Capuccino dan Obrolan Politik Sore Hari
Jadi sampai hari ini saya mungkin masih
dibilang sebagai seorang yang suka nuntut ilmu, biarpun begitu saya tahu ada banyak hal yang belum bisa diterapkan dari macam ragam ilmu yang saya dapatkan. Kenapa bisa begini..?? Saya juga tidak terlalu faham. Namun demikian inilah proses yang sedang saya alami. Entah harus di syukuri atau tidak. Sepuluh tahun di luar daerah lalu tiba tiba berada di rumah sendiri nyatanya membuat saya kelimpungan dengan kebiasaan selama di luar daerah yang mau saya coba aplikasikan disini. Struktur kebiasaan saya sudah berubah, tidak lagi seperti sepuluh tahun lalu ketika masih jaman SMA. Kini saya pulang bukan lagi seperti dari yang dulu. Sudah banyak perbedaannya, namun sungguh saya malah lebih ingin menjadi orang biasa yang bekerja dan menjalani hidup seperti biasa juga, tidak ingin terlalu ribut dengan hiruk pikuk perpolitikan di daerah ini. Nampaknya keinginan tersebut belum mampu diwujudkan, geser menggeser dalam urusan politik kini lumrah dalam pendengaran dan diskusi saya.
Kemarin sore.., saya dan beberapa sahabat ketemu dengan pak Murnan yang senin lalu dilantik jadi ketua DPRD lombok timur. Ada rasa bangga namun banyak rasa sedih, sebab keburukan keburukan politik serasa begitu akrab secara tiba tiba dalam diri saya ketika beliau menceritakan keadaan dirinya. Nampaknya saya belum siap seratus persen menerima pesan pesan buruk perpolitikan daerah. Inilah yang jadi pekerjaan rumah bagi saya, menikmati keadaan ini dan terus saja berjalan apa adanya di tengah krisis demi krisis yang kini tiba tiba menghantam saya. Tidak tahu sebab perkara apa, namun saya ingin selalu bersyukur, nampaknya menjadi orang biasa adalah jauh lebih nikmat daripada menjadi orang yang berpengaruh karena saat kita menjadi orang yang berpengaruh maka siap siapalah di hantam dengan berbagai kritik. Kalau tidak siap dengan kritik ini bisa bisa membuat kita jadi pusing sendiri.
Lalu ketika kita berusaha menjadi apa yang kita inginkan, nampaknya keinginan itu tidak selalu mulus dengan harapan. Berbagai proses mesti kita lalui. Hingga kini saya masih berkesimpulan bahwa yang di cari oleh orang adalah ketenangan hidup. Sebanyak apapun harta kekayaan seseorang jika ia tidak tenang dalam hidupnya, maka percuma saja seluruh kekayaan itu. Kini banyak teman kita juga sahabat kita yang telah berubah, sebagian ada yang sudah menjadi pegawai, ada juga yang sudah jadi advokat, dosen, guru, dan pengusaha. Namun cerita mereka selalu sama bahwa keberadaan mereka sangat berkaitan dengan perpolitikan yang memiliki konsekuensi melakukan perbuatan perbuatan tercela seperti siap menyuap dalam proses menerima jabatan atau mengurus suatu perkara.
Idealitas hukum yang kini kita rasakan seperti tidak sesuai dengan apa yang pernah kita pelajari selama bangku kuliah. Banyak yang lebih mementingkan posisi diri pribadi daripada apa yang pernah dipelajari dulu ketika masa masa kuliah. Separah itulah dunia perpolitikan tempat kita bernaung saat ini, bisa jadi demikian. Sebab kita sudah kehilangan rasa percaya terhadap politik masa kini. Politik yang penuh dengan kepentingan individu ini telah melahirkan maraknya praktik korupsi dalam sekup terkecil dunia pemerintahan. Mulai dari tingkat dusun, desa, camat, hingga pada level bupati dan strusnya. Korbannya adalah lembaga lembaga non politik seperti sekolah. Sekolah yang mestinya menjadi benteng terakhir moralitas anak bangsa dalam dunia dunia pendidikan kini statusnya juga hampir sama yakni menjadi corong didalam memperoleh kekuasaan politik. Banyak sekali guru guru bahkan kiyai yang kini menjadi politisi, lupa dengan sekolah atau pondok santan yang mereka bisa. Semua ingin meraih kekuasaan, dan semakin banyak orang yang ingin meraih suatu kekuasaan maka semakin besar peluang untuk melakukan penyimpangan kekuasaan ketika ia sudah berkuasa nantinya.
Belum lagi kita bicara politik di tingkat pusat, bisa jadi tidak ada persahabatan atau pembelaan bangsa yang abadi, yang ada adalah kepentingan individu atau kelompok yang abadi. Suka sekali hari ini kita temukan para politisi yang betul betul.murni membela kepentingan bangsa. Tengok saja akibat tidak tegasnya pemerintah dalam membuat keputusan politik tentang kebakaran hutan di indonesia sejak dahulu, maka kebakaran hutan tiap tahun terjadi bahkan tahun ini masuk kategori kebakaran yang paling parah. Apa salahnya sih membuat moratorium penanaman sawit, sehingga hutan2 tidak akan di bakar untuk membuat perkebunan sawit lagi. Memang kalau sudah berbicara tentang kepentingan ekonomi, maka kepentingan penegakan hukum dan HAM biasa terpinggirkan. Kekacauan karena politik di negara ini memang sudah menjadi jadi. Hampir hampir juga kita rasakan pada saat pilpres tahun ini masyarakat menjadi terbelah dua. Dukung mendukung sebab politik nyatanya membuat polarisasi begitu dalam pada kehidupan sehari hari masyarakat disebabkan oleh politik.
Efek dari politik yang kotor ini sangat kita rasakan dalam kehidupan sehari hari berupa lambannya pemerintahan berjalan, biaya ekonomi yang tinggi karena kenaikan harga harga kebutuhan pokok serta administrasi pemerintah yang kurang baik. Hal inilah yang kini sering kali menjadi pemandangan dalam kehidupan sehari hari kita. Nampaknya makin dewasa kita makin tahu kita seluk beluk poliyik yang membuat kita geleng geleng kepala.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih