Ku Kejar Jodoh ku



Soal jodoh kita tidak pernah tahu kapan datangnya. Ada yang cepat ada yang lambat. Penting bagi kita adalah berusaha mendapatkannya.

Jalurnya terserah kita, tapi yang paling penting adalah harus sesuai dengan ridho ilahi. Sebab itu adalah jalan rahasia mendapatkan jodoh berdasarkan pengalaman banyak teman.

Saya sendiri belum tahu. Jodoh itu akan datang kapan. Sudah lama saya cari dan sudah lebih dari dua kali mencoba untuk mendapatkan jodoh. Nyatanya sampai detik ini jodoh itu belum juga kesampaian. Banyak yang jadi kendala atau penghalang. 

Adakalanya orang tua belum setuju, atau adakalanya kita sebagai diri belum siap. Ada juga karena orang tua calon pasangan menginginkan yang lain.

Awal lulus kuliah S1 dulu ibu pernah menawari saya menikah. Tapi saya belum siap, jadi saya tolak. Tahun 2016-2018 sudah lebih dari dua kali saya berusaha serius menikah. Tapi belum bisa juga, sebab my mother belum membolehkan.

 Alasannya simpel, karena saya masih kuliah S2. Mau tidak mau saya ikuti saran beliau. Padahal saya sudah termotivasi berbagai ceramah nikah sambil kuliah yang sukses. Apalagi kalau sudah baca buku tujuh bidadari karya Ippho santosa. Tapi tidak berpengaruh pada hati kecil my mother.

Jodoh penuh misteri. Semakin dikejar semakin penasaran. Katanya jodoh sesuai dengan diri kita. Ada juga yang bilang jodoh itu tidak di sangka-sangka dengan siapa. Lalu kini saya pikir memang harus lebih ekstra keras berusaha. 

Mungkin dengan begitu Tuhan akan lebih memahami kondisi saya, dan segera menurunkan bidadari sebagai jodoh saya.
Tahun ini bisa menikah adalah target, dan menjalani kehidupan rumah tangga. Juga mendapatkan keturunan soleh dan solehah. 

Sebagai penerus trah Khadapi Anwar, juga menjadi harta yang mendoakan ketika telah tiada. Karena jodoh memang harus dikejar, maka saya berikhtiar untuk menemukannya. Banyak jalannya, bisa ta'aruf dengan meminta ustadz ikut mencarikan. Atau juga bisa mencari sendiri. 

Dua duanya sudah saya coba. Dan belum ketemu sampai sekarang. Sepekan yang lalu, saya dan pak Muhaimin (Doktor) dosen waktu S1 ketemu di Jogja. Beliau memberi banyak nasehat seputar kehidupan rumah tangga dan jodoh. Secara umum beliau menasehati agar mencari istri yang seiman seagama, baik Budi pekertinya, dan menerima apa adanya. Aamiin ..Allohumma Aamiin.

Lalu cara lain adalah termasuk harus mengorbankan tempat dedikasi saya di Rukem. Saya sudah memutuskan balik ke Lombok agar segera bisa menikah. Sebagai sebuah jalur ibadah saya harus siap, kali ini uang, rumah, dan kendaraan belum saya punya. 

Tapi saya tetap ingin menikah. Entah dengan siapa. Mungkin dengan dia yang sudah saya datangi hatinya, atau mungkin dengan yang lain. Tergantung dari pemberian Allah. Tapi tentu saja sesuai dengan kesepakatan dan perasaan hati yang sama. Persetujuan keluarga yang sama juga.

Ibu bapak katanya sudah setuju kalau saya segera menikah. Kali ini mungkin lebih ridho hati mereka. Sebab syarat syarat menikah sudah saya tuntaskan. Mulai dari syarat paling kecil hingga syarat paling besar. 

Siap tidak siap mereka harus siap, sebab ini latihan mental. Agar lebih dapat menerima realitas hidup. Bahwa ada rencana yang kadang tidak sesuai dengan realitas.

Romantisme pencari jodoh masih menjadi petualangan saya. Sejauh pandangan hati dan mata, belum ada yang betul betul tepat, selain dia yang sempat saya temui kedua orang tuanya. Dan kini kehilangan jejak tentang dirinya. 

Lalu ada lagi dia yang saya temui melalui jalur ta'aruf, dan ayahnya belum membolehkan. Setelah ini saya tidak tahu, siapa lagi. Tapi saya berharap akan segera menemukan yang tepat...Aamiin.

Rukem, 14.50/28/12/2018
A.R.Khadapi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia