Merindukan Senyuman Nana dan Bunda
Seharian dari jam satu siang hingga sore menjelang petang kemarin saya menemani mas Maul, mbak Uniq, dan mas Afif jalan mengantar mas Dena ke Bandara Adi Sucipto. Sebelum ke bandara kami memilih untuk makan siang bareng di salah satu rumah makan yang menyediakan sate keletek sekitaran belakang Mall Ambarukmo. Sejak dari kantor hingga ke beberapa lokasi yang kami singgahi, di dalam mobil saya diam-diam memperhatikan Uma anaknya mas Maul yang baru berusia sekitar 3 tahun. Nampaknya Uma sangat sibuk dengan gadget yang ia pegang. Memainkan jari jemarinya dengan berbagai aplikasi permainan di smartphone itu. Terlihat lebih pandai dari kami yang sudah lulus sarjana daripada dia.
Saya agak merasa miris sebab Uma kehilangan interaksi sosialnya bersama kami. “cara paling ampuh membuat anak tidak menangis adalah memberi dia gadget” begitulah cetus saya dalam hati, sambil terus ngobrol sama mas Dena yang baru ketemu lagi setelah dua tahun. Dalam edisi ahad 9 Desember 2019 koran Republika menampilkan tulisannya Retno Wulandari yang berjudul “agar anak tumbuh bahagia”. menuerut Retno “penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan anak dipengaruhi oleh interaksi sosial positif yang melibatkan anggota keluarga”. lebih lanjut ia mengutip pendapat psikolog Elizabeth Santosa yang mengatakan “kebahagiaan saat masa kanak-kanak memiliki pengarus positif terhadap tumbuh kembang kognitif (proses belajar), nilai diri (self esteem), kemampuan bersosial, sertak karakter anak saat dewasa.”
Maka disini saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah pernyataan bahwa anak-anak yang kini menjadi bagian dari sejarah hidup saya adalah merekasalah satu hal yang membuat diri saya paling berharga. Mereka telah mengajarkan saya arti kesabaran, dan rasa hormat serta kepekaan yang tinggi akan harga diri. Mereka adalah masa depan bangsa yang harus diarahkan, mereka adalah anak emas negeri ini yang perlu untuk terus mendapatkan bimbingan.
Anak-anak yang kini berusia antara 6-13 tahun ini adalah anak didik saya yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Walaupun saya tidak lagi menjadi guru di sekolah, tapi saya merasakan betul keinginan kuat mereka untuk menuntut ilmu dan lebih prestatif. Keinginan yang terus tumbuh dalam diri mereka untuk menjadi insan yang lebih baik.
Mereka tak berbeda juga dengan anak-anak yang lain pada umumnya. Mereka adalah anak-anak yang masih suka bermain, masih suka berlari kencang, memanjat pohon, dan bermain di sungai. Generasi ini mengalami sedikit perubahan ketika sentuhan teknologi melekat pada diri mereka melalui gadget (sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang artinya perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Dalam bahasa Indonesia, gadget disebut sebagai “acang”. Salah satu hal yang membedakan gadget dengan perangkat elektronik lainnya adalah unsur “kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari gadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis).
Ah.., teknologi kadangkala ibarat pisau bermata dua. Satu kali ia bisa tajam mengasah kecerdasan anak, dan di satu sisi menjadi tajam pula membuat anak anak semakin lalai untuk belajar dan berprestasi. Sungguh ini adalah satu dilema yang muncul pada diri saya, dan mungkin sebagian orang tua tidak merasakannya.
Sebab seringkali orang tua memandang anak mereka juga harus kekinian (jamannow), “mesaqke” kalau tidak seperti anak yang lain telah memiliki gadeget dan tentu saja berhak mendapatkannya. Tentu saja betul sekali tapi harapan kita sebagai pendidik bahwa ketika anak mendapatkan gadget itu maka ia harus diarahkan untuk semakin tajam mengasah kecerdasan anak, menjadikan fasilitas teknologi ini sebagi peningkat kemampuan berhitung dan membaca anak, sebagai media untuk terus berkembang dan memiliki prestasi akademis yang lebih baik di sekolah atau dimanapun.
Sayangnya orang tua hanya berhenti pada titik memberi gadget, dan tidak melanjutkannya pada proses membimbing anak agar gadget dimanfaatkan sebagai sarana belajar. Kesalahan inilah yang semakin nampak dan menggerus kemampuan anak untuk berprestasi. Setiap hari selepas pulang sekolah, ketika otak menjadi jenuh, ketika ruang-ruang di rumah semakin hampa karena ditinggal orang tua bekerja, dan sunyi karena teman-teman yang lain sibuk dengan gadget mereka, maka anak yang tadinya tidak memiliki mood bermain gadget seketika itu timbul keinginan mereka untuk bermain gadget.
Perihal teknologi , tentu saya juga tidak bermaksud untuk menghalangi. Sebab memang ciri generasi milenial adalah dunia teknologi yang semakin lekat dalam kehidupan sehari-hari anak. Bahkan di era ini teknologi sangat menentukan masa depan. Industri 4.0 orang sering menyebut, sebagai sebuah skenario era industri yang tidak hanya membutuhkan kefahaman akan teknologi tetapi juga kemampuan-kemampuan lainnya terutama soft skill.
Peran orangtua seharusnya lebih mampu mengarahkan anak kepada dua hal ini yaitu kemampuan menjadi anak yang memahami dan mengaplikasikan perintah agama dan kemampuan melihat diri pada jenjang waktu beberapa tahun kedepan (visi/mimpi hidup). Kemampuan inilah yang harusnya juga menjadi perhatian kita semua. Namun sayangnya, sebagai orang dewasa kita belum mampu menangkap hal tersebut, dan memilih menjalani rutinitas seperti masyarakat biasa.
Dalam event-event yang mempertemukan antara anak, keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemerintah di desa jarang sekali kita mendengar arahan, atau motivasi agar mempersiapkan dan membimbing anak menjadi manusia yang memiliki visi masa depan. Hal ini tidak mengherankan, sebab nampaknya orang tua dan stake holder terkaitpun tidak memiliki kecakapan yang sama berkaitan dengan (parenting) kemampuan membuat anak memiliki visi hidup masa depan.
Semua masih larut dalam keseharian dan rutinitas sesuai dengan lingkungan. Terlalu lama melihat hal-hal yang memungkinkan anak tidak teransang untuk membuat masa depan yang lebih baik dari keluarganya. Jadi aroma “keadaan” keluarga saat ini terbawa pada masa depan anak. Hal inilah yang harus diputus, sehingga kita berharap rantai kemiskinan juga terputus, maka anak dan keluarga masa depan mereka memiliki tingkat kesejahteraan jauh diatas rata-rata.
Kita perlu mengingat bahwa era masa depan adalah era yang tidak pernah pasti. Kehidupan akan berjalan tidak seperti zaman dimana anak-anak kita hidup seperti saat ini. Mereka akan menemukan zaman yang berbeda. Zaman dimana lingkungan tidak sebatas pada tempat tinggal saja, keseharian yang mempengaruhi anak tidak sebatas dari peran masyarakat saja, dan pengaruh-pengaruh inilah yang menjelma pada diri anak hingga menjadi sesuatu yang terus masuk dalam alam bawah sadar yang terbawa pada diri anak.
Selain itu terdapat tiga hal yang perlu kita temuakan dalam diri anak. Tentu sebagai orang tua, sebenarnya kita lebih faham terhadap pola tingkah laku anak kita masing-masing. Pertanyaannya adalah sudahkah kita menemukan tigal hal berikut, dan mengarahkannya sesuai dengan tingkat kemampuan pada diri anak. Tiga hal itu adalah a) pola perkembangan psikologis dan biologis anak. Orang tua harus mampu memahami bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak menyangkut sikologi (mental) dan biologis (tumbuh kembang fisik). sebab dengan begitu kita bisa memahami cara mengatasi problem-problem kekinian yang dihadapi anak sehingga lebih mudah untuk diarahkan.
Selanjutnya adalah b) tingkat prestasi anak di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Bagaimana kemampuan membaca, kemampuan berhitung, kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya, tingkat kepekaan sosial, dan keseharian anak. Semua hal ini juga harus bisa difahami oleh orang tua.
Sehingga pada jenjang ke-3 atau c) kita bisa menemukan passion anak, yaitu kemampuan kerja otak, kerja tubuh, kerja hati, dan jiwa berkaitan dengan motivasi menggemberikan dan kemampuan meningkatkan prestasi berbeda pada diri anak yang terpendam dalam diri mereka.
Maka terlepas dari besarnya pengaruh teknologi (gadget) pada anak, sudah sewajarnya jikalau orang tua memiliki kemampuan untuk memanajemen dan mengontrol kebiasaan-kebiasaan kurang bermanfaat dari gadget, lalu mengarahkannya pada hal-hal yang lebih positif dengan cara menemukan tiga hal di atas.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih