TANPA KISAH
Adakah kita hidup tanpa
kisah..? setiap kali hati merasakan sesuatu, saya selalu ingin menuliskannya
dalam lembar catatan panjang, dan berharap kelak akan bisa dibaca oleh anak
cucu. Setiap kali otak ini terpikirkan tentang sesuatu maka otomatis tangan ini
selalu merasa geli untuk mengambil secarcik kertas dan polpen lalu menuliskan
isi pikiran itu semua.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMrIGkhTV-Gzcfy2oyJPxhQ8HpZ3Q-3mB6izYYJSNDZVrQQvkBJoBuWd8iCdmysBeP9iNd_buxPObxPDtzP3JHt_mJiY3ro3U1f7dhv86fIfvJqXcwHGIOcm_YcwGaL8FWnUj4WAr7FLE/s320/1529828694112.jpg)
Insting menulis memang sudah sejak lama saya rasakan menjelma dalam kalbu.
Utamanya ketika masih duduk di bangku SMA. Barangkali saya salah satu diantara
sekian banyak siswa yang mengalami satu kegelisahan berbeda, tidak termasuk
siswa yang berprestasi namun rajin membaca dan menulis. Banyak teman-teman saya
yang tidak memiliki insting ini, tetapi saya malah mendapatkannya.
Begitupun malam ini, saya merasakan satu kegelisahan tersendiri. Selepas
tadi sore membeli buku di Toga Mas Jogja karya
Daniel Goleman yang berjudul “social intelligence”. Dalam salah
satu kalimat yang di tulisnya itu, ia mengatakan begini “mata-mata yang
terkunci membuat kita menjadi larut. Untuk mereduksi suatu momen romantis pada
sebuah aspek neurologinya, ketika mta kedua orang bertemu, mereka memiliki
area-area orbitrofrontal yang saling terhubung, yang amat sensitif pada
petunjuk seperti kontak mata. Jalur sosial ini memainkan peran kunci dalam
mengenali keadaan emosi orang lain.”
Dengan kalimat ini, terus terang saja saya menjadi teringat padanya.
Keputusan yang kami ambil adalah satu keputusan yang sesungguhnya
membingungkan. Sebab kita tidak saling bertatap mata untuk memutuskan itu, dan
tidak mengetahui kondisi emosi masing-masing. Apakah yang kami ucapkan itu
adalah satu hal yang telah tepat atau bukan.
Jika mengingat masa-masa awal bertemu dengannya, semua tidak lepas dari
interaksi antar mata, sehingga seringkali mendebarkan hati. Satu petunjuk yang
membuat kami memutuskan untuk sama-sama berikhtiar meraih RidhoNya, tapi sayang
takdir belum mengizinkan hal tersebut. Lalu dikemudian hari semua itu coba kami
jalankan sesuai dengan hukum alam, barangkali selanjutnya orang tua akan
menyetujui.
Karena teringat tentang dirinya, sepanjang perjalanan pulang dari Jogja ke
Purworejo, saya merasa harus menonton satu film yang dulu pernah di
rekomendasikan yaitu film “syurga yang tak dirindukan 2”. Sebenarnya saya sudah
pernah menonton film ini, ketika awal-awal ia rekomendasikan. Namun terus
terang saya harus menonton kembali, untuk tidak sekedar menangkap cerita dan
mengobati nostalgia saya yang belum move on ini. Tapi juga berusaha menangkap
makna tersirat dari pesan yang ingin ia sampaikan melalui film ini.
Saat saya sedang membuat tulisan ini, saya juga sedang menonton film itu.
Mungkin jodoh memang penuh rahasia Allah, dan terlalu menyakitkan untuk
mengingat masa lalu. Ingin rasanya menutup rapat semua itu, tapi hati tak
pernah bisa sampai pada kehendak untuk melakukannya. Hati saya selalu berkata
sebaliknya, dan berfikir sebaliknya, bahwa apa yang saya rasakan dai juga
rasakan, dan apa yang saya harapkan dia juga sedang mengharapkan hal yang sama.
Hanya saja.., semua ini masih membutuhkan proses yang agak panjang untuk
ditempuh. Masih banyak godaan untuk mencapai titik keberhasilan itu. Dan
walaupun semua ini terasa “tanpa kisah”, tapi tak mengapa, biar saja semua
berjalan seperti sedia kala, dan sesuai dengan skenario yang Maha Kuasa. Dan setelah menonton film itu sampai detik ke
49, menit ke 30, 1 jam. Saya memahami bahwa inti dari pesan yang ingin ia
sampaikan adalah “komitmen kesetiaan”.
Satu hal yang memukul telak keadaan diri saya. Barangkali hal itulah yang
belum saya punya. Ya..., kesetiaan.., setiap wanita pasti menginginkan
laki-laki yang setia, yang menemani hari-hari dalam hidupnya dalam keadaan
apapun hingga ia tiada. Kita belajar dari film ini, dan saya juga belajar
tentang hal tersebut. Saya berharap Allah swt akan mempertemukan kami kembali.
Sebagaimana firmanNya “telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah
kamu meminta agar disegerakan (datang)nya)” (QS.An-Nahl: 1)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih