Mengejar Kesuksesan


Rumah berwarna hijau itu sudah lama di bangun, pemiliknya hampir empat tahun berada di salah satu negara Arab. Ia bekerja sebagai TKI, cita cita yang selama ini diidamkan sudah terealisasi. Kepungalangannya membawa semangat baru, yaitu semangat menempati rumah hasil jerih payahnya di negeri orang. 

Selain rumah berwarna hijau itu, sekitar 500 meter di sebelah utara baru berdiri kokoh gudang tembakau berukuran panjang 50 meter dan lebar 10 meter dengan tinggi 15 meter. Gudang tembakau ini berada di antara tanaman sayur di samping kiri kanannya. Bangunan tersebut sepenuhnya terbuat dari material besi dan alumunium, sementara untuk pondasi digunakan batu dari gunung rinjani, demikian juga pasirnya. Warga mengatakan bahwa tukang tukang yang mengerjakan bangunan gudang ini khusus di datangkan dari Surabaya. Pemilik gudang tembakau bernama Abdi (nama samaran).

Tidak jauh dari gudang tembakau, tepatnya sekitar 300 meter juga berdiri deretan gudang yang di sulap dari rumah tinggal. Rumah-rumah yang dulunya biasa digunakan untuk mengisi waktu bersama keluarga kini telah berganti isi dengan kotak kotak kardus yang di jejer rapi maupun sembarangan. Tak nampak lagi taman depan rumah, sebab sudah berganti peran sebagai lokasi parkir mobil box pengantar bongkar muat barang. 

Sudah hampir 10 tahun terkahir ini wajah kampung saya memang berubah. Sawah sawah yang biasanya kami lihat dengan warna ijo royo royo mulai langka kami temukan. Kebun kebun yang dulu penuh dengan pepohonan tinggi dan rindang kini sudah berganti peran dengan rumah rumah pemukiman warga juga gudang gudang berbagai macam rupa barang, dari barang hasil pertanian hingga barang berupa sampah plastik. Sementara aliran sungai sudah tak jernih lagi airnya, malah sungai sudah menjadi tempat sampah raksasa di bawah jembatan. Sampah yang menggenang sudah mencapai 100 meter lebih.

Ada apa dengan kampung ini..??? Entahlah..., seperti judul di atas..kini banyak warga sedang berlomba mencapai kesuksesan materi. Nampaknya kemiskinan yang dulu banyak warga rasakan telah menjadi pengecut untuk meningkatkan daya saing mereka, bercita cita meninggalkan masa kelam. Masyarakat dulu memiliki profesi mayoritas petani dan peternak. Namun kini sudah beralih menjadi pedagang.., dalam dimensi sosial yang berbeda peralihan profesi ini membawa konsekuensi pada meningkatnya kemampuan ekonomi kepala keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Indikator sederhana dapat kita lihat dengan berjejernya mobil mobil pick up di garasi rumah mereka. Dulu jangankan bicara mobil, motor saja sangat sulit untuk bisa dimiliki. Bukan mobil pick up seperti carry yang terparkir namun sekelas mobil 4 WD seperti Hilux dll. Haji Azhar adalah salah satunya, berkat kegigihan usaha jual beli tembakau yang ia lakoni selama lebih 20 tahun, kini ia memiliki mayoritas sawah yang masih tersisa disini. Belum lagi mobilnya yang berjumlah dua unit serta aset berupa rumah yang ia bangun untuk anak anaknya. 

Seperti Haji Azhar, Haji Nasrun juga memiliki harta yang melimpah. Dulu ia bekerja sebagai penjaga sekolah di SD depan rumahnya. Tak lama setelah di angkat sebagai cpns pada usia 50an, ia putuskan untuk pensiun dini agar lebih konsentrasi mengembangkan bisnisnya. Jual beli alat pertukangan atau disebut sebagai toko pertukangan adalah konsentrasi yang ia ambil. Bersama sang istri sudah lebih dari 30 tahun bergelut di dunia perdagangan. Dulu selain bekerja sebagai penjaga sekolah ia juga mendirikan toko ATK dan berbagai kebutuhan pokok di rumahnya. Nampaknya jalan sukses itu iya temukan di bisnis alat alat pertukangan. Rumah sederhana yang dulu ia bangun kini sudah disulap memanjang ke arah selatan menjadi ruko satu lantai dan gudang penampungan barang seperti besi, semen, asbes, alumunium , cat dan lain sebagainya. 

Selain keberhasilan dalam peningkatan bidang ekonomi warga, kampung saya juga kini telah berhasil membangun masjid berlantsmai dua jam megah sebagai pusat peribadatan masyarakat. Masjid dua lantai ini telah rampung sejak 2013 lalu, dan aktif digunakan untuk kegiatan kegiatan keagamaan seperti perayaan maulid Nabi SAW, lokasi akad pernikahan, pengajian umum, dan perayaan hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Namun memang manajemen masjid masih di kelola secara sederhana, sebab disini belum ada aktivitas kajian kajian keilmuan, dirasa islamiyah, dan lain sebagainya. 

Dampak yang timbul dari dua kemajuan ini sungguh terlihat jomplang. Bagaimana tidak..?? Saat kue ekonomi semakin nikmat justru tingkat religius masyarakat semakin stagnan. Garis shap di masjid tak pernah terisi penuh setiap kali ibadah sholat lima waktu datang. Sholat jumat juga bernasib sama, bukannya semakin banyak warga yang datang sebelum khotib naik, justru sebaliknya semakin banyak warga yang telat. Mewahnya masjid tak berjalan beriringan dengan peningkatan jamaah. 

Kampung ini hanya salah satu contoh dari banyaknya kampung dimana Allah memberikan kemudahan secara ekonomi kepada masyarakatnya namun tidak secara religius dan keimanan. Fenomena yang banyak luput dari radar para peneliti, radar para pendakwah dan radar intelektual muslim. Sibuknya kita mengejar kesuksesan dalam hal ekonomi belum menjadi keadaan warga untuk sibuk juga menjadi sukses religius. Mungkin para pendakwah juga perlu memikirkan cara untuk menanggulangi ini, agar manusia masa depan tak lupa bagaimana harus bersyukur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia