Sri Nurlaeli
Hidup saya biasa saja. Tidak bisa dibilang menanjak naik, namun datar atau flat adalah bukan ungkapan yang tepat untuk menggambarkannya. Tubuh saya makin melebar, karena disibukkan oleh pekerjaan jadi tidak sempat saya berolahraga, pulang pergi setiap pagi dan petang menjadikan rutinitas ini tidak begitu membuat saya lebih kreatif.
Kini otak dan pikiran saya sudah dipenuhi dengan harga harga bahan bangunan, orang orang bank, dan para tukang yang bekerja sejak pagi hingga petang, tidak kelupaan juga para kontraktor dan konsumen. Saya yang bekerja di sektor swasta dan diluar bidang pendidikan saya selama ini menjadikan ini semua sebagai bahan pembelajaran yang sangat berarti.
Saat semuanya terlihat mudah, sungguh terlampau banyak kesulitan dialaminya yang tidak bisa dihitung. Tapi apa juga untungnya menghitung kesulitan demi kesulitan, biarkan saja dia berlalu dan membuat kita lebih baik dan bijak. Saya ingin kembali menjadi yang baik dan benar, yang peduli dan jujur, dan tentu saja yang taat dan lurus. Namun bagaimanapun juga inilah hidup yang harus kita jalani apa adanya, dan tanpa harus membuat buat.
Bagaimana dengan masa depan..? Entahlah memikirkan masa depan hanya akan membuat kita tidak dapat mensyukuri pencapaian baik dalam hidup. Saya sudah bertemu dengan salah satu Notaris di Lombok Barat, yang namanya Sri Nurlaeli. Seorang wanita tangguh yang mempekerjakan beberapa anak muda sebagai stafnya. Boleh dibilang dia telah sukses sebagai notaris juga sebagai wirausahawan. Saya mulai mengenalnya sejak dua tahun lalu, ketika bekerja disini sebagai HRD.
Mungkin ini kelebihan yang saya dapatkan. Yaitu bertemu dengan para tokoh dan orang orang luar biasa. Siapa sih saya..? Yang sebenarnya tidak punya apa apa dari sisi apapun juga. Sebagaimana manusia biasa maka saya tetaplah orang biasa yang punya cita cita menjadikan keluarga dan keturunan saya lebih baik layaknya keturunan ulama atau juga para nabi.
Di proyek seringkali saya bertemu dengan tukang tukang yang telah lelah bekerja. Pagi, siang, sampai malam mencari nafkah untuk keluarga di rumah. Namun apa daya penghasilan sehari hari habis untuk makan saja, tak dapat menyimpan atau menyiapkan tabungan masa depan, apalagi tabungan pendidikan untuk anak anaknya. Begitulah tukang tukang bekerja. Dapat sehari habis dalam setengah hari. Uang sudah tidak ada nilainya lagi serasa tidak sebanding dengan beratnya pekerjaan, namun tetap saja di lakon karena dimasa sulit ini sulit pula pekerjaan datang.
Wallohua'lam.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih