TANPA KISAH


Adakah kita hidup tanpa kisah..? setiap kali hati merasakan sesuatu, saya selalu ingin menuliskannya dalam lembar catatan panjang, dan berharap kelak akan bisa dibaca oleh anak cucu. Setiap kali otak ini terpikirkan tentang sesuatu maka otomatis tangan ini selalu merasa geli untuk mengambil secarcik kertas dan polpen lalu menuliskan isi pikiran itu semua.
   Seperti ada yang menggelisahkan dalam diri saya untuk dijadikan satu tulisa ringan. Pun juga ketika berada di kampung pelosok ini, melihat alam yang terbentang luas, uniknya keragaman seni budaya masyarakat, hingga ragam cerita yang selalu mengalir di tengah masyarakat bak kicauan beraneka ragam burung di pagi hari, membuat pikiran ini selalu aktif dan penasaran sepertinya kalau tidak dituangkan dalam tulisan akan menjadi satu kegalauan tersendiri.
Insting menulis memang sudah sejak lama saya rasakan menjelma dalam kalbu. Utamanya ketika masih duduk di bangku SMA. Barangkali saya salah satu diantara sekian banyak siswa yang mengalami satu kegelisahan berbeda, tidak termasuk siswa yang berprestasi namun rajin membaca dan menulis. Banyak teman-teman saya yang tidak memiliki insting ini, tetapi saya malah mendapatkannya.
Begitupun malam ini, saya merasakan satu kegelisahan tersendiri. Selepas tadi sore membeli buku di Toga Mas Jogja karya  Daniel Goleman yang berjudul “social intelligence”. Dalam salah satu kalimat yang di tulisnya itu, ia mengatakan begini “mata-mata yang terkunci membuat kita menjadi larut. Untuk mereduksi suatu momen romantis pada sebuah aspek neurologinya, ketika mta kedua orang bertemu, mereka memiliki area-area orbitrofrontal yang saling terhubung, yang amat sensitif pada petunjuk seperti kontak mata. Jalur sosial ini memainkan peran kunci dalam mengenali keadaan emosi orang lain.”
Dengan kalimat ini, terus terang saja saya menjadi teringat padanya. Keputusan yang kami ambil adalah satu keputusan yang sesungguhnya membingungkan. Sebab kita tidak saling bertatap mata untuk memutuskan itu, dan tidak mengetahui kondisi emosi masing-masing. Apakah yang kami ucapkan itu adalah satu hal yang telah tepat atau bukan.
Jika mengingat masa-masa awal bertemu dengannya, semua tidak lepas dari interaksi antar mata, sehingga seringkali mendebarkan hati. Satu petunjuk yang membuat kami memutuskan untuk sama-sama berikhtiar meraih RidhoNya, tapi sayang takdir belum mengizinkan hal tersebut. Lalu dikemudian hari semua itu coba kami jalankan sesuai dengan hukum alam, barangkali selanjutnya orang tua akan menyetujui.
Karena teringat tentang dirinya, sepanjang perjalanan pulang dari Jogja ke Purworejo, saya merasa harus menonton satu film yang dulu pernah di rekomendasikan yaitu film “syurga yang tak dirindukan 2”. Sebenarnya saya sudah pernah menonton film ini, ketika awal-awal ia rekomendasikan. Namun terus terang saya harus menonton kembali, untuk tidak sekedar menangkap cerita dan mengobati nostalgia saya yang belum move on ini. Tapi juga berusaha menangkap makna tersirat dari pesan yang ingin ia sampaikan melalui film ini.
Saat saya sedang membuat tulisan ini, saya juga sedang menonton film itu. Mungkin jodoh memang penuh rahasia Allah, dan terlalu menyakitkan untuk mengingat masa lalu. Ingin rasanya menutup rapat semua itu, tapi hati tak pernah bisa sampai pada kehendak untuk melakukannya. Hati saya selalu berkata sebaliknya, dan berfikir sebaliknya, bahwa apa yang saya rasakan dai juga rasakan, dan apa yang saya harapkan dia juga sedang mengharapkan hal yang sama.
Hanya saja.., semua ini masih membutuhkan proses yang agak panjang untuk ditempuh. Masih banyak godaan untuk mencapai titik keberhasilan itu. Dan walaupun semua ini terasa “tanpa kisah”, tapi tak mengapa, biar saja semua berjalan seperti sedia kala, dan sesuai dengan skenario yang Maha Kuasa.  Dan setelah menonton film itu sampai detik ke 49, menit ke 30, 1 jam. Saya memahami bahwa inti dari pesan yang ingin ia sampaikan adalah “komitmen kesetiaan”.
Satu hal yang memukul telak keadaan diri saya. Barangkali hal itulah yang belum saya punya. Ya..., kesetiaan.., setiap wanita pasti menginginkan laki-laki yang setia, yang menemani hari-hari dalam hidupnya dalam keadaan apapun hingga ia tiada. Kita belajar dari film ini, dan saya juga belajar tentang hal tersebut. Saya berharap Allah swt akan mempertemukan kami kembali. Sebagaimana firmanNya “telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya)” (QS.An-Nahl: 1)







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Indonesia

HUJAN

Nazwa Aulia