memaparkan tentang
ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah.
Pemikiran Pendidikan Ibn Khaldun
Menurut Ibnu
Khaldun, manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi produk
sejarah, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan adat istiadat. Maka dari itu
lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan
corak perilaku seorang manusia. Sebagaimana sabda Nabi Saw, didiklah anakmu
sesuai zamannya. Manusia merupakan produk sosial, kondisi manusia saat ini
berada di alam lingkungan teknologi informasi yang serba canggih dengan arus
globalisasi yang begitu tinggi, dari itu kemudian kita harus menciptkan sistem
pendidikan yang mampu mengantisipasi hal-hal negative dari kehidupan sosial
tersebut.
Dilain hal,
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa “mereka yang tidak dididik oleh orang tua akan
dididik oleh waktu”, ini menunjukkan pendidikan menempati posisi sentral. Karena
menurut Ibnu khaldun manusia adalah makhluk berfikir oleh karena itu ia mampu
melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Pendapat Ibnu Khaldun yang lain
juga mengatakan bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan,
manusia di samping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat.
Pandangan Tentang Ilmu
Menurut Ibnu
Khaldun, ilmu ada tiga macam;
a. Ilmu
lisan (bahasa) yaitu lmu tentang tata bahasa (gramatika sasra atau bahasa yang
tersusun secara putis).
b. Ilmu
Naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Ilmu ini berupa
membaca kitab suci Al-Qur’an dan tafsirnya, sanad dan hadist yang
mentashihannya serta istinbath tentang kaidah kaidah fiqih. Dengan ilmu ini
manusia akan dapat mengetahui hokum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia.
c. Ilmu
Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir atau
kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk dalam
kategori ilmu mantiq (logika), imu alam, ilmu ketuhanan (teologi) , ilmu teknik
(teknologi), ilmu hitung (Matematika), ilmu tingkah laku manusia (Antorpologi
dan sosiologi), termasuk ilmu sihir, ilmu nujum (perbintangan/astronomi)
Diantara ilmu-ilmu
tersebut ada yang harus diajarkan kepada anak didik, yaitu;
a. Ilmu
syariah dengan semua jenisnya
b. Ilmu
filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan
c. Ilmu
alat yang membantu ilmu agama seperti bahasa, gramatika, dan sebagainya.
Metode Pengajaran
Ibnu khaldun
menganjurkan agara para guru mengajarkan imu pengetahuan kepada anak didik
dengan metode yang baik dan mengetahui faedah-faedah yang digunakannya, dan
seterusnya. Kesulitan belajaran yang dialami peserta didik disebabkan oleh para
pendidik yang tidak menguasai ilmu jiwa anak (parenting).
Menurut Ibnu
Khaldun seorang anak yang dahulunya diajar dengan kasar, keras dan cacian menyebabkan
gangguan psikologis pada anak. Maka anak yang demikian cendrung menjadi pemalas
dan pendusta, murung dan tidak percaya diri serta berperingai buruk,
mengemukakan sesuatu tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Keadaan demikian
dilatarbelakangi oleh perasaan takut akan dipukul.
Pendidikan Untuk Kemanfaatan.
Kita mengenal
sabda Nabi Saw, bahwa sebaik baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya
bagi orang lain (sesame). Bukan yang paling banyak menyiksa atau menimbulkan
rasa sakit pada orang lain. Bukan yang paling banyak menyiksa orang lain. Manusia
adalah zoon polticon. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
bantuan orang lain. Dengan demikian
wacana manusia sebagai makhluk binatang yang mempunyai pikiran, perlu kita
koreksi ulang.
Karena hakekat
manusia adalah pemberi manfaat pada sesamanya. Bukan sebagai makhluk yang
semata-mata diciptakan untuk berfikir saja. Artinya dalam pendidikan, penekanan
pada ranah Kognitif (fikir/otak) yang selama ini dominan dalam dunia pendidikan
mesti diseimbangkan dengan ranah sosial atau sikap prilaku (afektif) dan ranah
Psikomotorik peserta didik.
Sebagai pemikir
Islam yang telah melahirkan karya besar, dan pandangan pandangan berpengaruh
tentang pendidikan. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
Sumber : Moh. Haitami Salim dan
Erwin Mahrus, Filsafat Pendidikan Islam, (Pontianak, STAIN Pontianak Press,
2006)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih