PENDIDIKAN POLITIK DALAM PEMILU 2014
Berbicara mengenai elit politik, tentu kita tidak akan pernah lepas dari
teori elit politik. Teori yang dicetuskan oleh Schumpter, Laswell, dan
C. Wright Mill, dalam sebuah diskusi kecil pada sekitar tahun 1950-an.
Mereka bersepakat untuk mengungkapkan satu teroi terkait dalam politik,
dimana teori ini menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh
sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan
bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan poltik yang penuh.
Mereka yang mampu memangku pusat kekuasaan adalah selalu yang terbaik,
dan merekalah yang dikenal sebagai elit.
Tolak ukur pengertian dari elit politik meletakkan dasar pada kualitas individu yang menjangkau pusat kekuasaan dengan kualitas diri yang dimiliki. Bila kita tengok para pemangku pusat kekuasaan apalagi dari kalangan anggota Dewan (Legislatif), ternyata tidak semua yang duduk sebagai anggota dewan adalah yang terbaik dari segi kualitas intlektual dan personal. Pengertian elit dikonotasikan sebagai orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat.
Berbicara soal Pemilu, maka semua orang dari kalangan apapun dan status sosial manapun ternyata ikut meramaikan bursa Pencalegan dari berbagai partai peserta pemilu. Tetapi bila ditela’ah lebih dalam, menurut analisis sederhana saya terdapat beberapa kategori para caleg, antara lain:
1.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idealisme, mengusung (memiliki visi) perubahan kearah perbaikan, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dengan didukung dengan kekuatan finansial yang lebih.
2.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, mengusung perubahan, serta menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tapi tidak punya finansial yang lebih.
3.Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dan didukung dengan finansial yang lebih.
4.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih.
5.Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, tidak punya visi perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, punya finansial yang lebih.
Dari kategori caleg tersebut, dapat kita tarik satu kategori yang sempurna sebagi elit politik yaitu kategori yang pertama (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idealisme, mengusung (memiliki visi) perubahan, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, didukung dengan finansial yang lebih). Dengan kritera caleg seperti demikian, maka dalam benak sederhana kita sebagai masyarakatkecil, caleg demikian adalah orang yang pantas dan pas untuk mewakili kita duduk sebagai wakil rakyat (Anggota Legislatif). Memperjuangkan visi peruabahan dengan tetap menjaga idealismenya untuk tidak mengkhianati amanah yang diberikan oleh rakyat. Pertanyaan lebih lanjutnya adalah adakah caleg seperti ini...?
Tentu saja ada, tapi tidak semua orang mengetahuinya, untuk mengenal elit politik/caleg yang demikian biasanya dapat ditemukan pada satu titik, yaitu sering tampil dipublik bukan karena rekayasa media, tapi political viewe yang terlahir karena didalam dirinya bersemayam gagasan, ide, perjuangan, serta idelisme yang menyangkut amanah dan perjuangan untuk rakyat.
Kategori selanjutnya yaitu kategori ke-2 (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, serta menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih). Saya kira untuk kategori yang kedua ini biasanya di dominasi oleh para caleg muda dan baru terjun kedunia politik praktis.
Dengan ide, gagasan, visi perubahan, serta dominan sebagai tokoh dimasyarakat, ia memberanikan diri untuk bertarung pada Pemilu Legeslatif tahun ini. Walalupun secara finansial tidak mempunyai kemampuan yang lebih, tapi atas dasar modal sosial sebagai tokoh plus naluri kepemudaan yang menggebu dengan visi perubahan dan idealismenya ia tetap maju. Hemat saya biasanya caleg seperti yang demikian memiliki potensi untuk menang dibawah 30%.
Hal ini mengingat bahwa pertarungan politik pada pemilu legeslatif tahun ini, lebih ditentukan oleh kekuatan individu daripada kekuatan partai. Karena disebabkan peraturan baru yang memberikan keabsahan individu caleg untuk semaksimal mungkin memenangkan pertarungan. Dalam kondisi yang demikian, ditambah dengan masyarakat pemilih yang pragmatis, maka kekuatan uang menentukan saura. Oleh karena hal tersebut maka politik pemilu tahun ini lebih menonjolkan kekuatan uang dan personal daripada yang lain.
Selanjutnya adalah kategori yang ketiga yaitu Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dan didukung dengan finansial yang lebih. Biasanya caleg dengan kategori seperti ini terlahir bukan karena ketokohannya secara alami, tapi ketokohannya dibangun atas dasar rekayasa media yang masif. Kecendrungan caleg dengan kategori yang demikian biasanya dimiliki oleh mereka yang telah lama berpolitik, dan tau betul seluk beluk perpolitikan.
Kekuatan finansial sangat mendominasi keberhasilannya dalam memperoleh suara.
Sasaran pemilih dari caleg yang demikian umumnya mendekati masyarakat pedesaan dengan dispensasi finansial. Lebih daripada itu kalangan politisi dengan kategori ini hanya melihat bagaimana ia mampu untuk meraih kembali jabatannya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa caleg yang berada pada kategori ketiga adalah caleg lama yang bertarung kembali pada pemilu tahun ini. Kita perlu mewaspadai caleg-caleg dengan kategori ini.
Kategori keempat (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih) dalam bursa caleg pada Pemilu legeslatif tahun ini adalah bagian dari wajah-wajah yang hanya memenuhi kuota partai untuk bisa lolos kedalam pemliu. Artinya para caleg ini umumnya adalah orang-orang yang memang dipasang dalam rangka memenuhi kuota pencalonan suatu partai.
Mereka umumnya tidak terlalu berambisi, bahkan bisa dikatakan tak punya ambisi untuk menang. Karena memang mereka menyadari akan sulit untuk tembus, mengingat dari segi modal sosial mereka tidak punya, pun dari segi modal finansial. Secara intlektualitas, visi membangun, dan idealisme, ada pada diri mereka. Kalau boleh mengidentifikasi maka caleg dengan kategori yang keempat ini biasanya identik dengan para mantan aktivis kampus/kaum muda yang masih berjiwa perjuangan.
Kategori terakhir, adalah kategori kelima yaitu (Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, tidak punya visi perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tapi punya finansial yang lebih). Caleg dengan kategori yang demikian umumnya di identikkan kepada para pengusaha, artis, ataupun sejenisnya.
Karena memang secara kapasitas intlektual politik mereka belum berpengalaman, secara ketokohan juga tak punya, tapi dari segi finansial dan pengaruh kekuasaan mereka adalah ahlinya. Kategori caleg seperti ini memiliki kans untuk lolos (menang) yang berimbang, walaupun tidak semua. Tetapi kalau dilihat dari kenyataan empiris banyak yang terbukti.
Harus diakui tentu tidak semua pengusaha atau artis di identifikasi kedalam kategori yang kellima ini. Tapi bahwa ada artis atau pengusaha yang menang dan masuk dalam kategori kelima adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Kini kita bisa melihat banyak artis yang pindah profesi menjadi caleg, bahkan beberapa artis sudah pernah merasakan kursi anggota dewan, walaupun rakyat sadar bahwa mereka tak dirasakan magnet perjuangannya untuk rakyat. Pada yang demikian, maka bisa kita identifikasi sebagai caleg yang bertujuan untuk mendongkrak posisi suara partai dalam pemilu, dan mencari keuntungan personal.
Pada akhirnya apa yang kita sebut sebagai Elit Politik adalah mereka yang berjuang dalam rangka mensejahterakan rakyat. Bagi para politisi yang hanya mencari keuntungan pribadi layaklah disebut sebagai politisi busuk. Dengan kata lain, kita sebagai rakyat harus jeli untuk melihat para caleg sebelum kita menentukan pilihan yang tepat. Jeli dalam pengertian bahwa teliti dan cermat menentukan pilihan, jangan memilih karena sodoran uang, sodoran sembako, ataupun pengaruh pencitraan pribadi politisi yang dimuat oleh media massa.
Semoga dalam Pemilu Legislatif tahun ini bisa menghasilkan para politisi yang sungguh-sungguh berjuang atas nama, dan untuk kesejahtraan, serta kemajuan bangsa dan rakyat. Jadilah pemilih cerdas dan berkualitas, tentukan pilihan dengan logika, hati, dan keimanan yang bertumpu pada kekuasan Tuhan, Sebab dalam Pemilu harus diakui “suara Rakyat adalah suara Tuhan”.
Tolak ukur pengertian dari elit politik meletakkan dasar pada kualitas individu yang menjangkau pusat kekuasaan dengan kualitas diri yang dimiliki. Bila kita tengok para pemangku pusat kekuasaan apalagi dari kalangan anggota Dewan (Legislatif), ternyata tidak semua yang duduk sebagai anggota dewan adalah yang terbaik dari segi kualitas intlektual dan personal. Pengertian elit dikonotasikan sebagai orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat.
Berbicara soal Pemilu, maka semua orang dari kalangan apapun dan status sosial manapun ternyata ikut meramaikan bursa Pencalegan dari berbagai partai peserta pemilu. Tetapi bila ditela’ah lebih dalam, menurut analisis sederhana saya terdapat beberapa kategori para caleg, antara lain:
1.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idealisme, mengusung (memiliki visi) perubahan kearah perbaikan, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dengan didukung dengan kekuatan finansial yang lebih.
2.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, mengusung perubahan, serta menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tapi tidak punya finansial yang lebih.
3.Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dan didukung dengan finansial yang lebih.
4.Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih.
5.Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, tidak punya visi perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, punya finansial yang lebih.
Dari kategori caleg tersebut, dapat kita tarik satu kategori yang sempurna sebagi elit politik yaitu kategori yang pertama (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idealisme, mengusung (memiliki visi) perubahan, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, didukung dengan finansial yang lebih). Dengan kritera caleg seperti demikian, maka dalam benak sederhana kita sebagai masyarakatkecil, caleg demikian adalah orang yang pantas dan pas untuk mewakili kita duduk sebagai wakil rakyat (Anggota Legislatif). Memperjuangkan visi peruabahan dengan tetap menjaga idealismenya untuk tidak mengkhianati amanah yang diberikan oleh rakyat. Pertanyaan lebih lanjutnya adalah adakah caleg seperti ini...?
Tentu saja ada, tapi tidak semua orang mengetahuinya, untuk mengenal elit politik/caleg yang demikian biasanya dapat ditemukan pada satu titik, yaitu sering tampil dipublik bukan karena rekayasa media, tapi political viewe yang terlahir karena didalam dirinya bersemayam gagasan, ide, perjuangan, serta idelisme yang menyangkut amanah dan perjuangan untuk rakyat.
Kategori selanjutnya yaitu kategori ke-2 (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, serta menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih). Saya kira untuk kategori yang kedua ini biasanya di dominasi oleh para caleg muda dan baru terjun kedunia politik praktis.
Dengan ide, gagasan, visi perubahan, serta dominan sebagai tokoh dimasyarakat, ia memberanikan diri untuk bertarung pada Pemilu Legeslatif tahun ini. Walalupun secara finansial tidak mempunyai kemampuan yang lebih, tapi atas dasar modal sosial sebagai tokoh plus naluri kepemudaan yang menggebu dengan visi perubahan dan idealismenya ia tetap maju. Hemat saya biasanya caleg seperti yang demikian memiliki potensi untuk menang dibawah 30%.
Hal ini mengingat bahwa pertarungan politik pada pemilu legeslatif tahun ini, lebih ditentukan oleh kekuatan individu daripada kekuatan partai. Karena disebabkan peraturan baru yang memberikan keabsahan individu caleg untuk semaksimal mungkin memenangkan pertarungan. Dalam kondisi yang demikian, ditambah dengan masyarakat pemilih yang pragmatis, maka kekuatan uang menentukan saura. Oleh karena hal tersebut maka politik pemilu tahun ini lebih menonjolkan kekuatan uang dan personal daripada yang lain.
Selanjutnya adalah kategori yang ketiga yaitu Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, menjadi tokoh dalam satu masyarakat, dan didukung dengan finansial yang lebih. Biasanya caleg dengan kategori seperti ini terlahir bukan karena ketokohannya secara alami, tapi ketokohannya dibangun atas dasar rekayasa media yang masif. Kecendrungan caleg dengan kategori yang demikian biasanya dimiliki oleh mereka yang telah lama berpolitik, dan tau betul seluk beluk perpolitikan.
Kekuatan finansial sangat mendominasi keberhasilannya dalam memperoleh suara.
Sasaran pemilih dari caleg yang demikian umumnya mendekati masyarakat pedesaan dengan dispensasi finansial. Lebih daripada itu kalangan politisi dengan kategori ini hanya melihat bagaimana ia mampu untuk meraih kembali jabatannya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa caleg yang berada pada kategori ketiga adalah caleg lama yang bertarung kembali pada pemilu tahun ini. Kita perlu mewaspadai caleg-caleg dengan kategori ini.
Kategori keempat (Mereka yang berkualitas dari segi intelektual, punya idialisme, dan mengusung perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tidak punya finansial yang lebih) dalam bursa caleg pada Pemilu legeslatif tahun ini adalah bagian dari wajah-wajah yang hanya memenuhi kuota partai untuk bisa lolos kedalam pemliu. Artinya para caleg ini umumnya adalah orang-orang yang memang dipasang dalam rangka memenuhi kuota pencalonan suatu partai.
Mereka umumnya tidak terlalu berambisi, bahkan bisa dikatakan tak punya ambisi untuk menang. Karena memang mereka menyadari akan sulit untuk tembus, mengingat dari segi modal sosial mereka tidak punya, pun dari segi modal finansial. Secara intlektualitas, visi membangun, dan idealisme, ada pada diri mereka. Kalau boleh mengidentifikasi maka caleg dengan kategori yang keempat ini biasanya identik dengan para mantan aktivis kampus/kaum muda yang masih berjiwa perjuangan.
Kategori terakhir, adalah kategori kelima yaitu (Mereka yang tidak berkualitas dari segi intelektual, tidak punya idialisme, tidak punya visi perubahan, tidak menjadi tokoh dalam satu masyarakat, tapi punya finansial yang lebih). Caleg dengan kategori yang demikian umumnya di identikkan kepada para pengusaha, artis, ataupun sejenisnya.
Karena memang secara kapasitas intlektual politik mereka belum berpengalaman, secara ketokohan juga tak punya, tapi dari segi finansial dan pengaruh kekuasaan mereka adalah ahlinya. Kategori caleg seperti ini memiliki kans untuk lolos (menang) yang berimbang, walaupun tidak semua. Tetapi kalau dilihat dari kenyataan empiris banyak yang terbukti.
Harus diakui tentu tidak semua pengusaha atau artis di identifikasi kedalam kategori yang kellima ini. Tapi bahwa ada artis atau pengusaha yang menang dan masuk dalam kategori kelima adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Kini kita bisa melihat banyak artis yang pindah profesi menjadi caleg, bahkan beberapa artis sudah pernah merasakan kursi anggota dewan, walaupun rakyat sadar bahwa mereka tak dirasakan magnet perjuangannya untuk rakyat. Pada yang demikian, maka bisa kita identifikasi sebagai caleg yang bertujuan untuk mendongkrak posisi suara partai dalam pemilu, dan mencari keuntungan personal.
Pada akhirnya apa yang kita sebut sebagai Elit Politik adalah mereka yang berjuang dalam rangka mensejahterakan rakyat. Bagi para politisi yang hanya mencari keuntungan pribadi layaklah disebut sebagai politisi busuk. Dengan kata lain, kita sebagai rakyat harus jeli untuk melihat para caleg sebelum kita menentukan pilihan yang tepat. Jeli dalam pengertian bahwa teliti dan cermat menentukan pilihan, jangan memilih karena sodoran uang, sodoran sembako, ataupun pengaruh pencitraan pribadi politisi yang dimuat oleh media massa.
Semoga dalam Pemilu Legislatif tahun ini bisa menghasilkan para politisi yang sungguh-sungguh berjuang atas nama, dan untuk kesejahtraan, serta kemajuan bangsa dan rakyat. Jadilah pemilih cerdas dan berkualitas, tentukan pilihan dengan logika, hati, dan keimanan yang bertumpu pada kekuasan Tuhan, Sebab dalam Pemilu harus diakui “suara Rakyat adalah suara Tuhan”.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih