Makna Qurban Sebagai Proses Mendidik Anak*
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ، صَدَقَ
وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ
اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
فَخَصَّ بَعْضُ
الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ
وسّلِّمْ علَى
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه
وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في
أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ،
فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ
تَعَالىَ فِي
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Saudara-saudariku
sebangsa setanah air kaum Muslimin dan Muslimat rahimakumullah
Alhamdulillah, kita kembali merasakan kegembiraan dan kebahagiaan dalam suasana Idul
Adha pada hari ini. Bukan untuk berpesta pora, tetapi untuk melakukan muhasabah dan
mengambil ibrah dari perintah berkurban dan beribadah haji untuk mengenang kembali
peristiwa bersejarah yang dilakonkan oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam
bersama Isterinya, Siti Hajar dan anaknya Ismail ’alaihissalam.
Kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar sarat dengan keteladanan
yang patut diikuti untuk mendapatkan kehidupan yang bersih dan bebas dari
kesemrawutan dan kebrutalan yang melanda dunia saat ini. Beliau adalah sosok pemimpin
yang sangat konsen dan sabar dalam melahirkan generasi dan membina kader yang
diharapkan menjadi pemimpin masa depan.
Pada usia perkawinan yang sudah sangat senja, di saat beliau
dan istri sudah tua, anak yang ditunggu sebagai generasi pelanjut belum juga
dikaruniakan. Dalam penantian yang panjang seperti itu, tidaklah menyebabkan
Nabiyullah Ibrahim As berputus asa dari Rahmat Allah SWT. Beliau tetap istiqamah,
terus menerus berdo'a dan memohon kepada-NYA agar dianugerahi keturunan yang shaleh.
Beliau selalu berdo’a “Robbi
habli minassholihin, Robbi habli minassholihin, Robbi habli minassholihin”, Wahai Tuhan-ku karuniakanlah kepadaku anak yang shaleh.
Akhirnya Allah menganugrahkan kepadanya seorang anak yang diberi nama Ismail
As.
Baru saja menikmati kebahagiaan dengan kelahiran putranya Ismail,
Allah lalu memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As untuk membawa dan menempatkan
istri dan anaknya di dekat Baitullah. Hal ini disebutkan Allah dalam firman-Nya:
رَّبَّنَا
إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ
“Wahai
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku di sebuah
lembah yang tiada tanam-tanamannya, di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang
disucikan, Ya Tuhanku (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat”. (QS. Ibrahim: 37)
Lihatlah bagaimana sosok Nabiyullah Ibrahim As diuji oleh
Allah dengan ujian yang sangat berat. Beliau diperintahkan untuk berpisah dengan keluarganya, bahkan disuruh untuk
menempatkan istri yang baru melahirkan dan anaknya yang masih merah di sebuah
tempat yang gersang, bahkan sangat gersang. Para ahli tafsir menggambarkan, saking
gersangnya tempat itu sampai-sampai rumputpun tidak tumbuh sama sekali. Istri ditinggal
sendiri tanpa suami dan sanak keluarga, tanpa pembantu dan tetangga. Ditinggal
di gurun pasir yang panas dan bukit batu yang ganas.
Dalam kondisi seperti itu Siti Hajar tidak berputus asa.
Ketika semua perbekalannya telah habis, demi keberlangsungan hidup anaknya dan
demi kasih seorang ibu kepada anaknya, iapun berlari mencari air dari bukit
shafa ke bukit marwa. Setelah perjuangannya telah mencapai titik optimal, Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyang menurunkan bantuan-Nya dengan mengeluarkan
mata air di dekat kaki Ismail. Mata air itu kemudian kita kenal dengan sumur
zamzam yang mengalir dan dapat dinikmati jutaan kaum muslimin hingga saat ini.
Sungguh benar janji Allah, fa-inna ma’al-‘usyri yusra, inna ma’al-usyri
yusra. Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Para muslimah patut meneladani Siti Hajar karena beliau
adalah sosok isteri yang yang tabah
menghadapi ujian kehidupan yang sangat berat. Isteri yang setia mendampingi
suami dalam suka dan duka. Isteri yang selalu mendukung perjuangan suami dalam
menegakkan kebenaran. Beliau juga seorang ibu yang ikhlas mengasuh dan mendidik
anak-anaknya. Ibu yang memiliki perhatian besar terhadap masa depan
putra-putrinya.
Allahu
Akbar 3X, walillahilhamd !
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah
Tatkala Ismail, Sang generasi pelanjut yang telah lama
dinantikan telah mencapai umur sanggup “membantu dan berusaha bersama ayahnya”,
umur yang sudah bisa diajak bertukar pikiran untuk mencari penyelesaian problem
yang ada, umur dimana Ismail telah menampakkan tanda-tanda keshalehan dan
kekaderannya, umur yang sangat menyenangkan untuk diajak jalan bersama, yang
oleh Al-Qur’an disebut dengan ma'ahus sa'ya, datanglah ujian keimanan berikutnya. Allah Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, Allah yang tidak pernah berbuat dzalim kepada
hamba-Nya, memerintahkan kepada Nabi Ibrahim As untuk menyembelih putra
tercinta, putra tunggal, harapan satu-satunya yang menjadi pelanjut risalah
perjuangannya.
Nabi Ibrahim As menyadari bahwa hidup ini harus selalu dalam ketaatan
kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketaatan
kepada Allah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Apapun
pengorbanan yang diminta, apapun resiko yang harus ditanggung, perintah Allah itulah
yang terbaik, perintah Allah itulah yang harus didahulukan dan ditaati. Bahkan
sampai pada tingkat dimana perintah itu dalam pandangan kita terasa dan
terlihat seperti sesuatu yang sangat tidak wajar, tidak masuk akal, bahkan
tidak manusiawi, harus dan wajiblah kita sebagai seorang yang mengaku beriman
untuk mengatakan “Sami’na wa ‘Atha’na – kami
dengar dan kami patuhi”.
Menyadari akan hal
tersebut, Nabi Ibrahim pun menajamkan aqidah dan keyakinannya untuk mewujudkan perintah
itu. Beliau kemudian menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya,
Ismail As. Di luar dugaan, beliau mendapatkan jawaban dan respon yang luar
biasa. Tatkala beliau mengatakan kepada putranya Ismail: “Wahai anakku sungguh aku melihat dalam mimpiku
bahwa aku diperintahkan Allah untuk menyembelihmu, maka kemukakanlah bagaimana
pendapatmu?. Dengan tegas, sopan dan penuh keyakinan kepada Rahmat dan
Kasih Sayang Allah SWT, Ismail As menampakkan bukti keshalehannya, dengan mengatakan:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن
شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
"Wahai
ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepada ayah, Insya Allah ayah
akan mendapati saya dalam keadaan sabar".(As-Shaffat;102)
Allahu
Akbar 3X, walillahilhamd !
Ikhwanie kaum Muslimin yang berbahagia.
Jawaban yang dilontarkan oleh Ismail ini adalah gambaran
keberhasilan sebuah proses pendidikan, yaitu pendidikan tauhid, sebuah
pendidikan yang telah dilakoni dengan gemilang oleh Nabiyullah Ibrahim dalam
keluarga beliau. Pendidikan tauhid ini menjadikan Ismail mampu menjalankan
perintah Allah hingga dengan resiko pengorbanan nyawa.
Sekarang mari kita tanya diri
kita. Sudahkah kita memberi keteladanan yang baik kepada anak-anak kita? Sudahkah
kita mendoakan mereka setiap selesai shalat agar menjadi anak-anak yang shaleh?
Sudahkah kita menyelamatkan mereka dari lingkungan yang rusak?
Anak-anak kita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari
kita para orang tua, guru dan pemerintah. Jangan sampai hanya aspek intelektualnya
yang diperhatikan, tetapi mental dan spritualnya memprihatinkan. Jangan kita
bangga dengan pendidikan yang hanya memacu kecerdasan otaknya, tapi semakin
hari semakin rusak akhlaknya, semakin jauh dari agamanya.
Kita sangat mendambakan generasi yang bertauhid dan berkarakter,
berakhlak mulia dan tekun beribadah, anak yang patuh dan hormat kepada orang
tua. Kita mengharapkan kader yang selalu siap pakai, siap menghadapi benturan
dan tantangan hidup, memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dengan penuh
dedikasi, memiliki banyak inisiatif dan siap berkorban sebagaimana contoh yang
telah diperagakan oleh sosok Nabi Ibrahim As dan keluarganya, Siti Hajar dan
Ismail As.
Allahu
Akbar 3X, walillahilhamd !
Ikhwanie Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah
Pesan inti yang terkandung dalam syariat qurban tidak lain adalah bagaimana kita
meningkatkan spirit dan semangat berkorban dalam kebaikan dan kebenaran. Makna
dan hakikat kurban bukan sekedar menyembelih hewan kemudian dagingnya
disedekahkan kepada fakir miskin. Tidak juga berarti bahwa daging dan darahnya
yang akan sampai kepada Allah SWT. Namun yang menjadi penilaian bagi Allah
adalah kualitas takwa yang dihasilkan dari ibadah kurban itu sendiri. Allah
berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ
لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْل
”Daging
(hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah,
tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu” (QS. Al Hajj: 37)
Dengan demikian ibadah kurban merupakan konsekuensi iman dan
takwa kepada Allah SWT. Dalam konteks
sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat
luas dan mendalam. Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya yang berjuang
menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan yang teramat berat sebagaimana
diderita oleh umat Islam di Mekkah ketika itu.
Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya
dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah sering dihina dan dicacimaki, beliau pernah
ditumpuki batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh kafir Quraisy, Abu Lahab dan
Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti
Bilal bin Rabah ditindih dengan batu besar di tengah sengatan terik matahari,
Yasir dibantai, dan seorang ibu yang bernama Sumayah, ditusuk kemaluannya
dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, keluarga Rasulullah saw dibaikot dan
diasingkan. Berbulan-bulan mereka harus menangung penderitaan yang luar biasa.
Untuk mempertahankan hidup keluarga beliau saw terpaksa memakan kulit kayu,
daun-daun kering bahkan kulit-kulit
bekas.
Allahu Akbar
3X, walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin rahimakumullah.
Pengorbanan dalam konteks kehidupan saat ini, bisa dilihat
dari seorang pemimpin yang berusaha untuk menyejahterakan rakyatnya, pemimpin
yang adil dan berusaha memberikan kontribusi bagi negaranya. Pengorbanan seorang
suami sebagai kepala rumah tangga, berjuang membanting tulang demi menafkahi
dan menyelamatkan keluarganya. Kesetiaan seorang istri terhadap suaminya juga merupakan
wujud pengorbanan. Orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya sehingga
menjadi sukses dan berhasil, juga wujud pengorbanan. Dengan demikian, pengorbanan bisa
berdimensi luas. Pengorbanan merupakan konsekuensi logis dari keyakinan yang
diperjuangkan demi sebuah kebenaran.
Kesanggupan Nabi Ibrahim As menyembelih anak kandungnya
sendiri Nabi Ismail, bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang
membabi buta, tetapi meyakini bahwa perintah Allah S.W.T. itu harus dipatuhi.
Bahkan Allah Ta’ala memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat
yang akan datang agar siap mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang
disayanginya demi menegakkan perintah Allah.
Kita harus meyakini bahwa dengan berkorban di jalan Allah melalui infaq
fi sabilillah, kita tidak akan menjadi miskin dan harta pun tidak akan
berkurang, tetapi justru akan memberikan tambahan keberkahan. Rasulullah
s.a.w. bersabda yang artinya:
Setiap hari dua malaikat turun
kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa: "Ya Allah berilah pengganti
dari harta orang yang berinfaq" Dan yang lain berdoa: "Ya Allah
binasakanlah harta orang yang tidak mau berinfaq" (HR. Bukhari-Muslim)
Memang terbukti
bahwa perjalanan hidup orang yang pemurah dan dermawan akan dilapangkan rezekinya dan diberikan kebahagiaan dalam kehidupannya. Oleh karenanya, bagi kita yang memiliki kelapangan rezeki
pada hari ini, marilah kita mengambil
bagian dari kewajiban ber-qurban. Masih ada waktu hingga 3 hari sesudah ini.
Allah SWT mengingatkan kepada kita:
(3) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُ (2) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (1) إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu pemberian yang banyak . Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu dan
berqurbanlah. Sesunguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang binasa”.
(S.Al-Kautsar : 1 – 3)
Ayat ini bukan hanya sekedar memerintahkan kita memotong hewan
kurban, tapi juga memberi jaminan bahwa dengan menegakkan dan memperbaiki
shalat menjadi alasan bagi Allah untuk
membela kita dan menghancurkan lawan-lawan Islam.
بَارَكَ الله لِي
وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ
آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, ataupun opini anda pada kolom ini. Terimakasih