Disrupsi Masyarakat Desa
Perubahan dunia yang terjadi karena kemajuan teknologi membawa kita pada satu disrupsi yang sangat luar biasa. Hari kita bisa mendapatkan apa saja yang dimau dengan cara memainkan jari-jari jempol kita.
Mau beli buku cukup dengan membuka toko online, mau beli kamera juga begitu, mau pinjam uang sudah banyak bank online, sampai mau sedekahpun sudah ada sedekah online.
Perubahan ini masyarakatpun terjadi dari masyarakat kota sampai masyarakat desa. Hari ini ojek online sudah masuk ke desa-desa, untungnya tidak terjadi gejolak antara ojek konvensional dan ojek online. Karena mangkalnya ojek online ini masih di kota, jadi gesekan bisa sedikit berkurang.
Kita mengenal masyarakat hari ini dengan masyarakat yang sudah terkoneksi satu sama lain. Dari tataran anak-anak sampai dengan orang dewasa sudah bisa memainkan gadget. Bahkan anak kecil lebih pandai memainkannya daripada orang tua mereka yang tidak berpendidikan. Minimal kita bisa melihat kepandaian mereka memainkan gadget dari status wa yang sering di buat.
Perubahan terjadi dalam masyarakat ini menimbulkan berbagai konsekuensi. Termasuk kekhawatiran hilangnya sejumlah pekerjaan. Sebab sudah sering dikatakan oleh Rhenald Kasali kalau kelak kita tidak akan lagi menemukan teller, sebab bank sudah berganti wajah. Atau kita tidak akan lagi menemukan pegawai departement store sebab kita membeli barang-barang secara mandiri baik secara online maupun langsung ke tokonya.
Perubahan significan terjadi pada masyarakat muda, remaja, dan anak-anak yang tidak bisa mengontrol penggunaan gadget mereka. Sebab pemanfaatan gadget ini justru lebih pada sisi negatif, semakin mudah bagi mereka mengakses berbagai konten-konten negatif, baik berebentuk kata, gambar, ataupun audio dan video. Kalau tidak di filter dan diarahkan pada perilaku positif akan menjadi ancaman tersendiri bagi diri mereka, dan bagi bangsa di masa depan.
Oleh karena itu pembuat kebijakan (policy maker) harus melakukan reorientasi serta inovasi pendidikan masyarakat desa juga harus dilakukan dengan lebih cepat. Mengutip Sutrisna Wibawa “inovasi mengingatkan kita pada dua istilah yaitu invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru sebagai hasil karya manusia. Sedangkan discovery adalah menemukan sesuatu yang sebenarnya telah ada sebelumnya”.
Maka lebih lanjut menurut beliau, dalam menghadapi tantangan disrupsi dan industri 4.0 di era mileneal ini harus ada inovasi yang mengandung arti melakukan pekerjaan dengan cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien dengan mempertimbangkan skala prioritas dan melalui pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan proses berfikir divergen, bukan proses berfikir linear.
Stake holder yang terkait harus bertindak segera merekayasa masyarakat desa yang sudah tergandrung dengan teknologi. Inovasi kebijakan harus dilakukan dengan mengedepankan kreatifitas yang lebih tepat, sehingga pembangunan masyarakat desa bisa lebih cepat dan efisien.
Jangan sampai teknologi sudah sedemikian maju, sementara “public policy” tidak mendasarkan diri pada kenyataan riil yang terjadi dalam masyarakat. Sudah bukan saatnya lagi melihat masyarakat desa stagnant karena begitu lambat perkembangan ekonomi, infrastruktur, religiusitas, dan sosial budaya, sementara teknologi sudah semakin pesat perkembangannya.
Kalau masyarakat desa selalu tertinggal dengan hal-hal tersebut, sementara teknologi sudah sedemikian pesat maka sampai lebaran monyetpun ketertinggalan akan selalu lekat pada masyarakat. Lihat saja, bagaimana anak-anak muda di desa masih banyak yang mengandalkan diri untuk mencari kerja daripada berinovasi membuat pekerjaan baru padahal teknologi pintar sudah mereka pegang. Maka pelatihan, pengarahan, bimbingan, dan pendampingan untuk mereka mesti dilakukan agar mereka memiliki kebernanian mengambil langkah tepat memanfaatkan teknologi demi kemajuan ekonomi diri mereka.
Kita tentu heran anggaran desa yang besarannya antara 500 juta sampai satu milyar rupiah pertahun belum bisa dioptimalkan untuk mengurangi problematika-problematika seperti ini, sebab bisa jadi karena tak ada inovasi kebijakan yang dilakukan stake holder terkait. Inovasi yang harus dilakukan menyasar pada tiga komponen prioritas utama yaitu anak usia sekolah (SD,SMP, SMA), anak muda dan orang dewasa. Bagi anak usia sekolah di masyarakat desa sudah saatnya melatih mereka untuk disiplin belajar dan membaca buku di lingkungan masyarakat dan keluarga, disiplin menggunakan gadget agar tidak terbawa arus sesat teknologi. Manajemen waktu wajib diterapkan supaya terbiasa dengan kondisi dalam keteraturan, disini peran orang tua sangat menentukan.
Menyangkut disiplin diri harus dilatih untuk membuat dan membentuk kebiasaan, disiplin seperti kata Rehnald Kasali bukanlah menyangkut sekedar sesuatu yang rutin. Disiplin adalah sebuah komitmen, meski sesuatu berubah kalau kita berkomitmen, maka kita selalu siap menghadapi dan memenuhinya. Maka menanamkan komitmen diri pada anak untuk terus belajar adalah satu keharusan, dan bagi mereka harus ditanamkan juga jiwa sebagai seorang pembalajar.
Untuk anak muda inovasi berkaitan dengan pemanfaatan tekonologi informasi dalam rangkan membangun mental, keberanian, penampingan, dan arah berwirausaha. Sementara untuk orang dewasa inovasi menyangkut perubahan paradigma dalam alam sadar dan bawah sadar mereka agar memiliki new paradigm (pandangan baru) dalam cara mendidik keluarga dan anak-anak mereka supaya memiliki tujuan lebih mulia bagi masa depan keluarga mereka dan harapan hidup yang lebih tepat dalam diri mereka
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih