Guru 15 Menit
Berbicara tentang guru sebagai pendidik, tentu tidak lepas dari penilain, tidak lepas dari kritikan, tidak lepas dari kesalahan. Semua guru memiliki ke-khasan masing-masing dalam mengajar. Ada guru yang judes, juga ada guru yang lucu, ada guru yang murah senyum, juga ada guru yang suka cemberut, ada guru yang bisa mengerti siswanya, juga ada guru yang tak faham atas psikologi anak didiknya.
Guru dalam kacamata saya, bisa dibagi menjadi dua yakni guru yang mengabdi secara sukarela dan guru yang mengabdi atas panggilan dari negara (PNS). Bagi para guru yang mengabdi atas panggilan negara, mereka lebih beruntung secara finansial, karena mereka sudah mendapat kepastian hukum dari negara akan jenjang karir dan fasilitas-fasilitas yang akan diberikan selama mendidik.
Tapi bagi guru yang mengabdi karena sukarela, tak ada jaminan imbalan dari negara. Mereka murni mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan, atas dasar rasa cinta dan rasa ingin mengabdi kepada yang maha Kuasa. Mereka inilah guru 15 menit, dimanapun mereka bisa menjadi guru, tak peduli siang dan malam, tak peduli diberi gaji atau tidak. Bagi mereka pengabdian lebih berharga dari apapun.
Memberikan motivasi tiada henti, menginspirasi kami untuk tetap maju, menggapai cita-cita yang diimpikan. Tak ada cita-cita yang tak memiliki jalan, setiap cita-cita pasti memiliki jalan untuk diraih, walaupun cita-cita itu setinggi langit. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita bisa sungguh2 mengajarakan (kata beliau), serta mengajarkan itu harus dengan hati, tak sekedar menyampaikan.
Guru 15 Menit...bagi saya adalah mereka yang menuliskan isi pikiran (gagasan)-nya kedalam buku ataupun dalam bentuk catatan yang lainnya. Yang dengan buku itu orang bisa membaca selama kurang lebih 15 menit setiap harinya/setiap minggunya tentang gagasan, pemikiran, isi hati mereka, motivasi yang mereka berikan, dan ilmu yang mereka amalkan. Maka jadilah guru lima belas menit dengan menelurkan karya-karya yang kita miliki dalam sebuah catatan, dalam sebuah buku, dalam sebuah blog, atapun dalam skema-skema kecil kertas yang kita miliki dan berikan kepada orang yang membutuhkan.
Guru dalam kacamata saya, bisa dibagi menjadi dua yakni guru yang mengabdi secara sukarela dan guru yang mengabdi atas panggilan dari negara (PNS). Bagi para guru yang mengabdi atas panggilan negara, mereka lebih beruntung secara finansial, karena mereka sudah mendapat kepastian hukum dari negara akan jenjang karir dan fasilitas-fasilitas yang akan diberikan selama mendidik.
Tapi bagi guru yang mengabdi karena sukarela, tak ada jaminan imbalan dari negara. Mereka murni mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan, atas dasar rasa cinta dan rasa ingin mengabdi kepada yang maha Kuasa. Mereka inilah guru 15 menit, dimanapun mereka bisa menjadi guru, tak peduli siang dan malam, tak peduli diberi gaji atau tidak. Bagi mereka pengabdian lebih berharga dari apapun.
Memberikan motivasi tiada henti, menginspirasi kami untuk tetap maju, menggapai cita-cita yang diimpikan. Tak ada cita-cita yang tak memiliki jalan, setiap cita-cita pasti memiliki jalan untuk diraih, walaupun cita-cita itu setinggi langit. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita bisa sungguh2 mengajarakan (kata beliau), serta mengajarkan itu harus dengan hati, tak sekedar menyampaikan.
Guru 15 Menit...bagi saya adalah mereka yang menuliskan isi pikiran (gagasan)-nya kedalam buku ataupun dalam bentuk catatan yang lainnya. Yang dengan buku itu orang bisa membaca selama kurang lebih 15 menit setiap harinya/setiap minggunya tentang gagasan, pemikiran, isi hati mereka, motivasi yang mereka berikan, dan ilmu yang mereka amalkan. Maka jadilah guru lima belas menit dengan menelurkan karya-karya yang kita miliki dalam sebuah catatan, dalam sebuah buku, dalam sebuah blog, atapun dalam skema-skema kecil kertas yang kita miliki dan berikan kepada orang yang membutuhkan.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih