GURU INDONESIA, SAYA TIDAK BERLATAR PENDIDIKAN

Suatu ketika, saya bertemu dengan kakak tingkat saya di kampus. Kami berbeda fakultas, saya berasal dari fakultas Hukum dan dia berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Saya merasa ada yang aneh pada dirinya, karena walaupun basic kuliahnya di ilmu pendidikan, namun kecendrungannya justru ke Ilmu politik. Buku-buku politikpun habis dibaca, dan saya pikir dia termasuk orang yang hebat. Karena telah mampu mengkombinasikan antara ilmu pendidikan dan ilmu politik.
Saya bertanya waktu itu, apa yang menjadi alasan anda untuk membaca buku-buku tentang politik? Ia menjawab, bahwa mencari ilmu itu tak cukup pada satu bidang saja. Walaupun saya berlatar pendidikan, tapi saya juga harus tahu tentang politik. Sebuah jawaban yang menghentak hatiku, karena aku hanya fokus menuntut ilmu pada satu sisi saja. Sampai akhihnya saya juga berfikir untuk dapat bisa mengetahui dan menuntut ilmu dalam bidang pendidikan.
Kecintaan pada Ilmu pengetahuan mengantarkan saya pada satu prinsif, bahwa semua jenis ilmu itu wajib hukumnya untuk dicari dan diamalkan. Oleh karena hal tersebut, walaupun dengan latar belakang bukan dari pendidikan saya memberanikan diri untuk turut serta bergabung di Sekolah Guru Indonesia (SGI). Dengan tujuan bekal ilmu saya bertambah, dan tentunya dapat menjadi guru transformatif.
Saya kira hukum di Indonesia juga tidak pernah melarang, bahwa para serjana yang berlatar belakang Ilmu Hukum tidak berhak menjadi guru. Saya tidak pernah menemukan satupun pasal dalam undang-undang yang berbunyi demikian. Terlebih agama juga sangat menganjurkan kita untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya. "Sampaikanlah walau satu ayat."atau "berikanlah kabar gembira itu dengan hikmah dan dengan cara yang baik", dua penggal kalimat diatas merupakan cerminan bahwa setiap orang dapat menjadi guru. Bagi saya guru itu tidak mesti dari mereka yang punya gelas SP.d, tapi setiap orang yang memiliki ilmu dan berusaha mengamalkan dan mendakwahkannya (mengajarkannya) kepada orang lain dengan cara yang baik dan kreatif untuk tujua kemajuan peradaban manusia juga termasuk adalah guru.
Menarik, apa yang dikatakan Prof.Dr. Fuad Hasan bahwa pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan. Pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengalihan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. oleh karena itu sekali lagi saya tegaskan bahwa setiap orang bisa jadi guru dan pendidik, ia tak mesti harus berlatar dari kampus pendidikan.
Kita semua adalah guru Indonesia yang akan merubah nasib pendidikan negeri, dari pendidikan yang bermutu rendah kepada pendidikan yang bermutu tinggi. Bagi kita yang berkomitmen menjadi guru, ada empat prinsip holistik dan berjangka panjang dalam konteks pengembangan dan pendidikan profesi guru Indonesia (Asep Sapa'at 2014), yaitu:
1. Attracting Teacher yaitu kepastian hukum dari pemerintah serta penghidupan yang layak.Jika syarat ini dipenuhi maka setiap orang akan memandang guru sebagai sesuatu yang prospektif. Pemerintah juga harus memastikan seleksi guru dengan ketat, tidak sembarang orang bisa menjadi guru profesional dan kompatibel.
2. Developing Teacher, yaitu Lembaga pendidik dan tenaga kependidikan mesti dikuatkan fungsinya
3. Empowering Teacher; prinsip ini mensyaratkan agar kinerja para guru selalu dapat diukur efektifitasnya.
4. Retaining Teacher; yaitu rencana karir seorang guru harus dinyatakan secara tegas tidak multi tafsir.
Maka dari empat hal diatas, kita harus memastikan diri bahwa standar tersebut bisa kita penuhi secara formal demi menjadi guru Indonesia yang bijak dan profesional.

Komentar

  1. Teman-teman nondik itu memiliki warna yg khas dalam dunia pendidikan loh.. #hidupnondik :-)

    BalasHapus
  2. saling melengkapi satu sama lain...
    semangat!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia