MAQASHID SYARIAH SEBAGAI DOKTRIN

 MAQASHID SYARIAH SEBAGAI DOKTRIN

Tulisan ini diambil dari buku berjudul "Hukum Islam antara Filsafat dan Politik" karangan Prof. KH Yudian Wahyudi Ph.D yang saya dapatkan ketika belajar bersama beliau dalam mata kuliah Legal Maxim semasa saya menimba ilmu di FIAI UII 2018 silam. Adapun tulisannya adalah sebagai berikut;

Sebagai doktrin, maqashid syariah beraksud mencapai, menjamin, dan melesteraikan kemaslahatan bagi ummat manusia, khususnya umat Islam. untuk itu, dicanangkanlah tiga skala prioritas yang berbeda tetapi saling melengkapi; addaruriyat, al hajiyat, dan at tahsiniyat. Addaruriyat atau disebut juga tujuan tujuan primer didefinisikan sebagai tujuan yang harus ada, yang ketiadaannya akan berakibat menghancurkan kehidupan secara total. disini ada lima kepentingan yang harus dilindungi; agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. begitu menurut versi yang paling populer, meskipun dengan urutan yang tidak seragam. utuk menyelematkan agama, Islam mewajibkan ibadah, sekaligus  melarang hal hal yang merusaknya.

Untuk menyelematkan jiwa Islam mewajibkan manusia untuk makan tetapi secara tidak berlebihan. sementara untuk menyelematkan akal, Islam mewajibkan antara lain pendidikan sekaligus melarang hal hal  yang merusak akal seperti minuman keras. untuk menyelamatkan harta, islam mensyariatkan misalnya hukum hukum muamalah sekaligus melarang langkah langkah yang merusaknya seperti pencurian dan perampokan. untuk menyelematkan keturunan, Islam menganjurkan pernikahan dan mengharamkan perzinahan.\

Perlu ditambahkan disini bahwa ketentuan-ketentuan ini saling terkait. upaya melindungin agama berarti pula upaya melindungi jiwa, akal, harta dan keturunan. begitu seterusnya. 

Maqashid ul hajiyyat (tujuan-tujuan skunder) didefinisikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia untuk mempermudah mencapai kepentingan-kepentingan yang termasuk dalam kategori addaruriyat. sebaliknya menyingkirkan foaktor faktor yang mempersulit usaha perwujudan daruriyyat. karena fungsinya yang mendukung dan melengkapi tujuan primer, maka kehadiran tujuan sekunder ini dibutuhkan (sebagai terjemahan harfiah dari hajiyyat), bukan niscaya (sebagai terjemahan langsung dan kata daruriyyat). Artinya, jika hal hal hajiyyat tidak ada maka kehidupan manusia tidak akan hancur, tetapi akan terjadi berbagai kekurang sempurnaan, bahkan kesluitan. misalhya untuk melaksanakan ibadah shalat sebagai tujuan primer dibutuhkan berbagai falitis antaran lain bangunan masjid. tanpa masjid, tujuan untuk melindungi agama melalui sholat tidaklah rusak totalm tetapi mengalami berbagai kesluitan. memang orang boleh saja sholat di medan perangm di atas batu karang atau di tepi pantai tanpa sjadah sekalipun, tetapi kehadiran masjid sangatlah membantu.

Untuk menyelematkan jiwa sebagai tujuan sekunder melalui makan dibutuhkan peralatan makan, misalnya kompor. memang tanpa kompor manusia tidak akan mati karena masih dapat menyantap makanan yang tidak di masak, tetapi kehadiran kompor melengkapi jenis menu yang dapat dihidangkan. terjadi berbagai kemudahan dengan kehadiran kompor. untuk menyelamatkan akal sebagai tujuan primer, islam mencanangkan wajib belajar seumur hidup kepada umat islam. di sini dibutuhkan berbagai macam fasilitas pendidikan antara lain gedung sekolah. memang tanpa gedung sekolah, perlindungan terhadap akal melalui proses belajar tidak akan musnah, tetapi mengalami banyak hambatan. orang tentu saja dapat menambah pengetahuan misalnya dengan membaca buku di sawah atau mendengarkan radio di pasar, menonton ceramah di youtube dll, tetapi kehadiran gedung sekolah sangat dibutuhkan bagi proses pencapaian tujuan melindugi akal yang dikemas secara canggih. untuk melindungi harta  sebagai tujuan primer dibutuhkan peralatan misalnya senjata api. memang orang dapat saja melindungi hartanya dengan golok, pisau atau sumpit, tetapi senjata api lebih membantu.

Untuk melindungi keturunan sebagai tujuan primer melalui pernikahan maka dibutuhkan kelengkapan, misalnya dokumentasi (bukti tertulis), tanpa kantor urusan agama (KUA) sebagai pihak yang berwenangn mendokumentasikan perkawinanmemang nikah bisa saja dilakukan, tetapi kehadiran KUA dengan berbagai perangkat pelengknya justru akan lebih menjamin hak dan kewajiban para pihak, khususnya ketika terjadi persengketaan.

Maqashid tahsiniyyat (tujuan tujuan tersier) didefinisikan sebagai sesuatuyang kehadirannya bukan niscaya maupun dibutuhkan, tetapi bersfiat akan memperindah (sebagai terjemahan harfiah dari kata tahsiniyyat, ornamental) proses perwujudan kepentingan daruriyyat dan hajiyyat. sebaliknya, ketidakhadirannya tidak akan menghancurkan maupun mempersulit kehidupan, tetapi mengurangi rasa keindahan dan etika. skala prioritas terakhir ini merupakan ruang gerak para seniman. disini pilihan pribadi sangat dihormati jadi bersifat relatif dan lokal sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan nash . misalnya apakah masjid yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan tujuan primer yakni menyelematkan agama melalui ibadah mahdhad shalat itu akan diperindah dengan kubah model istanbul, madinah, kairo, jakarta (lamabang segi lima dengan tulisan Allah di dalamnya), kuali di balik seperti terjadi di beberapa pedalaman jawa, atau bahkan tanpa kubah sama sekali, diserahkan kepada rasa estetika dan kemampuan lokal. apakah kompor yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan  tujuan primer yakni, menyelematkan jiwa melalui makan itu bersumbu delapan belas, kompor gas, kompor listrik atau kompor sinar surya diserahkan kepada rasa estetika kemapuan lokal. apakah kartu nikah yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan tujuan primer yakni menaga keturunan melalui pernikahan itu berbentuk segi empat, segi lima, bundar atau segi delapan dengan rana warna terntu maka serahkan kepada rasas estetika dan kemapuan lokal (seluruh indonesia atau tidak tergantung pemerintah). Disini pilihan dan kemampuan pribadi sengaja diberi tempat demi menghindari mafsadat, yaitu hilangnya berbagai spesialisasi yang terkait. jika semua kubah masjid harus bermodel Arab, maka seni lokal membuat kubah tidak akan tumbuh. Jika semua kompor diharuskan seperti pada zaman Nabi, maka seni lokal membuat kompir tidak tumbuh. jika kampus diharuskan seperti model Arab, maka seni lokal membangun kampus tidak tumbuh, jika model senjata api diharuskan mengikuti model tertentu, maka model lain tidak akan muncul. jika bentuk kartu nikah diharuskan mengikuti model arab maka seni lokal membuat kartu tidak muncul. seni menjadi mandul, yang akan berakibat pembunuhan terhadap spesialisasi kreatif dengan berbagai lapangan kerja yang mungkin ditimbulkannya. bagi Islam, beragama bukan berarti membunuh kreatifitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia