PERCERAIAN.., BUKAN SEBUAH TRADISI..!!!
Oleh
AHMAD RIZAL KHADAPI, SH, SGI
Realitas Masyarakat
![]() |
Mencari rujukan dalam buku |
Karena penasaran sayapun coba
mengkaji dan merenungkan hal ini secara sederhana. Hasil penelusuran saya di mesin
pencari google menunjukkan bahwa,
angka perceraian di NTB secara umum terus naik dari tahun ketahun. Terdapat 3.231
kasus pada rahun 2009, sedangkan pada tahun 2011 meningkat menjadi 3.736 kasus.
Artinya secara kuantitas setiap tahun terjadi perceraian rata-rata satu kasus
setiap hari. Itu yang terhitung di pengadilan agama. Kalau yang tidak terhitung,
karena cerainya tidak didaftarkan ke pengadilan agama saya kira jumlahnya jauh
lebih banyak/
Umumnya perceraian terjadi disebabkan
beberapa masalah, seperti masalah ketidak berdayaan ekonomi keluarga, ketidak cocokan saumi istri
dalam berumah tangga, adanya pernikahan dibawah umur, sebab usia yang belum
matang menyebabkan kedua belah pihak mudah labil. Sebagai contoh. baru-baru ini
di sebuah kampung yang ada di Lombok Timur. seorang anak perempuan baru kelas 3
SMP masih dibawagh umur sebut saja namanya bunga,
menikah dengan seorang laki-laki yang berusia 18 tahun. Pada satu dua bulan
rumah tangganya berjalan baik, di bulan ketiga secara mengejutkan si istri minggat dari rumah suaminya dan tidak
ingin balik lagi. Entah apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka..?
Biasanya kalau terjadi perceraian
dalam sebuah rumah tangga maka yang
paling rentan menjadi korban adalah anak dan istri. Secara psikologis
perkembangan anak akan terganggu. Setelah terjadi perceraian biasanya seorang
wanita yang sudah menjanda akan kesulitan mencari nafkah, karena tidak memiliki
skill lain selain sebagai pengurus
rumah tangga.
Masalah bidik rumah tangga ini sebenarnya
sudah dikaji oleh para ulama. Salah satunya adalah Syeikh Yusuf Qardhawi yang
membuat bab khusus tentang wanita dari halaman 467 sampai halaman 559 dalam
kitab karangannya yang berjudul Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim. Maka berdasarkan
kitab tersebut, disini saya ingin menyampaikan beberapa point saja terkait
kedudukan wanita dalam rumah tangga. Agar setiap wanita muslimah memahami
posisi dan tugasnya, serta terlindungi dari penindasan oleh suaminya.
Wanita Sebagai Ibu
Di
antara keajaiban syariat Islam adalah, Islam memerintahkan kita untuk berbuat
baik kepada ibu, meskipun ia musyrik. Sebagaimana yang ditanyakan oleh Asma
Binti Abu Bakar kepada Nabi Saw tentang hubungannya dengan sang bunda yang
musyrik. Maka Rosulullah saw bersabda, “ ya.
Tetaplah menyambung silaturahmi dengan ibumu (Muttafaq Alaih).”
Seorang
wanita bertanya “wahai Rosulullah, anakku
ini dulu aku yang mengandungnya. ASI-ku menjadi minumannya dan pangkuanku
menjadi tempat ia berlindung, tetapi ayahnya mencerikanku dan ingin
mengambilnya dariku, Maka kata nabi saw, bersabda kepadanya engkau lebih berhak (untuk merawatnya) selama
engkau belum menikah. (HR> Ahmad)”. Selain itu Islam memandang bahwa
kekerabatan ibu itu lebih mulia daripada kekerabatan ayah di dalam masalah
pengasuhan.
Wanita Dalam Rumah Tangga
Wanita
Sebagai Istri
Islam
menjadikan istri salehah sebagai kekayaan paling berharga bagi suami, setelah
iman dan takwa kepada Allah. Islam menganggap istri salehah satu sebab
kebahagiaan rumah tangga. Rosulullah saw bersabda “seorang mukmin tidak memperoleh
kemanfaatan setelah bertakwa kepada Allah yang lebih baik selain istri
salehah, dimana jika suami menyruruhnya
dia taat, jika dipandang dia menyenangkan, dan jika ia bersumpah kepadanya dia
mengiyakan dan jika suaminya pergi jauh dari pandangannya ia memelihara diri
dan hartanya ( HR. Ibnu Majah)”.
Islam
mengangkat nilai-nilai wanita sebagai istri dan menjadikan pelaksanaan hak-hak
suami istri itu sebagai jihad di jalan Allah. Islam juga telah menetapkan
hak-hak yang wajib dipenuhi oleh suami. Pertama
kali hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya adalah mas
kawin yang telah diwajibkan oleh Islam sebagai
tanda kecintaan seorang suami ada Istrinya.
Hak
yang kedua yang harus dipenuhi oleh seorang suami pada istrinya adalah nafkah.
Seorang suami diwajibkan mencukupi
makanan, pakaian, tempat tinggal dan pengobatan istrinya. Sabda Rosulullah
saw “ dan bagi wanita yang diwajibkan
atas kamu kaum lelaki, rezeki mereka dan pakaian mereka dengan makruf.” Arti
makruf disini adalah sesuatu yang dianggap baik oleh ahli agama tanpa
berlebihan dan tanpa mengurangi.
Hak
yang ketiga adalah mempergauli dengan baik. Firman Allah dalam Al-Qur’an “dam
pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan baik... (An-Nisa 19)”. Maka sebagai
bentuk keseimbangan dalam berumah tangga antara istri dan suami. Islam
mewajibkan istri untuk mentaati suami di luar perkara maksiat. Serta memelihara
hartanya, sehingga seorang istri tidak boleh mempergunakan harta tersebut
kecuali dengan izinnya. Demikian juga
seorang istri wajib memelihara rumah dan tidak boleh memasukkan orang ke dalam
rumahnya kecuali atas seizin suami, walaupun itu keluarganya.
Kemandirian
Seorang Istri
Islam
tidak membiarkan keperibadian wanita larut dalam keperibadian suami,
sebagaimana tradisi di Barat. Keperibadian wanita dalam hak perdatanya pun
tidak terkurangi dengan menikah. Ia tidak kehilangan haknya dalam hal
perjanjian jual beli dan muamalah. Dia berhak menjual dan membeli, dia berhak memberi
upah, dia berhak memberikan hartanya, bersedekah, member makan, dan sebagainya.
Maka sebenarnya dalam Islam, wanita yang sudah menjadi istri tetap berhak untuk
bisa bekerja atau membangun karir dan kapasitas keilmuannya tentu dengan izin suami.
Sebuah Renungan
Jika dilihat dari penjelasan Syeikh
Yusuf Al-Qardhawi, maka sebanarnya tingkat perceraian di NTB lebih khusus lagi
di Lombok seharusnya mampu diturunkan atau bahkan nihil. Sebab hampir seluruh masyarakat NTB khususnya Lombok beragama
Islam. Karena kita tahu begitu luar biasanya nilai-nilai Islam dalam mengatur
dan memberi petunjuk dalam membangun rumah tangga. Tapi kemudian yang menjadi
pertanyaan saya sekali lagi adalah kenapa orang Lombok begitu mudah melakukan
kawin dan cerai..?
Maka dalam kegelisahan hati saya. Saya
coba merenungkan masalah intinya. Satu demi satu jenis masalah yang menjadi
latar belakang perceraian saya pikirkan dengan pikiran yang jernih. Mulai dari
kemampuan ekonomi keluarga, kecocokan antar suami istri, atau sebab kawin dibawah
umur dll. Dan saya berkesimpulan bahwa, yang menjadi alasan utama mengapa
banyak terjadi kawin cerai di Lombok adalah belum holistiknya pemahaman masyarakat
dengan agama yang dianutnya yaitu agama Islam.
Kenapan demikian..? Umumnya masyarakat
hanya memahami agama itu sebatas sholat, puasa, zakat, dan haji saja. Padahal Islam
adalah agama yang mengatur segalanya, termasuk urusan rumah tangga. Sebagai contoh,
hingga kini masyarakat kita masih memegang tradisi adat Maling (mencuri) untuk merariq dalam menggelar pernikahan yaitu satu
tradisi di masyarakat sasak Lombok berupa kewajiban mencuri calon memplai
perempuan oleh calon memplai laki-laki sebelum melaksanakan akad nikah. Sebenarnya
dalam Islam tidak dikenal istilah maling merariq,
tapi taaruf, meminang, melamar, akad
nikah, dan walimah.
Sekali lagi, saya minta maaf karena ini adalah kajian yang sangat dangkal.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan serta dapat kita
diskusikan untuk mencari titik temu yang paling tepat dan benar. Semoga bermanfaat.
Wallohua’lam.
Saya
tentu tidak mempunyai kapasitas menyalahkan tradisi tersebut. saya kira kita
perlu mengkajinya lebih dalam lagi. Terutama mengenai pencegahan kekerasan
dalam rumah tangga, dan meningkatnya kasus perceraian di NTB. Sebab tinggi
rendahnya perceraian dalam satu masyarakat juga menentukan kemajuan dan kesejahtraan
satu daerah.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih