MENIKAH..??? SIAPA TAKUT..!!!
Oleh
Ahmad Rizal Khadapi, SH,SGI
Alumni
FH Unram & SGI DD VII
Hehe maaf.. kalau judul di atas
terlalu menantang. Kenapa saya bilang menantang karena status saya belum
menikah, tapi saya sudah berani berbicara soal nikah. Makanya saya buat judul
tersebut. walaupun saya sendiri tidak tahu bagaimana rasanya menikah, karena
memang belum dicoba. Saya tertantang membuat judul ini, setelah bertemu
beberapa kawan mahasiswa saya dulu.
Setiap kali ketemu teman, rekan,
sahabat, paman, keluarga, kakak seperguruan dan yang lainnya, pasti yang
ditanyakan ke saya, dafi..kapan kamu menikah..? atau kamu sudah menikah
belum..? pertanyaan yang wajar diberikan untuk saya karena memang sudah
masanya. Kalau saat SMP atau SMA dulu, saya ditanya apakah kamu sudah punya
pacar..? maka ketika usia sudah mendekatai seperempat abad, pertanyaan tentang
menikah memang adalah satu kewajaran.
Beberapa hari yang lalu saya bertemu
dengan senior saya semasa kuliah. Dan Ia juga menanyakan apakah saya sudah menikah
atau belum. Saya jawab, saya belum menikah dan sedang mencoba untuk
mempersiapakan diri kejenjang pernikahan. Ia kemudian menanyakan lagi berapa
usia saya saat ini. Dan saya jawab Insya Allah November nanti sudah 25 tahun.
Dengan jawaban itu, ia menjelaskan bahwa memang antara usia duapuluhan sampai
duapuluh lima tahun adalah usia yang ideal untuk menikah.
Dalam diskusi yang saya dengannya
yang berlangsung sekitar satu jam itu, banyak motivasi mengenai keutamaan
menikah usia muda yang dijelaskannya. Hati saya memang sudah meniatkan untuk
menikah dalam dua tahun terakhir ini, walaupun sebagai manusia kita tidak
pernah tahu, kapan jodoh itu akan menghampiri. Saya meyakini ada jodoh yang
tepat untuk saya pada saat yang tepat.
Saya membenarkan bahwa jodoh penuh misteri.
Tidak ada yang tahu dengan siapa kita berjodoh, dan kapan jodoh datang. Tugas
kita hanya berdoa yang terbaik supaya mendapatkan pasangan yang terbaik dan
tepat. Dalam pada itu saya coba memperdalam ilmu-ilmu seputar pernikahan.
Beberapa buku tentang pernikahan sebenarnya sudah sejak lama saya beli. Seperti
buku yang berjudul “ketika menikah jadi pilihan, pacarmu belum tentu jodohmu,
sepanjang waktu menjadi pengantin dll” semuanya say abaca untuk mempersiapkan
diri secara mental ke jenjang pernikahan.
Saya sadar bahwa menikah bukan
persoalan sepele, yang ditempuh tanpa ilmu. Menikah merupakan satu bentuk
menunaikan ibadah, dan ketika ibadah itu dilakukan dengan ilmu, maka ibadah itu
akan diterima Allah. Saya mulai mendalami buku-buku tersebut.
Hukum Menikah Dalam Fiqh
Saya
memuat sub judul ini, karena memang timbul pertanyaan dalam diri saya, bagaiman
hukumnya bagi saya terkait dengan menikah. Yang pertama saya teliti adalah
apakah saya sudah wajib nikah atau belum?
Maka saya menemukan jawaban berikut mengenai hukum menikah bagi seorang
mukhallaf.
..Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Rasulullah
SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku,
barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah
r.a.). “Wahai generasi muda ! Bila
diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih
terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Mas’ud).
Dari
Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita
itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu”
(HR. Hakim dan Abu Dawud). Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya
telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh
lainnya.” (HR. Baihaqi).
Dalam
ilmu fiqh telah dikategorikan beberapa hukum menikah bagi seorang muslim,
diantaranya:
1.
Jaiz
(diperbolehkan)
2.
Sunnat, bagi
orang yang berkehandak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya
3.
Wajib, bagi
orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan
(zina)
4.
Makruh, bagi
orang yang tidak mampu memberi nafkah
5.
Haram, bagi
orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Maka
dilihat dari hukum tersebut, saya merasa bahwa kalau saat ini, secara hukum
fiqih status hukum saya untuk menikah masih sunnah. Belum sampai ketahap wajib.
Tapi tentu saya tidak akan menunggu usia tigapuluhan untuk menikah, atau
menunggu mapan dulu untuk menikah. Karena kemapanan datang saat kita sudah
menikah.
Hanya
saja memang, yang perlu dipersiapkan saat ini adalah mental dan spiritual.
Mental menyangkut materi, dan spiritual menyangkut keyakinan akan satu rizki
setelah menikah. Umumnya di masyarakat, pernikahan seringkali terkendala oleh
dana. Karena ada sebagian daerah tertentu yang sampai menentukan mahar dengan
harta berlebih, sehingga itu mempersulit calon laki-laki dalam meminang.
Padahal nabi SAW menjelaskan bahwa yang namanya menikah mesti dipermudah jangan
dipersulit.
Atau
kita mungkin pernah mendengar sabda Rasulullah SAW : “Wanita yang paling agung barakahnya, adalah
yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad
yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, “Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah
yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji
: “Jangan mempermahal nilai mahar.
Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka
Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus
Sunan). Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan
mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)..Subhanallah..
Sifat-Sifat
Perempuan Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Memilih Calon Istri
Pada dasarnya
ada beberapa prinsip bagi laki-laki dalam memilih perempuan yang akan menjadi
calon istrinya. Buku fiqih Islam
karangan H. Sulaiman Rayid, hal 378-379 di jelaskan mengenai sifat sifat
perempuan yang baik, untuk dijadikan seorang Istri:
1. Yang
beragama dan menjalankannya
Istri yang shalihah
merupakan salah satu perangkat utama kehidupan yang sukses dan bahagia.
Meskipun laki-laki menikmati kesehatan, masa muda, kekayaan dan kekuasaan
tetapi kebahagiaannya belumlah sempurna tanpa istri yang sholihah. Istri yang
sholihah adalah istri yang selalu menghargai dan menghormati suaminya,
mengetahui keuatamaannya, berterima kasih kepadanya setiap kali suaminya
berbuat baik, serta membuatnya merasa bingung. Istri sholihah adalah ketenangan
dan pendorong dalam urusan agama dan dunia. Ia mendirikan bangunan rumah tangga
di atas rasa takut kepada Allah dan mengetahui keridhaan suaminya termasuk
keridhaan Rabbnya.
2. Keturunan
orang yang subur (mempunyai keturunan yang sehat)
Rosullullah saw
bersabda : Pilihlah untuk benih keturunan
kalian, nikahilah yang sekufu dan nikahkanlah mereka. (HR Ibnu Majjah)
3. Yang
masih perawan
Rosulullah bersabda; “pilihlah wanita-wanita yang perawan, sebab
mereka lebih manis mulutnya, mereka lebih subur rahimnya, dan lebih ridha
dengan yang sedikit ” (HR Ibnu Majjah).
4. Cantik
Kecantikan adalah
sesuatu yang relative, pemahaman orang tentang kecantikan berbeda-beda antara
yang satu dan yang lain, artinya yang dianggap cantik oleh seseorang belum
tentu cantik menurut orang lain. Imam Al Gazhali mengatakan “perintah nabi agar
memperhatikan masalah agama bukanlah
larangan bagi seorang laki-laki untuk memperhatikan kecantikan, dan bukan pula
perintah untuk mengesampingkannya. Akan tetapi itu adalah larangan untuk hanya
memperhtikan kecantikan saja yang tidak diberangi dengan pertimbangan agama.” Perangai
yang halus adalah ungkapan jiwa. Akhak yang mulia adalah ruh kecantikan serta
keelokan wanita terletak pada keelokan fisik, akal, dan jiwa.
5. Terpelajar
dan Pintar Mengelola Masalah
Agar tujuan pernikahan
terwujud dan terjadi kerjasama antara suami istri dalam segala aspek, serta
memudahkan keduanya untuk saling memahami, diperlukan adanya ilmu dan pembelajaran.
Cepat atau lambat, wanita yang tidak mengetahui arti kata-kata yang diucapkannya
dan melontarkannya secara sembarangan akan merasakan akibatnya.
6. Kedekatan
Sifat
Urutan krietria terpenting bagi
istri sholihah ialah agama, kecantikkan, keluhuran, keturunan, kesuburan, akal
(kecerdasan), hikmah (kebijaksanaan), wawasan, dan cakap melakukan
keterampilan-keterampilan wanita.
Nasehat Syaikh Yusuf Al-Qardhawi
Syaikh
Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul Malamih Al-Mujtama halaman 498-499 memberikan sebelas nasehat terkait
bagaimana seorang laki-laki melaksanakan satu urusan yang bernama pernikahan:
1.
Memilih istri
dengan baik, dengan cara memusatkan perhatian pada agama dan akhlak sebelum
harta, pangkat (jabatan) dan kecantikan, Rosulullah bersabda “ wanita itu dinikahi karena empat perkara.
Karena hartanya, keturunannya, kecantikkannya dan karena agama, maka carilah
perempuan yang memiliki agama, niscaya engkau akan diberkati (H. R Muttafaq
Alaih)”.
2. Melihat wanita yang
dikhitbah sebelum terlaksanya akad, agar memperoleh kemantapan dan kepuasan
hati, karena melihat sejak dini merupakan langkah menuju kerukunan dan cinta
kasih.
3.
Perhatian wanita
dan wali-walinya untuk memilih suami yang baik. Dan mengutakan yang baik agama
serta akhlaknya sebagaimana petunjuk dalam sunnah.
4. Pihak wanita
harus ridha untuk menikah dengan calon suami yang ditawarkan kepadanya. Tidak
boleh ada pemaksaan dengan orang yang tidak dicintainya.
5.
Mendapat
persetujuan dari wali wanita.
6. Bermusyawarah
dengan ibu calon pengantin wanita. Agar pernikahan disetujui oleh semua pihak.
Karena Rosulullahu SAW bersabda “ajaklah para wanita untuk bermusyawarah tentang anak
anak wanitanya”
7. Diwajibkan
menggauli dengan baik, serta menjalankan hak-hak serta kewajiban antara suami
sitri, serta membangkitakn semangat keimanan untuk berpegang teguh pada
ketentuan-ketentuan Allah serta bertakwa kepadanya.
8. Mendorong suami
agar hidup secara realistis, karena tidak mungkin ia menginginkan kesempurnaan
mutlak pada istrinya.
9. Mengajak suami
berfikir dengan akal sehat dan kemaslahatan. Jika ada perasaan tidak suka pada
istri hendaknya jangan cepat-cepat memperturuti perasaan sembari mengharap
semoga Allah mengubah sikap pasangan menjadi lebih baik.
10. Memerintahkan
suami untuk menghibur dan menasehati istri yang sedang nusyuz dengan.
11. Bijaksana dan bertahap, dari lemah lembut
sampai pada ketegasan namun tidak kasar. Memerintahkan masyarakat untuk turut
menyelasaikan ketika terjadi masalah keluarga yaitu dengan membentuk majelis
keluarga.
Kesimpulan
Maka
bagi diri saya sebagai seorang muslim, saya menyadari bahwa menikah haruslah
semata-mata karena Allah. Pernikahan adalah satu jenjang kehidupan manusia
dimana manusia dapat menemukan kedamaian, semangat, dan kekuatan hidup. Dan
tidak ada yang perlu diresahkan soal jodoh, karena jodoh adalah satu kehendak
yang di takdirkan Allah. Semoga bagi kita yang masih lajang ini, Allah
melindungi kita dari perzinahan dan mempermudah jalan jodoh kita..Amiin Ya
Robbal Alamin.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih