THE LONG ROAD TO SGI
Ada baiknya kamu berfikir dan
beristikharah dulu sebelum benar-benar menerima tawaran itu. Sepenggal kalimat
yang keluar dari sahabat saya tercinta “Hendry Sayyidiman” dalam sebuah diskusi
terkait dengan rencanaku untuk pergi Ke-Bogor karena sudah diumumkan lulus
program Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dhompet Dhuafa 2014. Ia, memang sempat
timbul keraguan dalam diriku terkait dengan semua ini. Karena akan banyak
kegiatan di organisasi yang saya sedang pegang akan saya tinggal untuk
sementara.
Setelah
mempertimbangkan berbagai hal, saya mantapkan hati untuk bisa tetap pergi
ke-Bogor dalam rangka mengikuti rangkaian program ini. Ada beberapa hal utama
yang menjadi bahan pertimbangan saya memberanikan diri untuk ikut di SGI
angkatan ke-VII ini, antara lain:
a.
Sejak
SMP saya telah bercita-cita untuk menjadi guru, dan melalui Sekolah Guru
Indonesia (SGI) cita-cita masa kecil itu bisa saya wujudkan.
b.
Sebagai
salah satu jalan pengabdian saya kebada negeri ini, karena selam menjalani
program perkuliahan, tema-tema pengabdian kepada negeri sangat sering saya
terima, tapi ketika saya sudah wisuda saya menjadi bingung untuk
mengimplementasikan rasa pengabdian saya atas negeri tercinta.
c.
Saya
membutuhkan hal baru dalam hidup, terutama dalam ranah ke-ilmuan, saya tidak
cukup dengan ilmu yang saya terima di Fakultas Hukum dulu. Tapi saya butuh ilmu
baru yang mengajarkan saya tentang hakekat hidup sesungguhnya. Sebagaimana
sabda Nabi SAW “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.”
d.
Saya
terinfirasi dari film “Tanah Surga Katanya”, yaitu sebuah film yang
menceritakan kehidupan rakyat negeri ini diperbatasan dengan Malaysia, tentang
nasionalisme yang dipertaruhkan, tentang pendidikan yang jelas tertinggal
antara Indonesia dan Malaysia, dan tentang situasi ekonomi yang bergantung pada
negeri tetangga. Sehingga pada waktu itu saya bermimpi untuk dapat pergi
kedaerah terluar negeri ini, dengan keyakinan melalui SGI semua mimpi itu bisa
diwujudkan.
Dengan semua alasan yang menjadi
pertimbangan itu, saya memberanikan diri untuk langsung mengatakan “Insyaa
Allah siap” ketika mas Ahmad dari SGI menelepon saya untuk konfirmasi kesediaan
datang ke-Bogor. Pada tanggal 12 Agusutus 2014, di kota Mataram ketika berada
dikantor saya minta izin kepada wakil direktur lembaga tempat saya bekerja
untuk mengajukan pengunduran diri. Saat ini beluia bertanya k “kenapa
mengundurkan diri..?’ saya kemudian memberikan singkat bahwa saya akan ikut
SGI, dan singkat cerita belia mengizinkan.
Pulang dari kantor saya langsung
balik kerumah untuk memberitahu Ibu dan Bapak perihal rencana kepergian saya
untuk ikut SGI di Bogor, Alhamdulillah diizinkan. Musibah datang menimpa pada
saat itu, setelah membeli tiket pesawat, hp saya hilang dijalan. Dan beberapa
hal yang terkait dengan perlengkapan yang harus dibawa tak pernah saya baca.
Tanggal 16 Agusutus saya berangkat ke-Bogor dengan menumpang pesawat Lion Air,
walau sempat diwarnai dengan beberapa kendala, pada akhirnya saya sampai di
Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Banten, disini sudah ada mas Ahmad yang
menjemput. Ternyata saya adalah jemputan yang terakhir. Perjalan dari bandara
ke Bumi Pengembangan Insani (BPI) ditempuh dengan waktu hamper 3 jam. Pukul
17.05 WIB saya sampai di BPI beserta 5 orang peserta lainnya dari SULTRA.
Alhamdulillah..kini semuanya bisa berjalan dengan baik. Dan semuanya menjadi
indah ketika hari senin kami dibawa ke Kebun Raya Bogor (KRB), taman impian
yang saya hanya ketahui dulu waktu SMP melalui buku LKS Bahasa Inggris. Karena
di KRB kami menerima sentuhan semangat yang luar biasa dari Guru Agung, pada
saat sesi penutupan saat itu.
SGI Luar Biasa…!!! Bangga Jadi
Guru, Guru berkarakter, Menggenggam Indonesia, Manjadda wajadda, Allahu
Akbar…!!!
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih